JAKARTA, GRESNEWS.COM - Bekas Ketua Mahkamah Kontitusi Akil Mocktar mengajukan gugatan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ke mahkamah konstitusi. Gugatan Akil didasari atas vonis berat yang dijatuhkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, terkait kasus suap perkara sengketa pilkada dan disertai TPPU terhadap dirinya.  

Akil menilai tindakan KPK yang telah melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap dirinya dalam perkara TPPU merupakan tindakan yang bertentangan dengan UUD 1945, yakni Pasal 28I ayat (1). Akibat pemberlakukan UU TPPU Nomor 8 Tahun 2010 tersebut, dirinya divonis seumur hidup oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor.
 
"Kewenangan penyelidikan tidak diatur dalam batang tubuh. Tidak dijelaskan siapa itu penuntut umum,” tutur kuasa hukum Akil, Adardam Achyar dalam sidang uji materi UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU,  dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan (I) di gedung MK, Jumat (29/8).
 
Menurut Adardam, Pasal 76 ayat 1 UU TPPU ditafsirkan sedemikian rupa sehingga KPK melakukan penyelidikan oleh penuntut umum KPK. Karena itu ia, meminta hakim konstitusi manafsirkan apakah hanya penuntut umum kejaksaan atau boleh juga penuntut umum KPK. “Kami minta agar hanya penuntut umum kejaksaan," ujarnya.
 
Selain pasal tersebut, Akil juga mempersoalkan Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 69, Pasal 77, Pasal 78 ayat (1), dan Pasal 95.

TPPU, kata Adardam  merupakan tindak pidana yang muncul karena tindak pidana asal. Namun dengan adanya ketentuan pasal-pasal tersebut, KPK menjadi tidak memiliki kewajiban untuk membuktikan tindak pidana asal tersebut (predicate crime).
 
Ia mencontohkan, frasa “atau patut diduga” dalam Pasal 2 ayat (2) merupakan sesuatu yang sangat sulit ditemukan indikatornya secara pasti. Apalagi diimplementasikan tidak mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara dan dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.
 
Begitu juga dengan frasa “patut diduganya” dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 ayat (1), kata dia bertentangan dengan UUD 1945. Karena frasa tersebut menimbulkan anggapan bahwa dengan terpenuhinya unsur “patut diduganya” maka tidak diperlukan lagi proses pembuktian mengenai adanya “mens rea” atau tidak. Selain itu frasa tersebut merupakan konsep yang mengacu pada instrument hukum UN Model sehingga tidak berakar dan bersumber dari Pancasila dan UUD 1945.
 
“Kata “tidak” dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 juga bertentangan dengan UUD 1945 karena ketentuan pasal itu merupakan implikasi dari adanya frasa “patut diduganya” dan menimbulkan seorang terdakwa dipidana dengan dakwaan yang belum terbukti secara materiil dan belum memiliki kekuatan hukum yang mengikat,” jelasnya.
 
Hal tersebut, kata dia, tidak sejalan dengan ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Kehakiman dan juga Pasal 14 angka 2 International Covenan Civil and Political Right.
 
Namun dalam sidang tersebut hakim  konstitusi yang diketuai Wahidudin Adams menganjurkan kuasa hukum Akil memperbaiki permohonannya. Diataranya soal kedudukan hukum pemohon, manajamkan alasan kerugian konstitusional yang dialami pemohon akibat pemberlakukan pasal-pasal tersebut.
 
"Dari saya, ada beberapa saran untuk diperbaiki, diantaranya alasan kerugian konstitusion pemohon difokuskan saja sehingga tidak terlalu rumit," ujar Wahidudin di persidangan.
 
Seperti diketahui, Akil mengajukan permohonan uji materi UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU ke MK pada Senin (11/8) lalu. Sebelumnya,  Akil divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang oleh majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Namun vonis tersebut tidak bulat, ada dua hakim anggota yang menyatakan berbeda pendapat (dissenting opinion), yakni Hakim Sofialdi dan Alexander Marwata.
 
Sofialdi tidak sepakat dengan tiga hakim lainnya karena ia menganggap penuntut umum KPK tidak berwenang menuntut perkara TPPU. Termasuk dakwaan TPPU yang menggunakan UU Nomor 15 Tahun 2002 jo UU Nomor 25 Tahun 2003. Menurut Sofialdi, KPK tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, sehingga dengan sendirinya tuntutan yang berkaitan dengan TPPU dinyatakan batal demi hukum.

BACA JUGA: