JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semalam telah melakukan upaya penahanan kepada Direktur PT Ciputra Optima Mitra (COM), Rudiyanto. Namun dibalik itu, ada hal yang janggal yang dilakukan lembaga antirasuah ini.

KPK ternyata tidak pernah mengumumkan penetapan tersangka Rudiyanto. Hal ini pun menjadi pertanyaan tersendiri. Sebab sebelumnya, lembaga superbody tersebut biasanya selalu mengumumkan jika ada tersangka baru dalam suatu kasus korupsi.

Dan yang menarik lagi, saat dikonfirmasi wartawan pelaksana tugas pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji mengaku belum mengetahui informasi itu. Padahal, Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang menjadi dasar penetapan tersangka harus selalu ditandatangani oleh pimpinan.

Dan sebelum keluarnya Sprindik, para penyidik beserta unsur pimpinan juga melakukan gelar perkara. Dan setelah itu barulah diputuskan apakah suatu kasus bisa naik ke tingkat penyidikan ataukah hanya sebatas penyelidikan semata.

"Saya belum dapet info mas (terkait Rudiyanto)," ujar Indriyanto saat dikonfirmasi gresnews.com, Rabu (25/11).

Sementara itu, pelaksana tugas pimpinan KPK lainnya Johan Budi Sapto Pribowo justru berdalih tidak mempunyai kewajiban untuk mengumumkan penetapan seseorang menjadi tersangka korupsi. Pernyataan Johan ini, terlihat bertentangan dengan sikap KPK yang selalu mengumumkan bila ada seseorang yang disangka melakukan korupsi.

"Mungkin humas lupa ngumumin, lagian khan gak ada kewajiban bagi KPK ngumumin seorang tersangka," imbuh Johan kepada gresnews.com.

Sementara itu, pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriyati saat dikonfirmasi terkait hal ini juga tidak memberikan komentarnya. Yuyuk hanya menerangkan telah menetapkan status Rudiyanto sejak beberapa bulan lalu.

"Sprindiknya itu tanggal 15 Oktober 2015," tutur Yuyuk.

KOORDINATOR PENCARI TANAH CIPUTRA GRUP - PT Ciputra Optima Mitra merupakan salah satu anak dari perusahaan pengembang terbesar di Indonesia yaitu Ciputra Grup. Perusahaan ini mendapat lahan sekitar 10 hektar di kawasan Tegal, Jawa Tengah dan memberi nama Citraland Tegal.

Dilansir dari berbagai sumber, komplek yang diberi nama Citraland Tegal The Premium Living ini berlokasi di Jalan Sipelem, Kraton, Tegal Barat. Menempati lahan 10 hektar, ada empat tipe rumah dengan 30 unit tiap tipe akan dibangun.

Harga rumah termurah dilokasi ini pun terbilang fantastis, yaitu mulai dari Rp816 juta dengan luas bangunan 68 m2 dan tanah 105 m2. Dan termahal dengan luas bangunan 171 m2 dan luas tanah 216 m2 dipatok dengan harga sekitar Rp2 miliar.

Rudiyanto disebut merupakan koordinator pencari tanah dari PT Ciputra pusat. Namun belum jelas alasan mengapa perusahaan pengembang besar seperti Ciputra berinvestasi di Tegal. Rencananya, di kota ini Ciputra mencari lahan seluas 20 hektar. Tetapi karena sulit mendapatkan lahan, maka mereka hanya mengambil 10 hektar, dan sisanya yaitu 10 hektar lagi berada di Pekalongan.

Belakangan proyek di Pekalongan pun tak sukses. Akses ke perumahan sering terkena banjir dan akibatnya perumahan di lokasi itu diobral hingga Rp300 juta. Tapi proyek Ciputra di Tegal menunjukkan prospek cerah. Puluhan ruko silver yang dibanderol Rp1,2 milyar itu, sudah habis terjual.

Perumahan Citraland ini berjarak kurang dari satu kilometer dari rumah Rokayah dan rumah Ikmal Jaya. Rokayah, adalah pengusaha bis antar kota antar provinsi yang berlogo Dewi Sri. Dan ia adalah ibunda dari Ikmal yang kala itu menjadi Wali Kota Tegal.

PENAHANAN RUDIYANTO - Nama Rudiyanto bukan hanya tidak pernah diumumkan sebagai tersangka, tetapi pada jadwal pemeriksaan kemarin, yang bersangkutan namanya juga tidak tercantum. Dan tiba-tiba saja, ia keluar mengenakan baju tahanan.

Pelaksana harian Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriyati mengatakan penahanan demi keperluan penyidikan. Dan Rudiyanto menghuni Rumah Tahanan POMDAM Jaya, Guntur, Jakarta Selatan.

"Yang bersangkutan ditahan selama 20 hari untuk proses penyidikan," terang Yuyuk kepada wartawan.

Kasus ini merupakan hasil pengembangan penyidikan dari kasus yang telah lebih dulu menjerat mantan Wali Kota Tegal Ikmal Jaya dan Direktur CV Tridaya Pratama Syaeful Jamil.

Ikmal dan Syaeful ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tukar guling tanah Tegal sejak 11 April 2014. Mereka diduga melakukan penggelembungan harga dalam pelaksanaan tukar guling tanah milik Pemerintah Kota Tegal dengan tanah CV Tri Daya Pratama di Bokong Semar Tegal.

Ikmal selaku Penasihat Tim Pengarah Pemindahtanganan Tanah Milik Pemkot Tegal diduga telah melakukan pembiaran pengalihan tanah atas tanah yang telah ditetapkan untuk pembangunan kepentingan umum. Kerugian negara yang diakibatkan ulah koruptif mereka ditaksir mencapai Rp 8 miliar.

Atas perbuatannya, mereka dijatuhi vonis masing-masing lima tahun penjara setelah didakwa melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

BACA JUGA: