JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) yang digagas Kepala Kepolisian Jenderal Tito Karnavian dan di Dukung Komisi III DPR, kini masih  menjadi polemik menyusul ketidaksetujuan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Pembentukannya yang telah matang dikonsep Polri ini masih maju mundur. Setelah Wakilk Presiden Jusuf Kalla menyatakan menolak dan memberi restu kelahiran Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi ini. Alasannya pembentukan Densus justru akan menimbulkan kegaduhan baru dan menimbulkan ketakutan dikalangan birokrasi untuk mengambil kebijakan. Akibatnya polisi pun harus menimbang ulang rencana pembentukan Densus Khusus Tipikor yang sebelumnya dikonsep akan serupa dengan Densus Antiteror yang sebelumnya dinilai cukup berhasil dan mengangkat nama Kepolisian.

Kini Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun menegaskan, bahwa rencana pembentukan Detasemen Khusus (Densus) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polri masih dalam batas rencana atau usulan. Pemerintah baru akan membahasnya pada Rapat Terbatas (Ratas) kabinet minggu depan.

"Itu kan rencana, itu masih usulan, nanti minggu depan akan kita bahas dalam Rapat Terbatas," ujar Presiden kepada wartawan usai menghadiri Penutupan Kongres XI Legiun Veteran Republik Indonesia Tahun 2017 di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (19/10) siang.

Sementara Menteri Koordinator (Menko) bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Wiranto mengatakan, pembentukan Densus Tipikor yang sekarang sedang digodok Polri merupakan suatu bagian dari semangat untuk mengambil bagian dari penanggulangan dan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Menurutnya semua elemen bangsa sekarang prihatin korupsi enggak habis-habis, selalu ada bahkan sudah merambah ke beberapa institusi yang tadinya tidak ada. Oleh karena itu, lanjut Menko Polhukam, semangat itu ada. Termasuk kepolisian punya semangat. Sehingga mempunyai usulan, membentuk Densus Tipikor.

Ia mengatakan karena baru berupa pemikiran, baru usulan, tentu akan melalui proses yang panjang. Nanti akan ada Rapat Koordinasi di Menko Polhukam, karena sebelum Ratas Kabinet yang dipimpin Presiden, sudah ada intruksi agar disaring dulu di Menteri Koordinator.

“Jadi nanti disaring dulu di Menteri Koordinator, akan dirapatkan, akan dibincangkan manfaat dan mudaratnya, lalu setelah itu baru nanti masuk ke Rapat Terbatas Kabinet langsung dipimpin Presiden dan Wakil Presiden. Di sana nanti akan diputuskan,” jelas Wiranto, seperti dikutip setkab.go.id.

Ide pembentukan Densus Tipikor ini Menurut Wakil Ketua Komisi III Trimedya Panjaitan berawal dari pertanyaan-pertanyaan Komisi III kepada Polri, dimana Polri terlihat kurang gereget dalam menangani perkara korupsi. Padahal Polri memiliki Direktorat Kriminal Khusus, namun penanganan kasus korupsi belum berjalan baik.  

Diakui Trimedya pembentukan Densus Tipikor bukanlah hal yang terencana. Ide terbentuknya Densus Tipikor muncul dari kegelisahan Komisi III terhadap pemberantasan korupsi yang dilakukan Polri.

"Tempo hari memang, kira-kira bulan 2 atau bulan 3 kami kan rapat rutin 2-3 bulan sekali dengan 14 pasangan kerja Komisi III. Nah, kita muncul pertanyaan dari kawan-kawan Komisi III, kok Polri ini nggak gereget dalam pemberantasan korupsi," kata Trimedya di DPR, Selasa (17/10).

Dari sini Komisi III mulai memunculkan ide soal pembentukan lembaga khusus. Hingga kemudian muncullah istilah Densus Tipikor dari Kapolri Tito.

"Akhirnya kita minta kepada Pak Tito, bagaimana kalau ada lembaga khusus. Dan dari diskusi-diskusi itu yang menemukan istilah Densus itu adalah Pak Tito sendiri. Mungkin karena beliau punya pengalaman di Densus Teroris, beliau menyampaikan itu. Kemudian kita sepakat dengan istilah itu. Masuklah dalam kesimpulan rapat," jelas Trimedya.

Usulan itu akhirnya masukkan dalam kesimpulan rapat dan Kapolri diminta menyiapkan detail soal konsep, hingga penganggaran Densus Tipikor pada rapat selanjutnya.

"Jadi itu ide dasarnya, tidak ada by design, dan tidak ada juga upaya ingin bersaing dengan konteks yang negatif dengan KPK. Karena sampai kemarin semua pimpinan KPK setuju dengan Densus Tipikor. Saya kira itu kan sampai jam 2 rapat terbuka setelah itu tertutup. Setuju tuh pimpinan KPK semua, dengan Densus tidak ada yang keberatan. Bahkan saya baca statement Wakil Pimpinan KPK Pak Laode, dia bilang memang korupsi di negara kita ini harus dikeroyok," tuturnya.

Bahkan Kapolri belakagan mengusulkan anggaran operasional untuk Densus Tipikor sebesar Rp2,6 triliun.  Trimedya sendiri menilai anggaran tersebut sepadan untuk penanganan korupsi.

Trimedya juga menyebut usulan pembentukan Densus Tipikor pernah disampaikan Tito kepada Presiden. Menurutnya, Presiden Jokowi disebutkan merespons positif rencana tersebut.

"Hanya, Presiden meminta supaya dipaparkan di rapat terbatas di kabinet sana. Kemudian surat dari Kapolri kepada MenPAN sudah dikirim dalam rangka struktur. Tapi kami juga belum dijelaskan secara detail seperti apa strukturnya. Hanya disampaikan bahwa di pemimpinnya nanti ini bintang 2. Nah, bagaimana strukturnya di bawahnya itu, kemudian ditingkat polda, lalu kemudian bagaimana di tingkat polres satwil-satwil itu belum dijelaskan kepada kita," ujar Trimedya.

Bahkan belakangan diusulkan agar gampang koordinasi agar ada jaksa dan polisi khusus untuk desk tipikor.

"Niatnya beliau Kapolri supaya perkara itu tidak bolak-balik," kata Trimedya.

Namun Jaksa Agung berpendapat, pada pilihan kedua terkait Densus Tipikor mereka berkoordinasi seperti densus teroris, dimana di kejaksaan juga ada desk soal teroris. Maka Kejaksaan akan membentuk satgas tipikor, jadi densus ini nanti berkoordinasi dengan satgas tipikor.

Disebutkan Trimedya landasan hukum pembentukan Densus Tipikor mengacu pada UU No 2/2002 tentang Polri. "Sama dengan pembentukan densus teroris, tidak ada yang ilegal pembentukan Densus Tipikor ini," jelasnya.

Menyusul segala kesiapan itu Polri pun menargetkan Densus Tipikor sudah terbentuk pada akhir tahun 2017 ini,  dan akan efektif beroperasi pada tahun 2018. Bahkan
Polri mengajukan anggaran sebesar Rp 2,6 triliun untuk pembentukan Densus Tipikor ini. Rencananya lembaga ini akan menjalankan sistem anggaran at cost, yakni ada anggaran yang berlebih bisa dikembalikan lagi ke negara.


TAK DIRESTUI WAPRES - Rencana Komisi III dan Kapolri awalnya memperoleh angin dari Presiden. Sebab menangggapi  pembentukan Densus Tipikor ini, Presiden Jokowi sempat menyatakan yang terpenting pemberantasan korupsi bisa kuat dan dipercepat.

"Saya pernah mendengar memang Pak Kapolri sudah melaporkan kepada Presiden. Nah sekali lagi concern Presiden adalah Densus Antikorupsi ini nantinya harus bisa mempercepat upaya pemberantasan korupsi. Yang kedua, juga harus ada sinergitas antara Polri, KPK, dan Kejaksaan," ujar Juru Bicara Presdien Johan Budi di Kantor Staf Presiden, Jl Veteran, Jakarta, Selasa (17/10).

Kepresidenan juga menyatakan tak khawatir dengan risiko Densus Tipikor ini bakal mengeliminasi peranan KPK dalam menangani permasalahan korupsi.

"Kalau menurut penjelasan Pak Kapolri (Jenderal Tito Karnavian) kan tidak (Densus Tipikor bukan melemahkan KPK), namun dalam rangka untuk memperkuat (pemberantasan korupsi), dan sinergi itu digaris bawahi oleh Polri, oleh Kapolri. Ini saya baca," tutur Johan

Namun belakangan usulan tersebut justru ditolak oleh  Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Wapres justru meminta pemberantasan korupsi tetap berada di tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Jadi cukup biar KPK dulu,  toh sebenarnya polisi, kejaksaan juga masih bisa menjalankan tugas itu. Tidak berarti perlu ada tim baru untuk melakukan itu. Tim yang ada sekarang juga bisa," kata JK di kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (17/10).

JK berpendapat perlu ada kehati-hatian dalam pemberantasan korupsi. "Itu juga penting karena salah satu yang melambatkan semua proses itu, di samping birokrasi yang panjang, juga ketakutan pengambilan keputusan. Nanti kalau semua bisa tangkapin orang di mana saja bisa habis juga itu pejabat," ujar JK.

Oleh karenanya, JK berpendapat, lebih baik pemberantasan korupsi tetap difokuskan ke KPK. Sedangkan penegak hukum lainnya seperti Polri dan Kejaksaan Agung tetap bisa membantu.

"Kalau nanti di seluruh Indonesia sampai Kapolres, Kapolsek bisa menimbulkan ketakutan juga bahaya. Kalau semua pejabat takut ya sulitnya walaupun dia tidak korup, takut juga dia mengambil keputusan," ujarnya.

Menurut JK, beberapa alasan kekhawatiran pemerintah soal pembentukan Densus Tipikor adalah terkait obyetifitas. "Kadang kadang objektifitas juga harus dijaga jangan hanya ini yang penting membasmi kadang-kadang disapu semua, ketakutan yang muncul sama juga akibatnya kita tidak bisa membangun kalau muncul ketakutan," jelasnya. (dtc/rm)

BACA JUGA: