JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus pembunuhan mantan Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen yang menjebloskan mantan Ketua KPK Antasari Azhar kembali diungkit. Antasari menagih janji Polda Metro Jaya menindaklanjuti laporannya pada 2001 silam. Bahkan, Antasari melaporkan dugaan rekayasa kasusnya diotaki mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Bareskrim Polri pada Selasa (14/2).

Bola panas yang dilempar Antasari kini ada ditangan Polri. Kuasa Hukum Antasari Azhar, Boyamin Saiman meminta Polri serius menanganinya dan jangan setengah hati. Soal bukti-bukti, penyidik dapat membuka kembali.

Boyamin mengancam, jika polisi tak serius mengusut, pihaknya akan melakukan upaya hukum lainnya. "Polisi harus serius usut (rekayasa kasus Antasari), kalau tidak kita akan praperadilan," kata Boyamin kepada gresnews.com, Sabtu (18/2).

Pada 2001 silam, Antasari melaporkan SMS gelap tersebut ke polisi. Pertama, perkara dugaan penyalahgunaan teknologi informasi (TI) melalui pesan singkat (SMS). Kedua, laporan mengenai dugaan saksi palsu yang mengaku melihat SMS itu. Namun kasusnya tak pernah ditindaklanjuti oleh Polda Metro Jaya.

Pada 2013, Antasari melalui kuasa hukumnya Boyamin pernah menggugat praperadilan atas laporan Antasari. Saat itu kata penyidik, kasus tersebut tidak dihentikan. Akibatnya gugatan praperadilan yang diajukan Boyamin ditolak. Bahkan penyidik bakal memeriksa Antasari.

Boyamin sendiri melihat polisi ogah-ogahan menyelidikinya. Tak heran selang beberapa waktu saat grasi kliennya diterima Presiden, langsung menagih ke Kapolda Metro Jaya Irjen M Iriawan. "Belum ada sampai hari ini, belum ada perkembangan apa-apa. Kemarin dijanjikan akan ditindaklanjuti, sampai hari ini belum ada," kata Boyamin.

Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar mengaku kasus Antasari yang dilaporkan ke Bareskrim dalam proses penyelidikan. Dari pernyataan itu, tersirat polisi enggan membuka kasus ini. Pasalnya, Boy mengatakan, laporan Antasari berkaitan dengan kasus yang sudah berkekuatan hukum tetap. Bahkan, Antasari mengajukan grasi dan dikabulkan Presiden Joko Widodo.

"Artinya, kalau orang memohon grasi, kan orang mengakui dari perbuatan yang dilakukan, meminta pengampunan," ujar Boy di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Kamis (16/2).

Oleh karena itu, kata dia, polisi perlu cermat dalam menelusuri pelaporan Antasari. Terlebih lagi, kata Boy, proses hukum Antasari dalam kasus pembunuhan Direktur Utama PT Rajawali Putra Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen, sudah bergulir panjang dan mencapai tahap final

"Ini berkaitan dengan perkara yang memiliki kekuatan hukum yang tetap, sudah sampai ke PK (Peninjauan Kembali), bahkan Pak Antasari sendiri sudah mendapat grasi dari Pak Presiden," kata Boy.

Boy mengatakan umumnya orang mengajukan PK dan grasi adalah orang yang mengakui kesalahannya dan meminta pengampunan pada Presiden. "Dipelajari dulu aspek hukumnya oleh penyidik. Apakah kasus ini berdiri sendiri atau ini merupakan suatu hal, perkara yang secara realitas sudah sampai tahap inkrah," kata Boy.

DIRAGUKAN - Indonesia Police Watch (IPW) mendukung Polri membuka kembali kasus kematian Nazaruddin, mantan Dirut PT Putra Rajawali Banjaran. Namun IPW meragukan keseriusan Polri. "Tapi apa mungkin Polri mau memproses kasus yang diungkap Antasari ini dengan tuntas, mengingat para penyidik polri yang menangani kasus kematian nazaruddin sudah menjadi pejabat tinggi di institusinya," kata Ketua Presedium IPW Neta S Pane, Kamis (16/2).

Jika ingin membuka kembali, Polri diharapkan profesional menuntaskannya dan semua penyidik yang terlibat dalam menangani kasus Nazaruddin perlu dinonaktifkan dari jabatannya agar proses kasus ini tidak masuk dalam ranah konflik kepentingan. Selain itu proses penanganannya perlu diawasi Tim Independen mengingat banyaknya kejanggalan dalam proses pengungkapan kasus kematian Nazaruddin tersebut.

Di antara penyidik yang saat ini punya posisi penting adalah Kapolda Metro Jaya Irjen N Iriawan. Saat itu Iriawan adalah Dirkrimum Polda Metro. "Jika kasus Antasari ini mau dibuka lagi, Kapolda Metro harus dinonaktifkan dari jabatannya agar tidak terjadi konflik kepentingan sebab saat itu Iriawan lah sebagai direskrimum yang memimpin penanganan kasus kematian Nasrudin dan menangkap Antasari," kata Neta.

Maka kunci jawaban dari apa yang dipaparkan Antasari itu tentu ada di Irjen Iriawan dan Kapolda Metro Jaya saat itu serta Kapolri waktu itu. Jika kasus ini hendak dibuka lagi para petinggi Polri itu harus diperiksa. "Melihat semua itu tentu sangat mustahil untuk membuka kembali kasus kematian Nasrudin dan membuka apa yang diungkap Antasari," kata Neta.

KURANG BUKTI - Polda Metro Jaya mengakui ada kendala dalam pengusutan pelaporan Antasari Azhar terkait SMS gelap. Kendalanya pada sistem perusahaan provider dimana SMS tersebut dikirim.

"Kita masih mengupayakan providernya di situ, ada rekamannya di situ. Karena kalau provider kalau untuk ngangkat beberapa tahun kesulitan di situ," ucap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono di kantornya, Jumat (9/2).

Kata Argo, selain sistem provider, penyelidikan juga terkendala pada minimnya bukti yang diberikan oleh pelapor. Argo menjelaskan, saat itu pihaknha hanya menerima bukti berupa bundelan fotokopi mengenai percakapan hakim dan pembicaraan-pembicaraan di persidangan.

"Sekarang gini, provider nyimpen data dari tahun berapa ke tahun berapa data itu. Dia cuma kasih barang bukti fotokopi percakapan. Itu dari mana fotokopi. SMS dari mana. Polisi netral," ungkap Argo.

Sebelumnya, Antasari kembali mengeluarkan peluru untuk menekan SBY. Dia membeberkan pihak-pihak yang diduga sebagai dalang dan mengetahui kasus kriminalisasi terhadapnya. Dia menyebut ada peran Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah petinggi Polri saat itu.

Terkait tuduhan itu, Kapolda Metro Jaya Irjen Iriawan menanggapi santai. Bahkan dia enggan menanggapi ocehan Antasari Azhar soal keterlibatan SBY dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.

"Saya pikir saya tak perlu menanggapi, karena sudah selesai kasus yang saya tangani. Waktu itu saya memang ketua tim penyidikan, sebagai. Sudah inkracht, apa yang mau saya tanggapi?" kata Iriawan saat meninjau TPS IV Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (15/2).

Iriawan juga enggan menanggapi terkait pesan singkat yang diyakini oleh Antasari Azhar sebagai ´kartu As´ untuk membongkar kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. Iriawan menyebut pesan singkat itu tak pernah diberikan ke kepolisian sebagai barang bukti sehingga penyelidikannya masih berjalan.

"Kan sudah ditangani oleh Dirkrimsus itu, beberapa kali ditanyakan buktinya mana. Nggak pernah diberikan juga oleh beliau. Kalau ada silakan, silakan publik melihat, kalau ada silakan. Yang jelas saya tak akan menanggapi kasus hukum yang sudah dijalankan, karena sudah selesai," ujarnya.

BACA JUGA: