JAKARTA, GRESNEWS.COM - Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015 (UU APBN TA 2015) digugat sejumlah pemohon ke Mahkamah Konstitusi (MK) lantaran dinilai tertutup. UU ini dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23 yang menyebutkan UU ini harus terbuka dan bertanggungjawab.

Dalam sidang pendahuluan majelis hakim MK memeriksa permohonan dari dua orang pemohon yaitu Aji Sofyan Effendi dan Hasanuddin Rahman Daeng Naja. Mereka menggugat Pasal 4 Ayat (11), Pasal 5 Ayat (7), Pasal 6, Pasal 8 Ayat (5), Pasal 12, Pasal 17 Ayat (3), dan Pasal 18 Ayat (4) UU APBN TA 2015. Pasal-pasal tersebut memiliki isi yang sama bahwa rincian pembiayaan anggaran tahun anggaran 2015 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden (Perpres).

Hasanuddin mengatakan perincian seluruh angka dari mulai pendapatan hingga belanja negara tidak dicantumkan perinciannya dalam UU APBN TA 2015. Perinciannya hanya diatur dalam Perpres. Sehingga ia menganggap norma ini bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 23 Ayat (1) yang menyebutkan pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan UU harus dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab.

"Ini tidak terbuka. Pada saat diundangkan tidak ada perincian sehingga tidak jelas dari mana sumber angka. Setelah Perpres diumumkan baru ada, tapi butuh waktu," ujar Hasanuddin dalam sidang pengujian UU APBN TA 2015 di gedung MK, Jakarta, Selasa (3/3).

Ia mencontohkan pada Pasal 10 Ayat (3) UU APBN TA 2015 dicantumkan dana alokasi umum (DAU) sebesar 27,7 persen dari APBN. Sehingga angka persentase lebih dulu disebutkan, lalu angka tersebut dikali dengan Pendapatan Dalam Negeri (PDN) dan keluar angka Rp352 triliun untuk DAU. "Yang menjadi pertanyaan dari mana asal angka 27,7 persen tersebut?" kata Hasanuddin.

Selanjutnya, perincian angka hanya disebutkan dalam Perpres. Sehingga ia meminta agar perincian bisa disebutkan dalam undang-undang. Sebab Perpres mensyaratkan perincian diatur presiden sendiri. Ia khawatir pemerintah bisa saja mengalokasikan dana dalam teknisnya tidak sesuai dengan yang disepakati antara pemerintah dengan DPR.

Pemohon lainnya, Aji mencontohkan dampak tidak adanya perincian anggaran dalam UU APBN TA 2015 terkait DAU. Fungsi DAU digunakan untuk pembayaran gaji pegawai negeri sipil (PNS). Dalam praktiknya, ada empat daerah yang tidak mendapatkan DAU yaitu Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Riau Bengkalis, dan Kutai Kertanegara karena dianggap kapasitas fiskalnya lebih besar dibandingkan kebutuhan.

Dampaknya, gaji yang dialokasikan dari DAU tidak diberikan ke daerah tersebut. Akibat tidak dibayarkan DAU dari pemerintah pusat ke daerah, pemerintah daerah mengambil dana untuk gaji PNS dari pos lainnya misalnya dari belanja infrastruktur.

Akibatnya pembangunan jalan dan infrastruktur tidak berjalan. "Kapasitas fiskal hanya ada di atas kertas. Sebab bisa dilihat infrastrukturnya buruk," ujar Aji pada kesempatan yang sama.

Terkait hal ini, Hakim Konstitusi Aswanto mengatakan adanya empat daerah yang tidak mendapatkan DAU membuat gaji PNS tidak diambil dari APBN tapi dari pos lainnya yang seharusnya digunakan untuk kegiatan lain. Tapi yang perlu dijelaskan dalam permohonan tersebut, ia meminta pemohon menjelaskan dengan dihilangkannya norma tersebut akankah menghilangkan kerugian pemohon. "Potensi kerugian bapak-bapak belum tergambar," ujar Aswanto.

BACA JUGA: