JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penyidikan kasus dugaan korupsi pembelian hak tagih (cessie) PT Adyesta Ciptatama oleh Victoria Securities International Corporation (VSIC) dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) jalan di tempat. Pemeriksaan Presiden Komisaris Bank Panin Mukmin Ali Gunawan akhir Januari lalu menjadi klimaks penyidikan kasus yang diduga merugikan negara ratusan miliar tersebut. Setelah itu tak terdengar kabar lagi pemanggilan saksi, apalagi penetapan tersangka.

Penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) mengaku masih kesulitan menemukan siapa yang paling bertanggung jawab dalam kasus ini. Padahal ada tiga nama yang telah dimintakan surat pencegahan. Mereka adalah mantan Direktur Eksekutif PT VSIC Lislilia Djamin, Direktur PT VSI Rita Rosela, Komisaris PT VSI Suzanna Tanojo, dan Direktur PT VSI Aldo, serta Presiden Komisaris Bank Panin Mukmin Ali.

"Ada tiga orang, di antaranya Rita Rosela, Suzanna Tanojo belum pernah diperiksa, jadi masih ada kendala," kata Jaksa Agung Mohamad Prasetyo di Kejaksaan Agung, Rabu (27/4).

Prasetyo menegaskan penyidik masih mengevaluasi keterangan saksi dan bukti dokumen. "Penyidikannya tak akan dihentikan karena ada indikasi pidana korupsinya," kata Prasetyo.

Sebelumnya Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah mengatakan, jaksa berupaya mencari keterangan eks pejabat BPPN. Kesaksian pihak BPPN dinilai penting untuk mengklarifikasi keterangan para saksi selama ini, khususnya, dari pihak VSIC yang membantah terkait dalam pembelian cessie tersebut.

"Keterangannya sangat penting buat penyidik, kita lagi cari dari BPPN," kata Arminsyah beberapa waktu lalu.

Perlu diketahui saat itu Kepala BPPN adalah Syafruddin Temenggung. Sejak kasus ini disidik, penyidik belum memeriksa para pejabat eks BPPN. BPPN sudah sendiri dibubarkan pada 2004 lalu.

Keterlibatan pihak BPPN dalam penjualan cessie sangat besar terjadi. Diduga ada kongkalikong pembatalan hasil lelang yang dimenangkan PT First Capital kemudian dimenangkan PT VSIC. Ada dugaan, pembatalan itu diatur oleh BPPN.

Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute Karyono Wibowo mengungkapkan perlunya memeriksa eks pejabat BPPN. Dia menilai, sumber awal kejadian ini adalah dari BPPN sebagai penanggung jawab penjualan cessie.

Dengan keterangan dari BPPN akan makin terang posisi kasusnya. "Ya, saya kira perlu diperiksa juga peran BPPN digali. Itu kan terjadi 2003 di mana Kepala BPPN Syarifuddin Tumenggung menjabat. Itu bisa dihadirkan untuk diperiksa, sehingga persoalan jadi jelas," kata Karyono.

TANPA TERSANGKA - Komisi III DPR pada Rapat Kerja dengan Jaksa Agung M Prasetyo pekan lalu mempertanyakan jalannya penyidikan kasus cessie Victoria ini. Setahun kasus ini disidik namun belum ditetapkan siapa tersangkanya.

"Kami minta Jaksa Agung menjelaskan sampai mana penyidikannya?" kata Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo.

Komisi III juga membentuk Panitia Kerja untuk mengawasi khusus penyidikan kasus ini. Alasannya, sejak kasus cessie Victoria mencuat langsung menuai kontroversi. Kasus cessie langsung mendapat atensi dari pimpinan DPR yang saat itu dipimpin Setya Novanto. Jaksa Agung Mohammad Prasetyo pada Agustus 2015 juga sempat dipanggil ke DPR.

Dibentuknya Panja Cessie Victoria ini pun mencuatkan isu adanya intervensi oleh DPR dalam kasus ini. Meskipun dibentuk Panja oleh DPR untuk mengawasi proses penyidikan kasus itu oleh Kejagung, Prasetyo tak ambil pusing. Prasetyo mengatakan memiliki bukti kuat siapa yang paling bertanggung jawab kasus ini.

Dari keterangan saksi dan dokumen yang dimiliki penyidik ada sejumlah nama meskipun saksi yang dipanggil membantah seperti keterangan dari Mumin Ali Gunawan. "Ya setiap orang bisa bantah, tapi buktinya kita punya. Yang menguasai fisik siapa? Kan mereka juga. Yang berkaitan dengan berkas yang kita sidik siapa? Kan mereka juga," kata Prasetyo.

Mumin Ali sendiri usai diperiksa sebagai saksi kasus ini memang tidak memberikan keterangan lengkap soal pemeriksaannya. Mumin Ali hanya mengatakan dirinya diperiksa sebagai saksi.

Kuasa hukum VSIC Irfan Aghasar berulang kali mengatakan penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung salah kaprah karena tak ada kerugian negara dari kasus ini. Apalagi tak kunjung ditetapkannya tersangka dalam perkara ini membuat pihak VSIC meyakini tidak ada korupsi. Penyidikan kasus cessie hanya mengada-ada. "Kasus ini bukan korupsi tapi masalah bisnis," kata Irfan.

Kasus ini berawal saat PT Adyaesta Ciptatama (AC) meminjam kredit ke Bank BTN, untuk membangun perumahan di Karawang seluas 1.200 hektare (ha). Bank BTN lalu mengucurkan kredit sekitar Rp469 miliar, dengan jaminan sertifikat tanah seluas 1.200 ha.

Masalah muncul, ketika krisis moneter (Krismon) terjadi, BTN pun tak urung menjadi salah satu bank yang masuk program penyehatan BPPN. Badan ini selanjutnya melelang kredit-kredit tertunggak termasuk aset PT AC berupa tanah 1.200 ha.

Lelang digelar, PT First Capital sebagai pemenang dengan nilai Rp69 miliar, tapi First Capital belakangan membatalkan pembelian dengan dalih dokumen tidak lengkap. BPPN melakukan program penjualan aset kredit IV (PPAK IV), 8 Juli 2003 hingga 6 Agustus 2003 dan dimenangkan oleh PT VSIC dengan harga yang lebih murah lagi, yakni Rp26 miliar.

PT AC telah mencoba menawar pelunasan kepada Victoria dengan harga di atas penawaran BPPN, yakni Rp266 miliar, tapi VSIC menaikkan harga secara tidak rasional yakni Rp1,9 triliun.

BACA JUGA: