JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) dinilai menerapkan standar ganda dalam penegakan hukum. Dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Jawa Timur tahun 2012, Kejagung tampak ngotot menetapkan Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) nonaktif La Nyalla Mattalitti sebagai tersangka.

Jaksa Agung M Prasetyo tampak mendukung penuh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur untuk menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) ketiga atas La Nyalla. Dua sprindik sebelumnya batal lantaran Kejati Jatim kalah dalam sidang praperadilan yang diajukan La Nyalla atas penetapan dirinya sebagai tersangka.

Sayangnya, pada kasus lain, misalnya kasus pembangunan BJB Tower, Kejagung tampak tak berdaya. Dalam kasus dengan tersangka tersangka Dirut PT Comradindo Lintasnusa Tri Wiyasa itu, Kejagung juga kalah di praperadilan. Namun Kejagung tak mengeluarkan sprindik baru bagi Tri Wiyasa.

Begitu juga dengan kasus korupsi Gardu Induk PT PLN dengan tersangka mantan Dirut PLN Dahlan Iskan di Kejati DKI. Setelah kalah di praperadilan, Kejati DKI tak kunjung mengeluarkan sprindik baru. Gugatan Dahlan atas penetapan dirinya sebagai tersangka juga dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Dalam perkara La Nyalla, Kejati Jatim memang seperti sudah kalah langkah. Setelah kalah praperadilan dua kali, pihak Pengadilan Negeri (PN) Surabaya malah meminta Kejaksaan tak ngotot menerbitkan sprindik baru buat La Nyala. Humas PN Surabaya Efran Basuning menegaskan, hakim yang memutus gugatan praperadilan La Nyalla memerintahkan dan melarang dikeluarkannya sprindik baru itu sebelum dicabut.

"Jika sprindik baru tetap keluar, akan ada pembenturan hukum dan memunculkan kegaduhan hukum serta kontraproduktif dengan penegakan hukum di Indonesia," kata Efran.

Perintah agar tak ada lagi sprindik baru, kata Efran, juga terjadi pada praperadilan Budi Gunawan. Pada kasus itu tidak ada lagi sprindik baru sehingga tak ada lagi sidang praperadilan lagi. "Kasus BG (Budi Gunawan) juga begitu," kata Efran.

Permintaan itu dijawab oleh jaksa dengan tegas. "Bukan hakim yang memutus penetapan tersangka tapi kewenangan jaksa. Tidak ada jalan lain bagi Kejati Jatim untuk tidak mengeluarkan sprindik baru. Ini menjadi tekad kita berapa kali pun kita dikalahkan, sekian kali juga, kita akan ajukan dan membuat sprindik yang baru," kata Prasetyo usai menerima kunjungan Jaksa Agung Turki di Kejaksaan Agung, Selasa (24/5).

Namun ketika disoal terkait sprindik baru untuk penetapan kembali Dahlan Iskan sebagai tersangka dalam kasus Gardu Induk PLN Jawa-Bali-Nusa Tenggara, jawaban pihak kejaksaan tak tegas. Pihak Kajati DKI malah terkesan tak ingin memprosesnya.

"Nanti saya jelaskan itu (Sprindik Dahlan)," kata Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Sudung Situmorang saat ditemui gresnews.com, di Kejaksaan Agung, Selasa (24/5).

Begitu juga saat disoal terkait sprindik baru untuk Tri Wiyasa yang prapradilannya dikabulkan oleh PN Jakarta Selatan, 1 Maret 2016 lalu. Kasus yang ditangani Kejaksaan Agung hingga saat ini tak berlanjut. "Kita akan pelajari dulu putusannya," kata Direktur Penyidikan Fadil Zumhana.

Sikap Kejagung yang mendua dalam penanganan kasus korupsi ini jelas dipertanyakan. Padahal dari sisi nilai kerugian negaranya, dua kasus terakhir lebih besar. Kasus pembangunan Bank BJB Tower merugikan negara sebesar Rp217 miliar. Sementara kasus Gardu Induk sebesar Rp34 miliar.

FAKTOR POLITIS - Ketua Forum Advokat untuk Keadilan dan Demokrasi (Fatkadem) Erman Umar mempertanyakan langkah ngotot Kejaksaan yang ingin menetapkan La Nyalla tersangka. Namun pada kasus lain malah didiamkan.

Menurutnya, jika hal ini terus terjadi akan memperburuk citra kejaksaaan. "Jangan-jangan ada faktor politis sampai begitu ngotot La Nyalla tersangka," kata Erman kepada gresnews.com, Rabu (25/5).

Vice President Kongres Advokat Indonesia ini berharap Jaksa Agung Mohammad Prasetyo berlaku objektif atas semua kasus. "Jangan ada embel-embel apapun dalam penegakan hukum. Jika dalam praktik penegakan hukum jaksa terapkan standar ganda, itu patut jadi pertanyaan besar," katanya.

Lebih elegan, jelas Erman, jaksa tidak ngotot tetapkan La Nyalla sebagai tersangka. Jaksa bisa melaksanakan putusan hakim praperadilan untuk tidak keluarkan sprindik baru, kemudian membiarkan La Nyalla kembali ke Indonesia.

"Jaksa hormati putusan pengadilan, jika di kemudian hari ada bukti kuat, baru jaksa tetapkan kembali tersangka," kata Erman.

Pada Senin (23/5), Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kembali mengabulkan gugatan praperadilan La Nyalla. Hakim tunggal Mangapul Girsang dalam amar putusannya mengatakan Sprindik bernomor Print-397/O.5/Fd.1/04/2016 bertanggal 12 April 2016 tentang dugaan korupsi hibah dana Kadin Jatim tahun 2012 dan sprindik bernomor Print.447/0.5/Fd.1/04/2016 tertanggal 22 April 2016 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) hibah Kadin Jatim tahun 2011, tidak sah dan cacat hukum.

Mangapul juga mengatakan pemblokiran beberapa rekening milik La Nyalla dan pemblokiran paspor La Nyalla Mattalitti atas permintaan Kejati tidak sah dan tidak berlandaskan sesuai ketentuan hukum. Karenanya, hakim juga melarang Kejati Jatim untuk membuka lagi sprindik-sprindik baru yang berkaitan dengan perkara ini.

KRITIK KEJAKSAAN - Sementara itu, pihak La Nyalla juga terus melancarkan kritiknya kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Kuasa hukum La Nyalla, Amir Burhanuddin, mengatakan, urusan sprindik yang memunculkan praperadilan tersebut seharusnya disudahi saja.

"Ibarat pertandingan, ini pertandingan yang tidak enak ditonton," ujar Amir kepada wartawan saat jumpa pers di Surabaya, Selasa (24/5).

Pertandingan yang tak enak ditonton itu, kata Amir, akan terus berlanjut jika sprindik baru dikeluarkan. Dengan sprindik baru, maka pihak La Nyalla pasti akan melakukan praperadilan lagi. Hasilnya kemungkinan besar sudah bisa dipastikan pemenangnya.

Kuasa hukum La Nyalla yang lain Mustofa Abidin mengatakan, kasus ini semakin lama semakin meruncing, terutama pada pokok materinya. Jika sudah meruncing maka bisa menusuk siapapun.

"Bila keluar sprindik baru maka pengadilan semakin tidak bermutu. Harusnya (praperadilan) yang kemarin jadi putusan yang terakhir," ujar Mustofa.

Mustofa mengatakan, dengan dikabulkannya praperadilan La Nyalla, seharusnya Kejati Jatim sadar bahwa apa yang dilakukannya adalah sia-sia. Kejati Jatim seharusnya melakukan langkah hukum yang lain salah satunya adalah Peninjauan Kembali (PK).

Mustofa menilai respect terhadap Kejati Jatim juga berkurang karena dinilai abai terhadap perintah pengadilan. Hakim Mangapul Girsang dalam putusannya sudah memerintahkan agar kejaksaan tidak mengeluarkan sprindik baru lagi.

"Tetapi Kejati Jatim abai dan tak menghiraukan sama sekali dan tetap akan mengeluarkan sprindik baru," kata Mustofa.

Sebenarnya, Mustofa menambahkan, ada langkah hukum lain untuk menggugat Kejati Jatim atas kengototannya terus mengeluarkan sprindik baru. Salah satunya adalah gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).

Namun gugatan tersebut kurang efektif karena pasti akan berlangsung lama sehingga menghabiskan waktu dan energi. "Yang efektif ya praperadilan karena dalam 7 hari sudah harus ada keputusannya. Kami memilih yang efektif," tandas Mustofa. (dtc)

BACA JUGA: