JAKARTA, GRESNEWS.COM - Jaksa Agung Moh Prasetyo tetap melantik Sudung Sitomorang sebagai Sekretaris Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Sesjampidsus) meski Sudung selama ini terbelit kasus kontroversial. Prasetyo menyatakan penunjukannya telah melalui penelitian dan pertimbangan unsur pimpinan. Istilah ´kacamata kuda´ mungkin tepat disematkan terhadap Prasetyo menyikapi promosi Sudung yang kontroversial itu.

"Saya rasa satu hal yang tidak perlu dipersoalkan, itu telah melalui proses pengamatan dan rapat pimpinan," kata Prasetyo dalam konferensi persnya usai melantik sejumlah pejabat eselon II di lingkungan Kejaksaan Agung, Rabu (22/2).

Prasetyo menegaskan sejak kasus dugaan suap PT Brantas Abipraya diusut KPK, jaksa bidang pengawasan telah melakukan klarifikasi terhadap semua pihak, khususnya terhadap Sudung yang saat itu menjabat Kajati DKI. Begitu juga terhadap Asisten Pidana Khusus Kejati DKI Tomo Sitepu.

Dari hasil pemeriksaan oleh Jamwas tidak ditemukan kerlibatan Sudung dan Tomo. Karenanya, Prasetyo mengatakan tuduhan atas dugaan keterlibatan Sudung tidak perlu dipersoalkan lagi.

Namun KPK rupanya belum tutup buku kasus suap PT BA ini. Saat tahu Sudung mendapat promosi KPK bersuara. Wakil Ketua KPK Laode Mohammad Syarif mengungkapkan kekecewaan promosi atas Sudung tersebut.

"Kami nggak ikut campur tangan dengan sistem mutasi tapi kami berharap kalau dicurigai dan masih dalam proses memperjelas status seseorang mungkin bagusnya tidak dapatkan posisi starategis," kata Laode kepada media di Jakarta, Selasa (25/1) saat itu.

Disoal penempatan Sudung diposisi baru telah dikoordinasikan dengan KPK, Prasetyo menyatakan penempatan Sudung adalah masalah internal kejaksaan.

"Ini masalah internal kita, koordinasi dengan KPK seperti biasa," kata Prasetyo.

Kritik pedas datang dari pengamat Kejaksaan Kamilov Sagala. Langkah Jaksa Agung yang tetap melantik jaksa yang bermasalah dan terbelit kasus menunjukkan Jaksa Agung saat ini tidak sensitif dengan masyarakat. Diketahui kasus suap PT BA telah menyeret nama Sudung.

Dan menjadi rahasia umum, suap tersebut ditujukan kepada Sudung untuk menghentikan kasus PT BA yang ditangani Kejati DKI.

Selain itu, penunjukan Sudung dan Tomo menabrak pakem reformasi birokrasi untuk menghasilkan aparat penegak hukum yang kredibel dan berkinerja baik. "Jadi tidak salah Kementerian Aparatur Negara menilai kejaksaan masih jauh dari ambang batas birokrasi menuju perbaikan reformasi," kata Kamilov.

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam hasil evaluasi akuntabilitas kinerja menyebutkan lembaga peradilan paling transparan adalah MK dengan nilai 73,73 dengan predikat BB. Disusul dengan Kemenumham diperingkat 31 dengan nilai 58,32 dengan predikat B. Sementara Kejaksaan Agung berada diposisi terbawah atau 86 dengan skor 50,2 dengan predikat CC.

FAKTA KETERLIBATAN SUDUNG - KPK sendiri masih mengusut kasus suap PT BA. Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan KPK tidak akan berhenti menelusuri kasus yang diduga melibatkan Sudung. Jika alat bukti cukup, kata dia maka kasusnya akan ditingkatkan ke penyidikan yang nanti menjadi dasar penetapan tersangka.

"Penetapan seseorang sebagai tersangka tidak bergantung pada jabatan. Kami akan mendasarkan keputusan penetapan jika ditingkatkan ke penyidikan dengan bukti cukup. Sampai saat ini masih terus pendalaman di KPK untuk melihat lebih jauh info mana yang kuat karena ada perbedaan pada hakim," jelas hakim.

Fakta persidangan kasus suap PT BA di Pengadilan Tipikor mengungkap keterlibatan Sudung dan Asisten Pidana Khusus, Tomo Sitepu. Keduanya diduga terlibat suap pengurusan perkara PT Abipraya. Peran itu terpapar dalam surat dakwaan penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas terdakwa Direktur Keuangan dan Human Capital PT Brantas Abipraya (Persero) Sudi Wantoko dan Senior Manager Pemasaran PT Brantas Abipraya, Dandung Pamularno.

Dalam surat dakwaan atas dua terdakwa disebutkan bahwa uang suap mereka memang diperuntukkan kepada Sudung dan Tomo. Uang tersebut diberikan melalui seorang perantara yaitu Direktur Utama PT Basuki Rahmanta Putra, Marudut. Marudut sendiri sebelumnya diminta bantuan oleh Sudi maupun Dandung agar penyelidikan dugaan korupsi perusahaan BUMN PT Brantas Abipraya di Kejati DKI Jakarta tidak dilanjutkan penyidik.

"Dengan maksud supaya Sudung Situmorang dan Tomo Sitepu menghentikan penyelidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan penggunaan keuangan PT Brantas Abipraya yang dilakukan terdakwa I (Sudi Wantoko)," kata Jaksa Irene Putri saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (22/6).

Mahar yang disiapkan oleh Sudi maupun Dandung untuk menghentikan dugaan perkara korupsi tersebut mencapai Rp2,5 miliar. Namun untuk mempermudah pemberian, uang tersebut ditukarkan oleh Dandung melalui dua anak buahnya ke dalam pecahan dolar Amerika berjumlah US$186.035.

"Kemudian Terdakwa II (Dandung Pamularno) menyisihkan sejumlah US$37.200 atau setara dengan Rp500 juta lalu disimpan di laci meja kerja Terdakwa II sebagai persediaan untuk membiayai makan dan golf dengan Sudung Situmorang," terang Jaksa Irene.

Sedangkan selebihnya, yaitu sejumlah US$148.835 atau setara Rp2 miliar dibungkus dengan plastik warna hitam. Selanjutnya uang diserahkan kepada Marudut di toilet pria Lantai 5 Hotel Best Western The Hive Jakarta Timur untuk diberikan kepada Sudung dan Tomo Sitepu.

Sesaat setelah menerima uang sejumlah US$148.835 dari tangan Dandung, Marudut menghubungi Sudung Situmorang dan Tomo Sitepu. Hal itu untuk memastikan keduanya berada di Kantor Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, di Jalan Kuningan, Jakarta Selatan. Hal itu dilakukan agar uang dapat diberikan langsung baik kepada Sudung maupun Tomo.

"Setelah dihubungi oleh Marudut, kemudian Tomo Sitepu dan Sudung Situmorang mempersilahkan Marudut untuk datang ke Kantor Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta," tutur Jaksa Irene.

Setelah mendapat kepastian, Marudut langsung menuju kantor Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk memberikan uang tersebut. Namun sayang, di tengah perjalanan ia sudah ditangkap oleh tim penyidik dari KPK yang telah mengintainya.

"Bahwa maksud para terdakwa menjanjikan sejumlah uang kepada Sudung Situmorang dan Tomo Sitepu melalui Marudut adalah agar menghentikan penyelidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan penggunaan keuangan PT Brantas Abipraya (Persero) di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang menurut pengetahuan para terdakwa sudah masuk tahap penyidikan," jelas Jaksa Irene.

Penuntut umum lainnya, Kristanti Yuni Purnawanti menjelaskan asal muasal terjadinya pemberian suap ini. Dimulai ketika Sudung Situmorang selaku Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menerbitkan surat perintah penyelidikan dugaan korupsi penyimpangan penggunaan keuangan PT Brantas Abipraya pada 15 Maret 2016 yang diduga dilakukan Sudi Wantoko. Kerugian negara dari dugaan korupsi tersebut mencapai sekitar Rp7 miliar.

Terkait proses hukum tersebut, Tomo Sitepu selaku Aspidsus Kejati DKI memanggil sejumlah staf PT Brantas Abipraya untuk diminta keterangannya. Kendati masih berstatus penyelidikan, surat permintaan keterangan dari Kejati DKI Jakarta telah mencantumkan Sudi Wantoko sebagai orang yang diduga melakukan korupsi.

Oleh karena itu, Sudi mengira bahwa perkara ini telah masuk ke dalam proses penyidikan dan dirinya sudah ditetapkan sebagai tersangka. Ia kemudian mencoba mencari bantuan dengan berkonsultasi dengan Dandung Pamularno.

"Menindaklanjuti permintaan Terdakwa I (Sudi Wantoko), kemudian Terdakwa II mencari informasi mengenai Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, yang kemudian diketahui bahwa Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta adalah Sudung Situmorang yang kenal dekat dengan Marudut," pungkas Jaksa Yuni.

Informasi tersebut disampaikan kepada Sudi dan langsung menyetujui untuk memakai jasa Marudut sebagai penghubung kepada Sudung Situmorang maupun Tomo Sitepu. "Yo wis lewat pak itu," kata Jaksa Yuni menirukan persetujuan Sudi.

Kemudian, pada 22 Maret 2016 Dandung Pamularno, dan dua orang lainnya yaitu Khairiansyah dan Joko Widiyantoro melakukan pertemuan dengan Marudut di Club House Lapangan Golf Pondok Indah Jakarta.

Dalam pertemuan tersebut Dandung meminta kepada Marudut untuk menyampaikan kepada Sudung agar menghentikan penyidikan terhadap penyimpangan penggunaan keuangan PT Brantas Abipraya (Persero). Atas permintaan itu, Marudut pun menyanggupinya dan akan segera membicarakannya dengan Sudung.

Hasil pertemuan tersebut kemudian dilaporkan kepada Sudi oleh Joko Widyantoro yang selanjutnya meminta Joko untuk mengikuti perkembangannya.

Untuk menindaklanjuti permintaan kedua terdakwa, Marudut bertemu Sudung Situmorang pada 23 Maret 2016. Dalam pertemuan Marudut menyampaikan kepada Sudung untuk membantu menghentikan proses hukum kepada Sudi dalam dugaan korupsi PT Brantas Abipraya.

"Atas permintaan itu Sudung memerintahkan Marudut untuk membicarakan lebih lanjut dengan Tomo Sitepu. Atas arahan Sudung, selanjutnya Marudut dan Tomo Sitepu kembali melakukan pertemuan di ruang kerja Tomo," imbuh Jaksa Yuni.

Kasus PT Brantas Abipraya sendiri sebenarnya masih dalam tahap penyelidikan. Namun, Tomo mengatakan lain bahwa perkara itu sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan. Oleh karena itu, Marudut meminta agar penyidikan perkara tersebut dihentikan atau diturunkan menjadi penyelidikan.

"Selanjutnya Tomo Sitepu menyetujui untuk menghentikan penyidikan dengan syarat Terdakwa I (Sudi Wantoko) memberikan sejumlah uang dan permintaan tersebut disanggupi oleh Marudut," kata Jaksa Yuni.

Selain Sudi Wantoko dan Dandung Pamularno, Pengadilan Tipikor, Jakarta juga menyidangkan perdana perkara terdakwa lainnya yaitu Marudut. Ia diduga merupakan perantara pemberian suap antara Sudi dan Dandung kepada Sudung Situmorang dan juga Tomo Sitepu.

BACA JUGA: