JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sudah hampir tiga minggu kasus meninggalnya Wayan Mirna Salihin (27) karena racun sianida dalam kopi di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, bergulir kini memasuki babak baru. Polisi akhirnya menetapkan Jessica Kumala Wongso sebagai tersangka.

Namun benarkan Jessica pelaku sesungguhnya mengingat polisi tidak menemukan alat bukti yang merujuk langsung ia sebagai pelakunya. Alat bukti yang diajukan polisi seputar keterangan saksi dan ahli semata. Namun sikap Jessica yang sangat tenang dalam menghadapi kasus ini pun mengundang beragam penafsiran.

Jessica ditangkap penyidik Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya di Hotel Neo tadi pagi pukul 07.45 WIB. Polisi pun langsung memeriksa Jessica tentang kesaksiannya yang tidak konsisten terkait tewasnya Mirna.

"Kami masih lakukan pemeriksaan dalam status sebagai tersangka bukan lagi sebagai saksi," ujar Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Khrisna Murti, di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Sabtu (30/1).

Menurut Krishna, polisi sudah mengantongi empat alat bukti sebagai dasar penetapan tersangka. Salah satu yang dianggap penting adalah keterangan Jessica saat diperiksa sebagai saksi.

"Salah satu yang krusial adalah keterangan saksi saudara J pada saat diperiksa sebagai saksi keterangan sangat tidak konsisten dan sangat tidak sesuai dengan fakta yang kami miliki," ujar Krishna.

Ia mengatakan penyidik masih mengkonfirmasi keterangan tersebut pada Jessica. "Itu keterangan yang akan kami tanyakan sekarang ketika pemeriksaan sebagai tersangka kami konfirmasi apakah keterangan masih tetap atau dia malah memberikan keterangan yang lain," sambungnya.

"Kan kalau saksi, dia disumpah dengan kitabnya masing masing. Dia harus berbicara enggak boleh bohong. Kalau tersangka, dia boleh ingkar, punya hak ingkar silakan saja," imbuhnya.

Sesuai aturan, penetapan tersangka bisa dilakukan dengan minimal dua alat bukti. Sementara Polda Metro mengaku memilik empat alat bukti namun masih diminta dilengkapi oleh Kejaksaan saat hendak menaikkan kasus ini.

Soal empat alat bukti yang dimiliki polisi, Khrisna mengungkap garis besarnya. "Alat bukti keterangan saksi kami miliki, banyak, kurang lebih 20 keterangan saksi. Keterangan ahli ada enam, yang sudah diperiksa dan akan tambah lagi. Petunjuk dokumen atau surat sudah kami miliki, barbuk atau petunjuk yang kesesuaian satu sama lain sudah kami miliki," ujar Krishna.

SIKAP JESSICA GANJIL - Sikap Jessica selama pemeriksaan sebagai saksi ini mengundang polemik. Terlebih Jessica menunjukkan sikap yang tenang dan bahkan banyak tampil di televisi.

Pakar Hypnoterapi Dewi P. Faeni menjelaskan jika seseorang tak bersalah, tidak perlu menjustifikasi harus mengiklankan dirinya. "Kalau dia tidak bersalah harusnya diam seperti saksi lainnya, tak melakukan justifikasi di media dan tak perlu ada defense mekanisme," ungkapnya dalam diskusi Polemik bertajuk ´Mencari Sang Pembunuh´ di Waroeng Daun, Jl Cikini Raya, Jakpus, Sabtu (30/1).

Dewi berpendapat selama tampil di media elektronik, Jessica, menunjukkan tanda-tanda orang yang tidak mengatakan hal sesungguhnya. Misalnya eye movement-nya sangat cepat yang menunjukkan suatu refleksi dari nervous. Selanjutnya Jessica sering melihat ke atas, itu berarti orang sedang berusaha membangun fakta.

"Saya hanya lihat dia dari ekspresi wajah. Walau di akhir-akhir sudah mulai tenang, sudah seperti dilatih," urainya.

Namun dikatakan Dewi, ada dua kemungkinan mengapa Jessica menunjukkan ekspresi seperti itu. Pertama adalah karena memang belum terbiasa sehingga itu perilaku bawah sadarnya. Atau memang ada perilaku sadar yang memang muncul.

"Tidak ada orang yang benar-benar bisa berbohong. Ada tandanya, apakah tangannya bergoyang," ujarnya.

Tak hanya itu, Dewi juga melihat adanya inkonsistensi yang dilakukan oleh Jessica. Pertama adalah saat dia yang memesankan minuman untuk Mirna dan temannya, Hani, kemudian langsung membayarnya.

"Lalu jam 4 sore kenapa harus minum cocktail? jam segitu biasanya minum kopi. Menurut saya ada sesuatu yang membuatnya deg-degan sehingga harus meminum sesuatu untuk sedatifnya. Dilihat cocktail, ada faktor alkoholnya. Itu suatu kecurigaan. Menurut saya cocktail di sore hari itu ganjil," terang dia.

Kecurigaan lain dilihatnya saat Jessica seolah-olah tidak terdampak dengan pemeriksaan yang dilakukan polisi. "Ada saksi lain saat ditanya ketakutan menutupi rambut. Tersangka yang sekarang ditangkap malah seperti menikmati. jadi ini patut dicurigai. Kalau mau lihat seseorang mengatakan sebenarnya, cukup dilihat dari ekspresi muka. Mata adalah jendela," tuturnya.

Cara-cara yang dilakukan Jessica melalui media dinilai sedang beradu argumen dengan pihak kepolisian. Tak ada tanda-tanda kesedihan setelah kematian sahabatnya juga disebut Dewi patut dipertanyakan.

"Harusnya ada perasaan sedih, empati. Seperti yang terlihat di beberapa saksi, sangat-sangat tegang. Itu yang tidak saya lihat," ungkapnya.

UNGKAP DENGAN TRANSPARAN - Pendapat berbeda disampaikan psikolog forensik Reza Indragiri Amriel menilai pelaku pembunuhan Mirna bukanlah Jessica. Ia menyebut ada berbagai kejanggalan jika dilihat dari ilmu yang dipelajarinya.

"Kuat menduga ini salah sasaran," ungkap Reza dalam diskusi Polemik di Waroeng Daun, Jl Cikini Raya, Jakpus, Sabtu (30/1).

Menurut Reza ada aktor intelektual dalam kasus Mirna ini mengingat senjata pembunuhan adalah racun. Model senjata racun ini menunjukkan pelaku ingin mengambil jarak dari tempat kejadian perkara (TKP).

Ia menjelaskan bahwa kejahatan hanya bisa terjadi kalau ada tiga unsur yakni ada pelaku, lokasi, dan korban di situ. Penggunaan racun karena pelaku ingin mengambil jarak. Untuk itu Reza menduga bahwa pelaku sebenarnya dalam kasus ini justru berada di luar lokasi pembunuhan.

Menurutnya sianida bukan racun yang gampang dibeli di pasaran. Untuk bisa bisa membunuh seseorang yang bukan tokoh penting, risikonya disebut Reza sangat berat.

Bahkan saking berbahaya sianida di beberapa negara hanya bisa dibeli khusus via online. Pembeli harus memasukkan data, lisensi dan menjelaskan sianida tersebut digunakan untuk apa dan seberapa banyak. "Kalau data yang dibeli simpang siur, maka pembelian akan dicegah," ucap Reza.

"Saya tidak yakin kasus ini akan terungkap," tambah dia.

Reza justru menggarisbawahi mengenai dampak terhadap Jessica sendiri jika memang ia bukanlah pelaku sebenarnya. Dengan segala publisitas yang akhirnya memunculkan opini publik, akan sangat tidak tepat jika ternyata pengungkapan kasus ini salah.

"Yang dialami Jessica itu mimpi buruk. Bahwa ketika proses pidana ketika teman-teman di Polda Metro Jaya mengalami kekikukan, itu terasa. Bukan itu muncul sedemikian rupa, yang parah adalah sanksi sosialnya itu menciptakan ketersiksaan tersendiri bagi seseorang," tukas Reza.

Hal senada juga diungkapkan oleh Peneliti Hukum dan Pakar Viktimologi UI Heru Soesetyo. Menurutnya, ada banyak bumbu yang tidak perlu dalam kasus kematian Mirna.

"Saya khawatir walau Jessica ditangkap, kasus tidak akan terungkap. Ini sudah kasus publik," ujar Heru.

Heru juga menekankan kepada petugas kepolisian untuk benar-benar mengedepankan aturan hukum dalam mencari siapa pembunuh Mirna sebenarnya. Menurutnya jangan sampai polisi hanya melindungi selera masyarakat bukan untuk peradilan sendiri.

"Jangan takut dibilang tidak populer, jangan hanya mengikuti keinginan selera masyarakat timbul viktimisasi sehingga muncul korban lain selain Mirna. Keterlibatan segala ahli sangat diperlukan, untuk memberikan kontribusi dalam penyidikan," bebernya.

Masyarakat juga diminta untuk tidak langsung menghakimi seseorang jika belum ada peradilan di pengadilan. Jessica sendiri berpotensi menjadi seorang korban terkait kasus ini.

"Polisi perlu membuktikan capable, sehingga saya khawatir mereka menentukan tersangka karena desakan masyarakat. Bukan karena benar-benar dia (Jessica) tersangkanya," ungkap Heru.

Kompolnas pun meminta polisi dapat membuktikan secara hukum bahwa tersangka Jessica benar-benar bersalah. "Jika tersangka tetap membantah, tidak ada ada salahnya kalau polisi menggunakan lie detector alat uji kebohongan kepada tersangka," saran Komisioner Kompolnas Edi Hasibuan, Sabtu (30/1).

Edi berharap penyidikan kasus tersebut berjalan transparan. Kompolnas meminta kepada Polda terus melengkapi proses penyidikan dan melengkapi bukti-bukti yang cukup agar kasus ini transparan dan tidak ada kecurigaan masyarakat ada hal yang dipaksakan. (dtc)

BACA JUGA: