JAKARTA, GRESNEWS.COM - Proyek pengadaan barang dan jasa yang menggunakan APBN selalu sarat dengan kasus korupsi. Sistem tender terbuka lewat online (e-procurement) yang dinilai akan menghentikan praktik penggangsiran duit negara ini ternyata tak mempan. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mencatat hampir semua proyek pengadaan barang jasa terindikasi korupsi. Modusnya adalah lewat kerjasama panitia pengadaan dengan pihak rekanan.

Biasanya panitia telah membocorkan proyek-proyek di kementerian sebelum dilakukan tender. Koordinator Advokasi dan Investigasi FITRA Uchok Sky Khadafi menyebut, proyek dengan sistem elektronik tak menjamin bebas KKN. Malah yang terjadi sebaliknya, dengan sistem ini mereka bersembunyi seakan-akan tender yang dilakukan transparan dan akuntabel. "Sistem online hanya omong doang," kata Uchok kepada Gresnews.com, Minggu (29/6).

Salah satu contohnya adalah kasus dugaan korupsi pengadaan lift di Kementerian Koperasi dan UKM dengan nilai kerugian negara mencapai Rp16 miliar. Lalu kasus dugaan korupsi pembangunan gardu listrik di 21 titik di wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara dengan kerugian sementara Rp36 miliar. Keduanya merupakan proyek yang menggunakan APBN dan tender dengan sistem online alias e-procurement. "Kok nyatanya bocor juga," kata Uchok.

Karena itu Uchok meminta aparat penegak hukum serius mengungkap kasus ini. Penegak hukum harus menelusuri siapa-siapa pejabat negara yang menikmati hasil korupsi tersebut. Para pejabat pembuat komitmen yang rata-rata menjadi tersangka hanya ´boneka´ dari pejabat di atasnya. "Telusuri keterlibatan pejabat negara dengan menerapkan TPPU, akan ketahuan siapa-siapa pejabat yang menikmati," tandasnya.

Pekan ini Kejaksaan Tinggi mulai menyidik dua kasus korupsi di Kemenkop dan UKM dan PT PLN. Kasus pertama terkait pengadaan lift dengan menetapkan tiga tersangka. Ketiga tersangka itu yakni RF selaku Direktur Utama PT Karunia Guna Inti Semesta (KGIS) dan SB selaku pihak PT Likotama Haru (LH). Sedangkan satu tersangka lainnya Kasiyadi yang juga menjadi tersangka dalam kasus korupsi videotron.

Lalu kedua kasus pembangunan 21 gardu listrik PLN yang dibiayai oleh Kementerian ESDM. Nilai proyek sebesar Rp1 triliun. Dari tiga lokasi yang disidik Kejati DKI proyek tersebut belum terealisasi. Padahal telah keluar uang termin pertama sebesar Rp36 miliar dari pembangunan tiga gardu tersebut. Belum lagi 18 gardu lain yang belum dilakukan penyelidikan.

Kejati DKI telah menetapkan dua orang tersangka. Keduanya adalah Yusuf Mirand, GM Ikitring Jawa Bali Nusa Tenggara sebagai Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek itu. Satunya pihak swasta, yakni rekanan pengadaan dalam proyek ini, yitu Ferdinand Rambing Dien sebagai direktur PT Hifemerindo Yakin Mandiri.

Mananggapi dugaan korupsi di BUMN Litrik ini, Manajer Senior Komunikasi Korporat PLN Bambang Dwiyanto menyatakan, PLN akan kooperatif. "PLN menghormati dan mendukung penuh upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan aparat penegak hukum. Sebab hal itu sejalan dengan program PLN Bersih yang telah digulirkan oleh PLN sejak 2012 lalu," ujarnya.

PLN menyatakan bahwa penetapan Yusuf Mirand sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) yang melaksanakan proyek-proyek yang sumber dananya dari APBN untuk wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara adalah kewenangan kejaksaan. Sebab PPK adalah pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan pembangunan proyek milik pemerintah.

Dalam kasus ini, PLN menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus ini kepada pihak yang berwajib. Bambang meminta semua pihak untuk menhormati asas praduga tak bersalah dalam proses penegakan hukum. "Sekali lagi, PLN akan kooperatif," kata Bambang.

BACA JUGA: