JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi menolak gugatan pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) yang dimohonkan mantan ketua MK Akil Mochtar. MK berpendapat, dalam kasus pencucian uang, tidak wajib dibuktikan dahulu tindak pidana asalnya.

Menyikapi hal itu, Masyarakat Antipencucian Uang menyatakan sangat mengapresiasi putusan MK tersebut. Alasannya, MK masih memandang tindak pidana pencucian uang sebagai kejahatan nonkonvensional yang membutuhkan upaya berbeda dengan tindak pidana umum.
 
"Terkait dissenting opinion dari dua hakim konstitusi, itu sah-sah saja sebagai bentuk kemandirian hakim," kata pegiat Koalisi Masyarakat Antipencucian Uang Refki Saputra kepada Gresnews.com, Jumat (13/2).

Hanya saja, kata dia, berkaca dari putusan MK yang tidak bulat dengan adanya dissenting opinion dari Hakim Konstitusi Aswanto dan Maria Farida Indrati tersebut, memang masih perlu banyak diskusi lagi soal penerapan rezim anti pencucian uang. Refki menjelaskan, sejarah perkembangan rezim anti-pencucian uang adalah karena sulitnya membuktikan kejahatan-kejahatan yang terorganisasi.

Seperti yang dilakukan oleh Al Capone sekitar tahun 1930 di Chicago, Amerika Serikat. Upaya menjerat Al Capone yang sangat lihai berkelit dalam menutupi hasil kejahatannya dilakukan bukan dengan menuntutnya atas tindakan pemerasan, pembunuhan, bisnis prostitusi, perjudian, dan perdagangan minuman keras ilegal. Penegak hukum justru menuntut Al Capone dengan tuduhan menggelapkan pajak (tax evasion).  
 
Al Capone tidak melaporkan pajak dari tempat-tempat usahanya yang digunakan untuk menyamarkan harta hasil kejahatan yang dilakukan. Akibatnya, penyidik pajak Negara Federal atau Internal Revenue Service (IRS) berhasil menggiring seorang bos mafia kejahatan ke pengadilan atas pidana pajaknya.

Tuntutan pidana pajak terhadap Al Capone dikarenakan tindakan penyamaran harta hasil kejahatan oleh Capone semasa itu belum dipandang sebagai tindakan pencucian uang (money laundering). Tindakan itu masih dianggap sebagai bentuk pengelakan dari kewajiban membayar pajak.
 
"Penggunaan rezim anti-pencucian uang adalah sebagai cara atau strategi untuk membuka tabir tindak pidana asal yang ada dibelakangnya," kata Refky.

Pengalaman sulitnya membongkar kejahatan yang terorganisasi, maka cara-cara mengungkap kejahatan dengan pendekatan menelusuri jejak-jejak kejahatan beralih menjadi menelusuri jejak-jejak aliran urang hasil kejahatan. Metode ini akan menggiring kepada siapa sesungguhnya penikmat harta tersebut, dimana pada posisi itu dialah sesungguhnya aktor utama dibalik kejahatan tersesebut.
 
Penggunaan instrumen anti-pencucian uang adalah untuk menyeret seorang pelaku kejahatan (tindak pidana asal) ke pengadilan atas tuduhan transaksi-transaksi mencurigakan yang ia lakukan untuk mengaburkan aktivitas kejahatan yang ia lakukan dan ia nikmati hasilnya. "Dengan kata lain, pada dasarnya tindak pidana asal tidak harus dibuktikan, tetapi terhadap pelakunya harus dikenakan hukuman dan hasil kejahatannya dirampas untuk negara," ujar Refky.   
 
Selain itu, kata dia, konsep pencucian uang juga memiliki dimensi yang hampir sama dengan tindak pidana penadahan (heling). Dimana, seseorang yang disangka melakukan penadahan tidak harus menunggu terlebih dahulu ada pelaku pencurian yang ditangkap dan dihukum, baru perkara penadahannya bisa diproses.
 
Dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 79/K/KR/1958 tanggal 9 Juli 1958 dijelaskan jika konsep penadahan tidak perlu membuktikan terlebih dahulu, menuntut dan menghukum orang yang mencuri sebelum menghukum orang yang menadah. Dengan adanya orang yang kecurian dan adanya barang-barang yang berasal dari pencurian itu terdapat pula penadahnya, sudahlah cukup untuk menuntut yang bersangkutan karena penadahan.
 
Pada dasarnya, antara tindak pidana asal dan juga pencucian uang adalah tindak pidana yang berdisi sendiri, walapun berkaitan. Jika tindak pidana asal dan pencucian yang dilakukan oleh orang yang sama, maka dalam hukum dikenal isitilah perbarengan perbuatan atau consursus realis. "Dalam hal ini, perbuatan tindak pidana asal dan tindak pidana pencucian uang adalah perbuatan yang terpisah dan berdiri sendiri," tegas Refky.

BACA JUGA: