JAKARTA, GRESNEWS.COM - Aksi masyarakat Nagari Sungai Batuang dan Aie Amo, Kecamatan Kamang Baru, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, menentang aksi pembalakan liar (illegal logging) yang merusak kawasan suaka alam di kawasan itu, malah berbuah ancaman. Ancaman itu datang dari sekelompok orang tak dikenal yang menyatroni warga di kedua desa itu dengan membawa senjata parang.

Diduga mereka adalah kaki-tangan para pelaku praktik illegal logging. Menurut penuturan warga, aksi teror dimulai malam hari setelah masyarakat melakukan aksi menentang illegal logging di halaman Polres Sijunjunjung, Rabu (20/7) lalu. Aksi itu dilakukan atas nama Aliansi Masyarakat Nagari Sungai Batuang.

Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Sumatera Barat Wengky Purwanto membenarkan adanya ancaman dan teror terhadap warga Nagari Sungai Batuang dan Aie Amo. Sekelompok orang yang diduga merupakan suruhan bos pelaku illegal logging memang dikerahkan untuk menyerbu kedua kampung itu.

Warga setempat mengatakan, pasca aksi, ada ratusan orang membawa senjata tajam dan balok kayu. Mereka diduga bergerak untuk menyerang warga Nagari Sungai Batuang. Selain itu, warga juga menerima teror dan ancaman melalui layanan short message service (SMS) dari orang tak dikenal.

Ancamannya berupa pembunuhan dan pembakaran rumah. Ancaman-ancaman itu masih terus berlangsung hingga hari ini. Terkait dengan adanya upaya penyerangan, beruntung aparat kepolisian dan koramil setempat sigap mencegah aksi brutal tersebut. Jika tidak, dipastikan akan jatuh korban dari kedua belah pihak karena warga pun sudah bersiap mengantisipasi ancaman tersebut.

Tak hanya itu, kata Wengky, ada seorang pemuda yang menjadi pelapor aktivitas illegal logging kepada Bupati Sijunjung Yuswir Arifin, mendapat ancaman pembakaran rumah. "Para pengancam memang meminta warga Sungai Batuang mencabut laporan aktivitas illegal logging kawasan suaka alam," kata Wengky kepada gresnews.com, Senin (25/7).

Dia pun menyayangkan lambannya pemerintah menangani konflik antara pelaku illegal logging dan warga yang nyaris berujung pada konflik terbuka itu. Padahal, kata Wengky, pemerintah telah berjanji akan membentuk tim terpadu untuk pemberantasan pembalakan hutan di kawasan suaka alam.

"Selain itu, pemerintah daerah berjanji akan menyelesaikan persoalan illegal logging tersebut dalam waktu dua minggu, selama penegakan hukum tanpa pandang bulu," ujarnya.

Sayangnya, kata Wengky, hingga kini belum ada penindakan secara hukum terhadap pelaku illegal logging di kawasan suaka alam nagari Sungai Batuang dan Aie Amo belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka. Pihak PBHI menyayangkan sikap pemerintah yang lamban dalam merespons laporan masyarakat atas aktivitas perusakan hutan suaka alam. "Saat ini kerusakan kawasan suaka alam terus meluas. Sejak 2015, masyarakat sudah melaporkan," jelasnya.

PEMERINTAH HARUS TURUN TANGAN - Wengky meminta pemerintah untuk merealisasikan komitmen penyelesaian masalah illegal logging kawasan suaka alam dengan tim terpadu dalam waktu dua minggu terhitung sejak 20 juli 2016 lalu. Pihaknya meminta agar aparat hukum mau membantu masyarakat sebagai pelapor, informan, saksi dalam kasus illegal logging agar diberikan perlindungan hukum, atas jiwa harta dan keluarganya.

Wengky menyebutkan masyarakat dijamin keselamatan jiwa, harta, dan keluarganya oleh UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan. Hal itu tercantum dalam Pasal 76. Yang terjadi, kata dia, masyarakat yang menyampaikan laporan soal kerusakan hutan diteror dan diancam dibunuh? "Hal ini menunjukkan, kejahatan kehutanan berupa illegal logging kawasan suaka alam sangat terorganisir," tegasnya.

Dia menilai, saat melaporkan terjadinya illegal logging, sesungguhnya masyarakat tengah melaksanakan perintah undang-undang dalam upaya pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan. Apalagi, kawasan suaka alam sebagai kawasan penyangga kehidupan.

Karena itu, menurut Wengky, sudah seharusnya, gerakan masyarakat didukung oleh semua pihak. "Kita patut bersyukur, ancaman tersebut tidak terjadi. Dan ke depan kita berharap kejadian seperti ini tidak akan berulang lagi," paparnya.

Dia mengaku kecewa pihak polres malah justru mencurigai warga yang berdemo. Padahal mereka korban teror dan bukan pelaku teror. "Harus dilindungi oleh jajaran Polres Sijunjung adalah warga Aie Amo dan Sung (pelapor illegal logging) bukan malah mencurigainya," ucapnya.

PBHI Sumbar, kata dia, bersama masyarakat akan terus berperan semaksimal mungkin dalam penyelamatan kawasan suaka alam dari aktifitas illegal logging.

Sementara itu Ketua IMNAS (Ikatan Mahasiswa Sungai Batuang) Apricon menyatakan, aksi ini diorientasikan untuk penyelamatan kawasan suaka alam Nagari Sungai Batuang dari aktivitas illegal logging. Pada kesempatan demo damai, warga meminta Polres Sijunjung, Bupati Sijunjung dan Dinas Kehutanan Sijunjung untuk melaksanakan tuntutan warga berupa.

Tuntutan itu, pertama, penghentian aktivitas perusakan hutan suaka alam Nagari Sungai Batuang. "Kami yang dirugikan oleh aktivitas illegal logging tapi kenapa kami yang diancam? Ancaman ini sangat tidak masuk akal, oleh karenanya, pemerintah harus segera menyelesaikan persoalan illegal logging kawasan suaka alam di Nagari Sungai Batuang," kata Apricon kepada gresnews.com, Senin (25/7)

Dia menegaskan, teror tersebut merupakan bentuk intimidasi dan intervensi kepada warga dalam melaksanakan kewajiban melaporkan kasus pengrusakan kawasan suaka alam yang telah menganggu dan mengancam keberlangsungan hidup masyarakat nagari. Untuk itu, Walinagari berharap laporan dan aspirasi masyarakat ditanggapi secara proaktif dan mereka diberikan pelindungan.

WARGA MALAH KENA TUDING - Sebelumnya, Kapolres Sijunjung AKBP Dodi Pribadi mengatakan aksi sekelompok massa yang menuju Nagari Sungai Batuang dan Aie Amo tersebut adalah massa pendukung Bupati Sijunjung yang tersinggung karena saat aksi damai ada demonstran atas nama Ridho membentak dan menunjuk bupati dengan tangan kiri. Hal inilah yang memancing emosi massa pendukung bupati.

"Jika ada yang menyebarkan isu tidak sesuai dengan fakta dan membuat kisruh, saya akan turun tangan. Ini sudah memprovokasi keadaan," kata Dodi kepada wartawan.

Ditambahkannya, masyarakat Sungai Batuang dan Aie Amo memanfaatkan peristiwa ini dengan memelintirkan fakta seolah ada intimidasi yang dilatarbelakangi karena adanya demo illegal logging. "Jangan meman­faatkan situasi untuk mem­per­keruh kondisi dengan menghilangkan cerita dan fakta yang sebenarnya," katanya.

Malah dia menyatakan akan menyelidiki sumber dan tujuan isu pembalakan liar itu dilaporkan warga. Belakangan, sang kapolres meralat sendiri ucapannya. Saat menemui warga yang berdemo, Dodi menegaskan, praktik illegal logging di daerahnya sudah lama berlangsung. Dodi mengaku, dia telah berkoordinasi dengan bupati dan tokoh masyarakat untuk menumpaskan praktik perambahan hutan tersebut.

BACA JUGA: