JAKARTA, GRESNEWS.COM - Hubungan Wakil Ketua DPRD DKI Abraham Lunggana alias Lulung dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok kembali memanas. Lulung menuding perkara dugaan korupsi uninterruptible power supply (UPS) untuk 25 sekolah SMA/SMKN pada APBD-P DKI Jakarta tahun 2014 yang diduga merugikan negara sekitar Rp50 miliar merupakan tanggung jawab Ahok.

Lulung kembali menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus UPS. Kepada penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Lulung mengaku disoal seputar proses lelang perkara UPS yang tidak masuk dalam Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (PPAS). Menurutnya kasus UPS yang tidak masuk KUA-PPAS seharusnya tidak dilakukan lelang.

Jika pengadaan UPS bisa masuk dalam anggaran berarti ada "tangan jahil" di eksekutif. Lulung mengatakan ada oknum di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) yang bermain. Lelang UPS tak akan terjadi jika Gubernur DKI tidak mengeluarkan Surat Penyedia Dana (SPD).

"Semakin terang benderang bahwa yang paling bertanggung jawab itu adalah Gubernur Ahok," kata Lulung usai diperiksa Bareskim didampingi tim kuasa hukumnya, Rabu (25/11).

BANTAH PERAN DPRD - Lulung menegaskan yang memasukkan program pengadaan UPS bukan DPRD tapi eksekutif. Ekseksutif mengajukan program tersebut melalui Alex Usman, mantan Kepala Seksi Prasarana dan Sarana pada Suku Dinas Pendidikan Menengah Kota Administrasi Jakarta Barat. DPRD tidak memiliki kewenangan untuk mengajukannya.

Menurutnya proses pengadaan UPS tersebut kewenangan Bappeda. Setelah disetujui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) maka dibentuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk melakukan lelang. Jadi eksekutif yang paling bertanggung jawab khususnya Gubernur DKI Ahok.

"Yang memasukkan program itu bukanlah DPRD, nggak bakal bisa," kata Lulung.

Lulung kemudian menyebut nama mantan Kepala Dinas Pendidikan DKI Larso Marsun yang juga paling bertanggung jawab di proyek UPS. Meskipun di Pengadilan Tipikor pekan lalu, saat bersaksi untuk tersangka Alex Usman, Larso sempat menyebut nama Sekretaris Derah DKI Syaefullah. Menurut Lulung apa yang dikatakan Larso hanya untuk mengelabui keterlibatan Gubernur Ahok.

Dalam kasus ini, Bareskrim telah menetapkan empat tersangka. Mereka adalah Alex Usman dan Zaenal Soleman. Zaenal diduga terlibat korupsi proyek itu saat menjabat PPK Sudi Dikmen Jakarta Pusat. Zaenal adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek UPS dalam APBD Perubahan DKI 2014.

Zaenal dan Alex dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambahkan dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 51 ayat (1) ke 1 KUHP.

Selain itu Bareskrim juga telah menetapkan dua anggota DPRD Fahmi Zulfikar dan eks anggota DPRD DKI Jakarta, M. Firmansyah sebagai tersangka pada Rabu lalu, 11 November 2015. Kemarin usai diperiksa Bareskrim Polri Anggota DPRD DKI Fahmi Zulfikar membantah keras terlibat korupsi UPS ini. Melalui pengacaranya Sunan Kalijaga, Fahmi mengatakan tak sepeserpun menikmati uang dari proyek UPS ini. Karenanya Sunan menantang semua pihak untuk membuktikan kliennya terlibat.

"Klien kami tidak pernah berada pada pertemuan itu (pembahasan UPS), dia tidak pernah hadir," kata.

Sementara Juru Bicara Diitipikor Mabes Polri Kombes Adi Deriyan Jayamarta mengatakan penyidik terus memeriksa sejumlah saksi untuk melengkapi berkas dua tersangka dari DPRD DKI. Dia mengatakan meyakini penetapan dua tersangka baru hasil pengembangan penyidik.

"Kita profesional, kita akan buktikan mereka terlibat," kata Adi di Bareskrim Mabes Polri.

KORUPSI BERJAMAAH - Bareskrim awalnya ragu menyeret anggota DPRD DKI. Namun keterlibatan DPRD makin terang ketika dalam dakwaan Anggota DPRD DKI disebut melakukan korupsi bersama-sama dengan terdakwa Alex Usman. Dakwaan yang dibacakan jaksa dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat Tasjrifin Halim menyebut anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Fahmi Zulfikar Hasibuan yang merupakan anggota Badan Anggaran DPRD serta Ketua Komisi E DPRD DKI HM Firmasyah.

Kemudian pihak swasta yang terlibat korupsi UPS antara lain Direktur Utama PT Offistarindo Adhipira Harry Lo, Direktur CV Istana Multimedia Center Harjady, Zulkarnaen Bisri, Andi Susanto, Hendro Setiawa, Ferly Nainggolan, Sari Pitaloka dan Ratih Widya Astuti.

"Melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, secara melawan memperkaya diri sendiri atau korporasi yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara," kata Jaksa Tasjrifin, Kamis (29/11) silam.

Dalam dakwaan jaksa juga disebut Fahmi ikut pertemuan pembahasan UPS bersama Alex Usman yang dihadiri Harry Li dan Sari Pitaloka. Dalam pertemuan itu Fahmi menyanggupi meperjuangkan anggaran pengadaan UPS pada APBD-P tahun 2014. Fahmi saat itu meminta fee sebesar 7 persen dari pagu anggaran Rp300 miliar.

Selanjutnya Fahmi bekerja sama dengan M Firmansyah selaku Ketua Komisi E DPRD DKI untuk mengajukan pengadaan UPS untuk SMAN/SMKN pada Sudin Dikmen Kota Adiministrasi Jakarta Barat dan Pusat. Pengadaan ini tidak pernah dibahan dalam rapat Komisi E dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) hingga akhirnya disetujui dan dituangka dalam APBD-P 2014.

BACA JUGA: