JAKARTA, GRESNEWS.COM - Indonesia telah menjadi surga bagi para pedofil, predator yang memangsa secara seksual anak-anak. Misalnya Robert Ellis, pria 70 tahun asal Australia, yang dituduh melecehkan setidaknya 11 anak perempuan dibawah umur di Bali. Hakim telah memvonis pria kelahiran Melbourne ini dengan hukuman 15 tahun penjara serta denda Rp2 miliar akhir Oktober lalu. Belum lagi pelaku lainnya yang hingga kini masih berkeliaran.

Bak sisi mata uang perkembangan dunia pariwisata juga dibarengi dengan peningkatan kejahatan seksual pada anak. Trend eksploitasi seksual komersial anak (ESKA) secara global semakin meningkat seiring semakin mudahnya akses kunjungan wisata disetiap negara. Permasalahan ini juga diperbesar dengan akses teknologi yang saat ini memungkinkan bagi pelaku kejahatan seksual anak leluasa melancarkan kejahatannya.

Ahmad Sofian selaku Koordinator Nasional End Child Prostitution, Child Pornography and Traffiking of Children for Sexual Purposes (ECPAT) Indonesia menyatakan bahwa situasi ESKA ini tidak pernah berhenti, bahkan cenderung semakin meningkat karena permintaannya juga semakin luas. Gencarnya upaya penanganan pariwisata seks anak di kawasan Asia merubah tujuan wisata seks anak di negara-negara Asia dan menjadikan Indonesia sebagai destinasi ke tiga terbesar di Asia sebagai tempat tujuan wisata seks anak.

Hal ini dipicu lemahnya penanganan para penegak hukum terhadap situasi ESKA ini serta rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat indonesia tentang keadaan yang cukup memprihatinkan ini. Dari studi yang telah dilakukan ECPAT Indonesia bersama ECPAT International mencatat ada sekitar lima daerah pariwisata indonesia yang memiliki kasus ESKA terbesar antara lain Bali, Lombok, Batam, Jakarta dan Yogyakarta.

"Diperlukan upaya dan peran dari seluruh sektor dunia pariwisata untuk membuka mata dan mengambil perannya dalam menanggulangi situasi ini," ujar Ahmad Sofian, Rabu, (21/12).

Ia juga mengatakan bahwa dalam dunia bisnis dikenal prinsip dunia bisnis dalam perlindungan anak. maka dari itu sudah, sudah semestinya pengusaha wisata dan travel menerapkan bisnis yang ramah bagi anak sehingga anak tidak menjadi komoditi bisnis yang tentunya akan merenggut masa depan anak tersebut nantinya.

Dalam sepuluh tahun terakhir, Indonesia menempati posisi nomor tiga setelah Brasil dan Vietnam dalam pariwisata seksual anak. Sebelumnya Indonesia menempati lima besar wisata seks dunia setelah Brasil, Vietnam, Myanmar dan Thailand. Namun dalam perkembangannya, karena belum ada aturan yang tegas mengenai pelacuran anak, maka Indonesia naik kelas dalam hal tempat wisata seks anak.

Sementara itu Myanmar dan Thailand telah mengubah aturan mereka menjadi lebih tegas mengenai pelacuran anak sehingga peringkat kedua negara tersebut turun. "Indonesia menjadi salah satu destinasi wisata seks terbesar," tegasnya.

PEMBIARAN - Esti Damayanti selaku koordinator Komunitas Orang Muda Anti Perdagangan Orang dan Eksploitasi Seksual Anak (KOMPAK) mengharapkan anak dan orang muda dapat memahami situasi eksploitasi seksual komersial anak di sekitar mereka dan melaporkan hal tersebut. Ia mencontohkan setidaknya terdapat dua desa di daerah Bogor yang dikenal mempraktekan ESKA tersebut disana dalam bentuk kawin kontrak.

Perilaku seperti ini dibiarkan saja oleh orangtua anak-anak tersebut. Ada satu kasus dimana seorang anak usia 16 tahun meninggal dikarenakan kawin kontrak dan orang tua menerima ganti rugi sebesar Rp100 juta. "Anak dan orang muda diharapkan menjadi mata dan pengawas untuk situasi ini," ungkap Esti Damayanti, Rabu, (21/12).

Kementerian Sosial (Kemensos) memperkirakan sebagian besar wisatawan asing dari Malaysia dan Singapura yang berwisata ke daerah Batam setiap minggunya melakukan aktivitas seksual dengan Pekerja Seks (PSK) yang 30 persennya adalah anak-anak. Pelacuran yang dilakukan oleh anak ini sering terjadi dan dijadikan sasaran para turis asing disebabkan belum adanya aturan yang jelas.

Kementerian Pariwisata sebenarnya sudah menyadari dampak negatif dari perkembangan dunia pariwisata, oleh karena itu Kemenpar mengembangkan program sadar wisata yang saat ini sudah masuk ke-20 kota dan menjangkau lebih dari 1000 kelompok Sadar Wisata.
Kemenpar sendiri telah menerbitkan dan mensosialisasikan Peraturan Menteri Pariwisata Nomor PM.30/HK.201/MKP/2010 tentang pedoman pencegahan eksploitasi seksual komersial anak di lingkungan pariwisata.

Sementara itu, Linda Megawati anggota Komisi VIII DPR RI dari fraksi Partai Demokrat menyatakan bahwa permasalahan eksploitasi seksual komersial pada anak adalah permasalahan yang rumit. Ia belum dapat memberikan laporan yang didapat dari Kementerian Perlindungan Anak terkait trend ESKA yang terjadi saat ini.

"Sekarang kita masih reses, nanti mungkin setelah reses," ujar Linda Megawati, Rabu, (21/12).

Sebuah lembaga peneliti aktivitas pasar gelap, Havocsope, menghimpun data tentang negara-negara yang warganya paling banyak berbelanja prostitusi dalam hitungan per tahun. Dalam Laporannya, Indonesia disebutkan sebagai 12 negara tertinggi yang melakukan belanja prostitusi dengan total belanja sebesar US$25 miliar atau Rp 30 triliun.

Praktik pelacuran di Indonesia memang dilakukan secara gelap. Karena dianggap sebagai kejahatan moral, sudah menjadi rahasia umum bahwasanya aktivitas prostitusi di Indonesia tersebar luas dan diatur secara baik. Unicef memperkirakan, 30 persen pelacur perempuan di Indonesia berusia di bawah 18 tahun yakni sekitar 70.000. Tak hanya itu, mucikari juga banyak ditemukan masih berusia remaja.

Mengenai masalah perdagangan anak dan eksport seksual komersial anak, Indonesia memang belum mempunyai data yang pasti namun diperkirakan jumlahnya meningkat. Di dunia diperkirakan terdapat 1 juta pekerja seks anak dibawah usia 18 tahun dan di Asia Pasifik diperkirakan 300.000 pekerja seks. Dua pertiga dari jumlah pekerja seks di dunia diperkirakan anak-anak. Sementara menurut data dari ECPAT Indonesia pada tahun 2011 diperkirakan jumlah pelaku prostitusi dari kalangan anak-anak mencapai lebih dari 100.000 orang anak.

BACA JUGA: