JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Tinggi DKI (Kejati) Jakarta mengaku masih mengembangkan kasus dugaan korupsi pengadaan lift di lingkungan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM). Penyidik masih menggali dugaan keterlibatan mantan Menteri Koperasi dan UKM Syarifuddin Hasan.

Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Adi Toegarisman mengatakan tim penyidik Kejati terus mendalami kasus ini. Kejaksaan telah memanggil sejumlah saksi untuk menelisik lebih jauh keterlibatan pihak-pihak lain. Diakuinya jika kasus ini tak akan berhenti hanya pada tiga tersangka saja.

Bahkan Adi secara tidak langsung akan memeriksa semua orang yang terkait. "Pokoknya kami akan tuntaskan semuanya," kata Adi di sela-sela acara perpisahan Jamwas Mahfud Mannan yang masuk masa pensiun di Gedung Kantor Pengacara Negara, Rabu (21/10).

Dalam pemberantasan kasus korupsi, kata Adi, Kejaksaan tidak akan pandang bulu. Semua akan diproses sesuai ketentuan. Jaksa penyidik akan melakukan tugasnya untuk mengungkap kasus hingga tuntas. Karena itu, siapapun akan diperiksa.

"Siapapun yang terlibat akan kita proses, saat ini masih terus mengumpulkan keterangan saksi dan bukti," kata Adi.

‪Kejati telah menetapkan ada tiga orang tersangka. Mereka adalah RF selaku Direktur Utama PT Karunia Guna Inti Semesta (KGIS) dan SB selaku pihak PT Likotama Haru (LH). Sedangkan satu tersangka lainnya Kasiyadi yang juga tersangkut kasus korupsi pengadaan videotron. Satu lagi Hasnawi Bachtiar selaku pejabat pembuat komitmen. Namun Hasnawi telah meninggal.‬

Terbongkarnya kasus ini bermula saat Kejaksaan tengah menyidik kasus pengadaan videotron. Tak sengaja penyidik menemukan kasus pengadaan delapan unit lift. Bahkan satu kasus yang saat ini diselidiki kasus pembangunan renovasi gedung deputi di lingkungan Kemenkop.

‪Kasus ini berawal saat kementerian yang dipimpin Syarief Hasan saat itu akan melakukan pengadaan delapan unit lift, dengan pagu anggaran Rp 23,2 miliar pada 2012. Pengadaan itu dimenangkan PT KGIS dan PT LH. Namun ternyata yang mengerjakan PT LH dengan PT LMP bukan PT KGIS.‬

‪Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mencatat bahwa Kemenkop memenangkan PT KGIS dengan nilai proyek sebesar Rp20,880 miliar dari nilai HPS sebesar Rp23,2 miliar. Namun pelaksana proyek dilakukan PT LH dan PT LMP. Dengan nilai proyek hanya sebesar Rp4,026 miliar.‬

‪"Jadi ada mark up sebesar Rp16,853 miliar," kata Direktur Investigasi dan Advokasi Uchok Sky Khadafi kepada Gresnews.com.

‪Menurut Uchok untuk mengungkap kasus ini tuntas, jaksa harus menerapkan UU tindak pidana pencucian uang (TPPU). Sebab diduga, yang paling banyak menikmati korupsi pejabat teras di Kementerian Koperasi dan UKM. Mereka yang ditetapkan sebagai tersangka hanya pejabat pelaksana, sementara desain korupsinya datang dari atasannya.‬

‪"Mereka hanya melaksanakan perintah," kata Uchok.‬

‪Ketua Investigasi Lembaga Informan Korupsi (LIK), RD Darwis menduga korupsi di Kemenkop melibatkan pejabat tinggi khusunya yang bertindak sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang dijabat Sekretaris Kementerian. Dalam struktur pengadaan barang dan jasa selain Panitia pengadaan dan PPK ada juga KPA yang bertanggung jawab atas pengawasan dan pengendalian proyek.

Dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan 8 unit lift di gedung Kementerian Koperasi dan UKM melibatkan banyak orang. Desain kejahatannya terlihat rapi. Hal itu bisa dilihat dari beberapa dokumen proyek yang tidak sesuai dengan kondisi riil dilapangan dan dijadikan sebagai pendukung dilaksanakannya pembayaran 100% kepada pihak kontraktor.

Sebut saja Berita Acara Pemeriksaan Fisik (BAPF), Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan (BAPP) Nomor 375/BAP/SM.3.3/XI/2012, Berita Acara Serah Terima (BAST) Panitia Penerima Barang/Jasa Nomor 438/BAST/-PBJ/SMXI/2012 dimana masing-masing dokumen itu tertanggal 26 Nopember 2013 dan semuanya menyatakan bahwa pekerjaan pengadaan lift telah dinyatakan selesai 100% dalam keadaan baik/cukup, padahal secara faktual kondisi fisik proyek pengadaan lift pada periode waktu terbitnya dokumen itu baru selesai kurang dari 50%.‬

‪Lebih parah lagi karena pekerjaan proyek pengadaan lift itu disubkontrakkan secara keseluruhan oleh PT KIS sebagai pemenang lelang kepada PT LMP, dan ironisnya PT LMP itu telah terikat perjanjian kerjasama pangadaan dan pemasangan atas delapan unit service elevator merk Louser dengan pihak lain yakni PT LH pada tanggal 16 Juli 2012 dengan nomor L0216/HK/LMP/VII/2012 sebelum pihak Kementerian Koperasi dan UKM mengumumkan pemenang lelang .‬

‪Dalam pengerjaannya proyek pengadaan lift tersebut senilai Rp 23 miliar dilaksanakan oleh PT. Karuniaguna Intismesta (PT. KIS) sesuai kontrak Nomor 486/Kont/SM.3/VIII/2012 tertanggal 27 Agustus 2012 antara Kementerian Koperasi dan UKM dengan PT KIS. Pekerjaan pengadaan lift itu telah dibayarkan secara 100% kepada PT KIS melalui SP2D Nomor 211958A/019/110 tanggal 10 Desember 2012 dengan dilampiri Berita Acara Serah Terima (BAST) Panitia Penerima Barang/Jasa Nomor 438/BAST/-PBJ/SMXI/2012 tertanggal 26 Nopember 2012 yang menyatakan bahwa pekerjaan pengadaan lift telah dinyatakan selesai 100% dalam keadaan baik/cukup.

BAST tersebut dibuat berdasarkan Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan (BAPP) Nomor 375/BAP/SM.3.3/XI/2012 tertanggal 26 Nopember 2012 dan Berita Acara Pemeriksaan Fisik (BAPF) tertanggal 26 Nopember 2012 yang masing-masing menyatakan pekerjaan pengadaan lift telah selesai 100% dalam keadaan baik/cukup.

Dugaan kerugian keuangan Negara itu ditimbulkan karena PT KIS sebagai pemenang lelang proyek dan telah dibayarkan 100% sebesar Rp 23 miliar namun oleh PT KIS pekerjaan pengadaan lift itu di subkontrakkan lagi kepada PT Louserindo Megah Permai (PT LMP) senilai Rp 4,026 miliar. Selisih antara nilai kontrak yang diterima PT KIS dari Kementerian Koperasi dan UKM dengan realisasi pekerjaan proyek pengadaan lift yang dilaksanakan oleh PT LMP itulah potensi kerugian Negara terjadi. Sehingga terdapat dana proyek yang tidak jelas peruntukannya sebesar Rp 16 miliar.

BACA JUGA: