JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penyakit korupsi benar-benar telah menggila di negara ini. Pejabat di pusat maupun daerah seperti tak pandang bulu dalam melakukan kejahatan ini.

Salah satu contoh teranyar adalah kasus dugaan korupsi dan pencucian uang proyek pengadaan perlengkapan sekolah untuk siswa kurang mampu di Provinsi Lampung tahun 2012. Dalam perkara ini, duit bantuan untuk siswa tak mampu tingkat Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah, serta Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah disikat berjamaah oleh beberapa pejabat di lingkungan Provinsi Lampung.

Kasus ini terbongkar dari adanya kecurigaan atas seorang pegawai honorer yang memiliki rekening gendut hingga mencapai Rp7 miliar. Temuan ini pun kemudian diselidiki oleh jaksa dari Kejaksaan Agung.

Dari hasil penyelidikan diketahui, rekening itu bukanlah milik si pegawai honorer melainkan milik Kepala Bidang Perencanaan Dinas Pendidikan Lampung tahun 2012, Edward Hakim. Edward diduga menilap duit proyek pengadaan perlengkapan sekolah untuk siswa miskin di Provinsi Lampung dan mencuci uang haram itu melalui rekening atas nama orang lain.

Kasus ini pun kemudian ditingkatkan ke penyidikan. Kejagung lalu menetapkan Edward Hakim sebagai tersangka. Selain itu, Kejagung juga menetapkan tersangka lain yaitu Pejabat Bupati Lampung Timur Tauhidi, pengusaha bernama M Hendrawan dan Pegawai Negeri Sipil di Kantor Pemberdayaan Masyarakat Bandar Lampung Aria Sukma S Rizal.

Keempat tersangka yang ditetapkan melalui surat perintah penyidikan (Sprindik) tertanggal 26 Oktober 2015. "Mereka telah ditetapkan sebagai tersangka. Kemarin, kita periksa keempatnya sebagai tersangka," kata Ketua Tim Penyidik kasus ini Agus Khairuddin di Kejaksaan Agung, Selasa (24/11).

Agus mengatakan, pengadaan perlengkapan sekolah siswa kurang mampu untuk tingkat dasar dan menengah ini nilai proyeknya mencapai sebesar Rp17,7 miliar. Pengadaan ini terbagi dalam 93 paket pekerjaan di 13 lokasi kabupaten atau kota melalui penunjukan langsung 38 perusahaan.

Ke-38 perusahaan itu ditunjuk untuk melakukan pekerjaan pengadaan topi, baju seragam pria, baju seragam wanita, baju pramuka pria, baju pramuka wanita, dasi untuk pria dan wanita, ikat pinggang, dan tas. Namun, dalam pelaksanaan paket pengadaan tersebut, selain diduga terjadi penunjukan langsung yang menyimpang dari prosedur atau rekayasa lelang juga terjadi penggelembungan harga.

TERSANGKA BUNGKAM - Pejabat Bupati Lampung Timur Tauhidi tak banyak bicara seputar kasusnya usai diperiksa penyidik. Dia mengaku telah memberikan keterangannya kepada penyidik yang memeriksa di Gedung Bundar.

Begitu juga tiga tersangka lain juga tak banyak menjawab pertanyaan media. "Tanyakan ke penyidik," kata Tauhidi saat keular dari Gedung Bundar kemarin.

Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Amir Yanto, untuk tersangka Tauhidi, penyidik mempertanyakan seputar tugas dan kewenangan yang bersangkutan selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPS). Selaku KPA, Tauhidi dipastikan mengetahui proses pengadaan perlengkapan sekolah siswa kurang mampu yang dalam prosesnya terjadi rekayasa lelang dan mark up harga.

"Dia (Tauhidi) juga diduga telah menerima fee dari proyek ini," kata Amir di Kejaksaan Agung, Selasa (24/11).

Sementara tiga tersangka lain diperiksa terkait pengelolaan dan pembagian bersama atas 93 paket di 13 lokasi Kabupaten dan Kota yang seolah-olah menggunakan 38 perusahaan untuk pengadaan perlengkapan sekolah itu.

Keempat tersangka diduga terlibat melakukan penunjukan perusahaan dalam paket pengadaan yang menyimpang dari prosedur atau rekayasa lelang serta dugaan mark up. "Tersangka EH, ASSR, dan MH ditanyai soal penerimaan fee untuk proyek tersebut," kata Amir menambahkan.

Selain memeriksa para tersangka, Kejagung juga mengagendakan pemeriksaan saksi sebanyak 5 orang. Para saksi itu adalah M. Diza Noviandi (CV. Wiza Perkasa), Muhammad Reza Pahlevi (Swsata), Indra Ismail (Mantan Anggota DPRD Provinsi Lampung), Irwanto (Kepala Cabang PT Asuransi Umum Videl Cabang Lampung), dan Herry Sulyanto (Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Lampung).

UANG KORUPSI DIKEMBALIKAN - Sementara satu tersangka ini Hendrawan, mengembalikan uang sebesar Rp2,5 miliar yang diduga hasil korupsi. Uang itu diserahkan Hendrawan melalui pengacaranya, Bambang Handoko, kepada Direktur Penyidikan Jampidsus Maruli Hutagalung dan Ketua Tim Penyidik perkara ini, Agus Khairudin pada Jumat (20/11) lalu.

"Tersangka Hendrawan menyerahkan uang sebesar Rp2,5 miliar. Uang ini merupakan hasil dari kasus dugaan korupsi Dinas Pendidikan Lampung," kata Agus Khairudin di Gedung Bundar.

Agus menyebutkan sejumlah uang diserahkan ke Kejaksaan merupakan fee yang diterima Hendrawan untuk mengkoordinatori sejumlah perusahaan dalam dugaan korupsi ini. Perusahaan tersebut, menurut penyidik Kejaksaan, diduga merupakan fiktif dan melakukan penggelembungan biaya pengadaan.

"Uang ini belum semua dari seluruh total kerugian negara yang ditimbulkan atas dugaan korupsi proyek ini. Dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) total kerugian negara ada Rp6,5 miliar," kata Agus.

Meski dikembalikan, jaksa menyatakan pengembalian uang hasil korupsi tidak akan menghapus tindak pidana. Karena itu Kejagung tidak menghentikan penyidikan kasus korupsi pengadaan seragam untuk siswa miskin ini.

"Hal ini sesuai aturan pasal 4 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor. Apalagi telah ditetapkan tersangka," kata Agus.

BACA JUGA: