JAKARTA, GRESNEWS.COM - Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) lantaran dianggap melanggar prinsip kesamaan tiap orang di depan hukum. Gugatan ini terkait dengan pasal yang memperbolehkan pihak ketiga melaporkan pada polisi penghinaan yang dilakukan pihak pertama terhadap pihak kedua. Padahal putusan Mahkamah Konstitusi pernah memutuskan jika terjadi penghinaan maka orang yang dirugikan langsung alis pihak pertama yang berwenang melaporkan pihak kedua pada polisi. Bukan pihak ketiga yang melaporkan.

Gugatan atas pasal dalam UU KUHP ini dimohonkan oleh dua aktivitis lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Tegal, Agus Slamet dan Komar Raenudin. Keduanya sempat ditahan selama lima bulan dan dengan jaminan akhirnya bebas menjadi tahanan kota. Mereka dilaporkan pihak ketiga yakni Amir Mirza Hutagulung ke polisi karena dianggap mencemarkan nama baik Walikota Tegal Siti Masitha.

Amir ini tidak berkepentingan langsung atas dugaan penghinaan pada Walikota Tegal, dia adalah. Keduanya hanya membuat status di halaman facebook yang bernada kritis terhadap Walikota Tegal tersebut. Kedua aktivitis ini terjerat Pasal 319 KUHP yang berisi ketentuan pidana atas kasus penghinaan.

Pasal 319 KUHP menyatakan penghinaan terhadap seseorang tidak akan mendapat ancaman dituntut jika tidak ada pengaduan dari orang yang terkena jahat kecuali berdasarkan Pasal 316 KUHP. Adapun bunyi Pasal 316 KUHP menyebutkan adanya penambahan sanksi bagi penghina sebanyak sepertiganya jika yang dihina adalah pejabat negara.

Dalam sidang perdana, kuasa hukum pemohon Victor Santoso Tandiasa menjelaskan adanya frasa ´kecuali berdasarkan Pasal 316´ menunjukkan kalau yang dihina adalah pejabat negara maka pihak ketiga atau yang tidak berkepentingan langsung boleh melaporkan penghinaan yang dilakukan orang lain. Padahal berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi perkara Nomor 013/PUU-IV/2006 tentang pengujian Pasal 134, Pasal 136, dan 137 KUHP mengenai penghinaan presiden dan wakil presiden, presiden harus melaporkan sendiri ketika terjadi penghinaan atas dirinya.

"Presiden saja harus melaporkan sendiri. Karena ada Pasal 319, memungkinkan orang lain juga bisa melaporkan ketika ada pejabat yang dihina," ujar Victor dalam sidang pengujian UU KUHP di gedung MK, Jakarta, Kamis (19/3).

Selanjutnya, kuasa hukum pemohon Kurniawan menuturkan kalau presiden saja harus melaporkan sendiri ketika ada orang yang menghinanya maka seharusnya pejabat publik lainnya yang berada di bawah presiden juga berlaku hal yang sama. Ia mencontohkan dalam konteks kasus yang dialami pemohon, pihak ketiga dianggap tidak bisa melaporkan pemohon atas dugaan penghinaan terhadap Walikota Tegal.

"Tapi ini dilematis ketika ada Pasal 319. Untuk itu kita uji frasa itu karena saya kira sudah melanggar semangat demokrasi. Frasa itu sudah memberikan ruang pada seorang pejabat untuk mendapatkan keistimewaan dan memperoleh kedudukan martabat berbeda di hadapan hukum dan warga negara lainnya. Karena itu frasa ini bertentangan dengan UUD 1945," ujar Kurniawan pada kesempatan yang sama.

Menanggapi hal ini, Hakim Konstitusi Muhammad Alim menuturkan frasa yang digugat dibandingkan pemohon dengan putusan MK terkait penghinaan pada presiden dan wakil presiden. Ia menyatakan pasal sempat digugat ke MK tersebut merupakan ´pasal kolonial´ yang digunakan untuk menakut-nakuti masyarakat agar jangan melawan presiden.

"Tapi harus lebih saudara jelaskan bagaimana saudara gambarkan bahwa presiden dan wakil presiden saja tidak harus dibedakan dengan rakyat biasa dalam permohonan saudara," ujar Muhammad pada kesempatan yang sama. Adapun masukan dari hakim akan diperbaiki pada sidang selanjutnya.

BACA JUGA: