JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penanganan dugaan korupsi penjualan hak tagih utang (Cessie) PT Adyesta Ciptatama (AC) di Bank BTN pada BPPN kepada PT Victoria Securities International Corporation (VSIC) berjalan lamban. Tim penyidik Kejaksaan Agung kesulitan memeriksa tersangka yang telah kabur ke luar negeri itu. Pengadilan in absentia jadi pertimbangan adili kasus ini jika perburuan tersangka tidak berhasil.

"Tiga tersangka sudah kita nyatakan DPO (daftar pencarian orang), kita cari dulu," kata Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Fadil Zumhana dikonfirmasi, Sabtu (3/12).

Tiga tersangka yang beberapa kali mangkir panggilan pemeriksaan adalah Analis Kredit BPPN Harianto Tanudjaja, Direktur PT VSI Rita Rosela dan Komisaris PT VSI Suzana Tanojo. Saat ini, kata Fadil, pihaknya meminta Adyaksa Monitoring Center (AMC) Kejaksaan Agung memburunya. Rita diduga masih di Indonesia. Sementara Harianto dan Suzana diketahui kabur ke luar negeri.

Selain mengejar tiga tersangka tersebut, penyidik tengah melengkapi berkas perkara milik tersangka Syafruddin Temengung. Mantan Kepala BPPN era Presiden Megawati Soekarnoputri ini telah dua kali pemeriksaan sebagai tersangka.

Pemeriksaan terhadap Syafruddin ini dilakukan pada Senin (24/10). Namun pemeriksaan ini terkesan diam-diam. Syafruddin sebelumnya meminta penjadwalan ulang pemeriksaannya karena sakit.

Dalam kasus ini, perhitungan sementara kerugian negara diperkirakan mencapai kurang lebih senilai Rp419 miliar. Sampai sekarang, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 44 saksi.

GALAU - Proses penyidikan kasus Cessie Victoria memakan waktu lama. Namun Kejagung menyatakan kasus ini terus berjalan dan tidak dihentikan.

"Jalan terus, tidak ada mandek-mandek," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Jampidsus Kejaksaan Agung Arminsyah.

Soal tak tersentuhnya tiga tersangka, Jampidsus memang tengah mempertimbangkan sejumlah langkah agar kasus ini bisa diadili di pengadilan. Salah satu yang dipertimbangkan mengajukan tiga tersangka ke persidangan in absentia.

Arminsyah mengungkapkan tim tengah mempertimbangkan apakah perlu disidangkankan secara in absentia atau tidak. ‎"Ini masih dipertimbangkan, perlu tidak (sidang in absentia)," kata Armin dalam sejumlah kesempatan.

Sidang in absentia adalah konsep di mana terdakwa telah dipanggil secara sah dan tidak hadir di persidangan tanpa alasan yang sah, sehingga pengadilan melaksanakan pemeriksaan di pengadilan tanpa kehadiran terdakwa. Pasal 196 dan pasal 214 KUHAP mengatur in absentia untuk Acara Pemeriksaan Cepat.

Persidangan in absentia secara khusus juga diatur dalam beberapa undang-undang lainnya, antara lain Pasal 38 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kasus itu berawal saat PT AC mengajukan kredit senilai Rp469 miliar untuk membangun perumahan seluas 1.200 hektare di Karawang, Jawa Barat, ke salah satu bank pemerintah. Saat krisis moneter, bank yang memberikan pinjaman itu termasuk program penyehatan BPPN sehingga asetnya yang terkait kredit macet dilelang termasuk PT AC yang dibeli PT VS Indonesia senilai Rp26 miliar.

Namun, ketika PT AC akan membeli kembali, PT VS Indonesia menetapkan harga senilai Rp2,1 triliun. Akhirnya, PT AC melaporkan dugaan permainan dalam transaksi ini ke Kejaksaan Agung.

Karena tak terima itu AC melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Agung. Salah satu kuasa hukum VSIC Irfan mengatakan jika kasus ini masalah bisnis bukan ranah pidana.

"Kenapa hubungan bisnis to bisnis dibawa ke ranah korupsi?" kata Kuasa Hukum Victoria Securities International Indonesia (VSIC), Irfan Aghasar saat diskusi publik ´Membongkar Kasus Cessie di Tengah Ancaman Krisis´ di Hotel Sahid, Jakarta Pusat.

BACA JUGA: