JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus dugaan pemberian suap kepada Panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Edy Nasution yang berasal dari seorang pihak swasta bernama Doddy Aryanto Supeno membuka tabir hubungan antara dua perusahaan besar yaitu Lippo Group dan Paramount Group.

Hubungan tersebut bermula dari penggeledahan yang dilakukan penyidik beberapa saat setelah operasi tangkap tangan (OTT) terhadap kedua orang tersebut. KPK menggeledah kantor PT Paramount Enterprise International yang berlokasi di Central Business District (CBD) Gading Serpong, Tangerang.

Tak lama kemudian, KPK juga melakukan penggeledahan kantor Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dan juga di rumahnya yang terbilang mewah di Jalan Hang Lekir, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dari rumah tersebut, penyidik menyita lima jenis mata uang yang bila seluruhnya dikonversi mencapai Rp1,7 miliar. Uang tersebut diduga berkaitan dengan "pengurusan" perkara di Mahkamah Agung (MA) yang berkaitan dengan anak perusahaan Lippo Group yakni PT First Media Tbk (KBLV) dan PT Kymco Lippo Motor Indonesia (KLMI)

BACA: Ada Apa Antara Lippo-First Media, PN Jakarta Pusat, dan Mahkamah Agung?

BACA: DUGAAN SUAP PANITERA PN JAKPUS: Ada Perkara Lain di Luar PK First Media vs Astro

Doddy awalnya disebut-sebut sebagai pihak swasta dari Paramount, tetapi jejak kariernya bisa ditemukan di suatu perusahaan bernama PT Kreasi Dunia Keluarga. Perusahaan ini umumnya bergerak di bidang properti dan juga tempat hiburan.

Dilansir dari prospektus PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) pada 2004, jabatan yang diemban Doddy berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) 10 Mei 2004 di PT Kreasi Dunia Keluarga yaitu sebagai direktur.

Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), mayoritas kepemilikan saham PT Kreasi Dunia Keluarga dimiliki oleh PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK). Aset perusahaan yang bergerak di bidang usaha jasa kreasi itu mencapai Rp8.825.591.922. Pemegang saham Lippo Cikarang adalah PT Kemuning Satiatama sebesar 42,2 persen, dan juga masyarakat 57,8 persen.

Salah satu komisaris PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) pada 2004, yaitu Eddy Sindoro. Komisaris lainnya adalah Ning Gaoning (Presiden Komisaris), Surjadi Soedirja (Wakil Presiden Komisaris), Theo Sambuaga (Komisaris Independen), Tanri Abeng (Komisaris Independen), dan Farid Harianto (Komisaris Independen).

Eddy adalah Chairman Paramount Enterprise International. Eddy memiliki jejak karier panjang di perusahaan Grup Lippo. Dia pernah menjabat sebagai Marketing Group Head PT Bank Lippo Tbk (1988-1989), Konsultan Presiden Direktur PT Lippo Bank Tbk (1989-1998), Presiden Direktur PT Lippo Karawaci Tbk (1995-1996), Presiden Direktur PT Bank Lippo Tbk (1998-1999), Presiden Direktur PT Lippo E-Net Tbk (2000-2001), Presiden Direktur PT Siloam Health Care Tbk (2001-2004), Komisaris PT Matahari Putra Prima Tbk dan Lippo Karawaci sampai April 2009.

Kakak Eddy adalah Elizabeth Sindoro. Dia disebut-sebut sebagai pengendali Paramount Enterprise International. Pada 2014, Majalah Globe Asia (majalah yang diterbitkan 2007 dan dimiliki oleh Lippo Group) mencantumkan nama Elizabeth dalam daftar 150 orang terkaya di Indonesia dengan kekayaan US$255 juta (Rp3,35 triliun).

Adik dari Elizabeth dan Eddy adalah Billy Sindoro. Pada 2009, saat berposisi sebagai Direktur Utama PT First Media Tbk (KBLV), Billy dihukum oleh MA di tingkat PK dengan penjara selama tiga tahun. Dia terbukti menyuap Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M. Iqbal sebesar Rp500 juta.

BACA: DUGAAN SUAP PANITERA: Paramount, Lippo Group, "Offshore Leaks"

Kepada gresnews.com, Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief membenarkan adanya hubungan antara PT Paramount Enterprise International dengan PT Lippo Grup terutama berkaitan dengan kasus suap ini. "Iya," ujar Syarief, Jumat (29/4).

Gresnews.com juga telah meminta konfirmasi kepada Theo Sambuaga yang diketahui saat ini menjabat sebagai Presiden Komisaris PT First Media Tbk (KBLV). Namun hingga berita ini diturunkan yang bersangkutan belum merespons konfirmasi tersebut.

Direktur PT First Media Tbk (KBLV) Dicky Setiadi Moechtar juga telah dihubungi melalui sambungan telepon, SMS, dan Whatsapp, namun tidak merespons.

KPK PERIKSA SAKSI - KPK pun bertindak cepat untuk mengusut kasus ini. Mereka langsung memanggil dua orang saksi untuk diperiksa atas tersangka Doddy Aryanto Supeno, yaitu seorang pegawai negeri sipil (PNS) bernama Royani, dan juga seorang swasta yaitu Vika Andreani.

Dari informasi yang dihimpun, Vika diketahui adalah sekretaris Presiden Direktur PT Paramount Enterprise International, Ervan Adi Nugroho. Namun hingga kini belum diketahui apakah Vika menghadiri pemeriksaan tersebut.

Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak membenarkan pemeriksaan Vika. "Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk DAS (Doddy Aryanto Supeno)," terang Yuyuk kepada wartawan.

Dari dokumen akta perubahan terakhir tertanggal 15 September 2015 yang diperoleh gresnews.com, PT Paramount Enterprise International adalah perseroan yang termasuk jenis Penanaman Modal Asing (PMA) dalam jangka waktu terbatas selama 75 tahun.

Domisili perusahaan ini berada di CBD Gading Serpong Boulevard Lot I Distrik UTR, BA-4 Nomor 40045, Pakulonan Barat, Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Banten. Bidang usaha yang diambil juga masih bergelut di dunia properti dalam hal ini real estat.

Struktur jajaran petinggi di perusahaan ini terdiri dari Presiden Komisaris Ito Sumardi Djunisanyoto, Komisaris Franky Jamin, Presiden Direktur Ervan Adi Nugroho, dan tiga Direktur yang masing-masing dijabat oleh Budianto Andreas Nawawi, Aryo Tri Ananto dan Nurmiyanti.

Sebagai catatan, Ito Sumardi Djunisanyoto adalah Kepala Bareskrim Polri periode 30 November 2009 hingga 6 Juli 2011. Saat ini Ito juga menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Myanmar sejak 24 Desember 2013. Saat ini, Ito juga masih tercatat sebagai Komisaris PT First Media Tbk (KBLV) berdasarkan data BEI.

BACA JUGA: