JAKARTA, GRESNEWS. COM - Panitia Khusus Angket KPK DPR dinilai semakin dis-orentasi dalam mewujudkan penyelidikan atas kasus Miryam S Haryani. Pasalnya keinginan untuk menghadirkan Miryam  mengalami kebuntuan. Selain  KPK yang menolak memenuhi surat Pansus untuk menghadirkan Miryam. Kapolri telah tegas tak bisa memenuhi keinginan Pansus untuk membawa paksa Miryam dari penahanan KPK.

Belakangan muncul wacana DPR untuk membekukan anggaran KPK dan Polri. Langkah itu ditujukan untuk menekan dua lembaga hukum itu untuk memenuhi keinginan pansus untuk menghadirkan Miryam. Wacana ini pun memantik reaksi keras kalangan masyarakat.

Sebelumnya anggota Pansus Hak Angket KPK, Muhammad Misbakhun melontarlan ide agar  DPR mengambil tindakan membekukan anggaran KPK dan Polri untuk tahun 2018. Hal itu  menyusul penolakan dua lembaga itu memenuhi keinginan Pansus menghadirkan Miryam.

"Kita mempertimbangkan menggunakan hak budgeter DPR di mana saat ini tengah dibahas RAPBN 2018, termasuk di dalamnya anggaran polisi dan KPK. Apabila mereka tidak menjalankan apa yang menjadi amanat UU MD3, maka DPR mempertimbangkan dan Komisi III mempertimbangkan pembahasan anggaran kepolisian dan KPK," ujar  Misbakhun di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (20/6).

Usul tersebut menurut Misbakhun, telah dibahas Pansus Hak Angket KPK. Menurut Misbakhun ketika DPR ingin menggunakan haknya dengan melibatkan pihak kepolisian, kalau kepolisian kemudian masih memberikan tafsir-tafsir yang berbeda. "Tentunya DPR bisa menggunakan hak-hak yang dipunyai DPR untuk melakukan pembahasan anggaran," ujar politikus Golkar itu.

Misbakhun juga menegaskan jika KPK-Polri tak menuruti permintaan DPR soal Miryam, anggaran pada dua instansi itu untuk tahun 2018 tersebut akan distop.

"Kita tidak memotong. Pembahasan anggaran 2018 tak akan dibahas bersama kepolisian dan KPK. Bukan tidak cair tapi 2018 mereka tak punya postur anggaran," tegasnya.  Seraya menyebut bahwa hampir semua anggota saat ini sudah dalam tone yang sama dengannya.

Ia mengatakan penyetopan anggaran bagi Polri dan KPK tak akan berimplikasi ke APBN 2018 secara keseluruhan. "Tidak. Tinggal decline aja. KPK nol, kepolisian nol, selesai," tegasnya.

Namun jika KPK mau menuruti permintaan DPR menghadirkan Miryam, kemungkinan pembekuan anggaran itu tak akan terjadi. Termasuk juga bagi polisi jika mereka menuruti kemauan Pansus Angket KPK soal jemput paksa.
"Ya. Sampai Miryam dihadirkan," ujar Misbakhun.

Ide Misbakhun itu juga didukung Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK Dossy Iskandar. Pihaknya mengaku setuju dengan usulan itu. Menurutnya usulan yang disampaikan Misbakhun bertujuan agar Polri mematuhi apa yang disampaikan Pansus. Menurutnya  DPR memiliki fungsi dalam mengelola anggaran lembaga lainnya.

"Menurut saya, apakah usulan Pak Misbakhun tepat? Sangat tepat, ini menginspirasi karena DPR memiliki fungsi lain, seperti fungsi budgeting, itu bisa saja karena prosesnya di DPR supaya masing-masing menghargai peran yang dilakukan konstitusi," ujar politikus Hanura itu.

Ia menyarankan KPK dan Polri menyikapi secara wajar apa yang disampaikan Pansus. Ia juga menyayangkan sikap Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang menolak menjemput paksa Miryam. "Mestinya dia melakukan telaah, bukannya tidak bisa," tutur Dossy.

Namun anggota Pansus Hak Angket KPK dari Fraksi PPP, Arsul Sani menyebut usulan Misbakhun itu belum dibicarakan di lingkup Pansus. Internal Komisi III yang merupakan mitra kerja KPK-Polri juga belum membahas soal itu.

"Secara resmi belum ada rapat yang membicarakan hal tersebut, baik di Pansus atau Komisi III," kata Arsul kepada wartawan, Rabu (21/6).

Arsul melihat wacana yang digulirkan Misbakhun sebagai bentuk kekecewaan kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Namun demikian menurut Arsul PPP tak akan buru-buru menyetujui atau menolak usulan itu. "PPP masih akan mendalaminya," katanya.

Ia menyebut, akan menyikapi hal itu  secara proporsional dan rasional. "Jadi, tidak akan buru-buru menerima maupun menyatakan keberatan, apalagi belum secara resmi di forum rapat mendengarnya," ujarnya.

Pernyataan serupa juga disampaikan Wakil Ketua Pansus dari F-NasDem Teuku Taufiqulhadi. Menurutnya saat ini belum perlu untuk membekukan anggaran Polri dan KPK.

"Kami meyakini bahwasanya kepolisian akan mengikuti perintah UU," ujar Taufiq, Rabu (21/6).

Atas wacana itu sejumlah pihak juga melontarkan kritik keras. Fraksi PKS misalnya, menyayangkan ancaman tersebut. "Kita berharap nggak perlu saling ancam-mengancam. Kita ini satu Republik Indonesia, lembaga negara harus saling menghormati antara satu lembaga dengan yang lainnya," ujar Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini, Rabu (21/6).

Kendati demikian, Jazuli menghendaki polisi kooperatif dengan DPR. DPR pun sebaliknya, harus rasional dalam bertindak. "Polri harus kooperatif dan DPR harus objektif," kata Jazuli.

Menurutnya, Polri dan KPK harus hormati DPR dan UU. "DPR juga nggak perlu mengancam menghapus anggaran Polri dan KPK," tegasnya.

Sementara Indonesia Corruption Watch melihat ancaman tersebut sebagai penyalahgunaan kewenangan. "Ancaman ini bentuk penyalahgunaan wewenang yang luar biasa. Cara-cara ini lazimnya dilakukan oleh orang-orang yang panik karena KPK menangani kasus e-KTP," kata peneliti Indonesia Corruption Watch Donald Fariz, Rabu (21/6).

Penyalahgunaan wewenang , itu menurut Donald sama dengan abuse of power. Dari ancaman DPR ini, ia juga menyebut, ada upaya membenturkan KPK dengan Polri. Polri ditakut-takuti agar menuruti keinginan Pansus.

"Ancaman ini strategi mengadu domba KPK dengan kepolisian. Cara ini dilakukan untuk mengintimidasi kepolisian agar mengikuti keinginan pansus," jelas Donald.

Bahkan Politikus Gerindra Martin Hutabarat juga mengingatkan jika DPR benar-benar merealisasikan ancamanya membekukan anggaran untuk Polri dan KPK, bisa saja rakyat akan berbondong-bondong menduduki gedung DPR.
 
Hal itu menurut Martin, karena rendahnya simpati rakyat terhadap lembaga DPR. Sebaliknya, simpati rakyat kepada  KPK dan Polri saat ini lebih tinggi.

"Sebenarnya kita harus sadar bahwa simpati rakyat terhadap DPR ini sangat rendah. Kalau DPR sampai membekukan anggaran Polri dan KPK, rakyat akan berbondong-bondong menduduki gedung DPR. Dan Polri yang biasanya bertugas mengamankannya, bisa-bisa tidak mau bertugas karena anggarannya dibekukan," kata Martin, lewat keterangan tertulis, Rabu (21/6).

Martin sendiri secara tegas menolak wacana Pansus Angket DPR membekukan anggaran KPK dan Polri. Dia bahkan menyatakan akan bereaksi mengumpulkan anggota DPR lainnya yang tak setuju dengan pembekuan tersebut.

"Kita akan bereaksi apabila teman-teman di Pansus berniat membekukan anggaran Polri dan KPK," ancam Martin.

Ia berdalih lembaga DPR yang begitu terhormat harus diselamatkan. Apalagi pembekuan anggaran Polri dan KPK, sedikit pun, tidak ada kepentingan rakyatnya.

 
TANGGAPAN KAPOLRI DAN KPK - Menanggapi ancaman anggota Pansus KPK yang akan membekukan anggaran Polri dan KPK terkait penolakan mereka menghadirkan Miryam , Kapolri Jenderal Tito Karnavian menegaskan ancaman itu akan merugikan Polri sebagai institusi.

Pembekuan anggaran, menurutnya, juga akan berimbas pada operasi keamanan masyarakat. Termasuk mengorbankan operasi kepolisian, yang akan berdampak pada keamanan masyarakat.

"Ini kan bukan Tito pribadi, tapi untuk personel mengamankan rakyat," kata Tito di gedung PTIK,  Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (20/6).

Menurut Tito perlu ada pembahasan terkait kerja penyelidikan Pansus Angket KPK. Sebab, aturan seperti jemput paksa pihak yang dipanggil tidak mengatur jelas mengenai ketentuan hukum acara pidana yang menjadi dasar pelaksanaan.

"Polri berpendapat, karena acara UU MD3 itu tidak jelas bentuknya, apakah surat perintah penangkapan atau apa, apa surat perintah membawa paksa atau apa. Kalau penyanderaan, apakah ada surat perintah penyanderaan? Nah, ini yang belum jelas karena dalam bahasa hukum kami tidak ada," kata Tito.

Sementara itu Ketua KPK Agus Rahardjo justru enggan mengomentari wacana pembekuan anggaran lembaganya oleh Pansus Angket di DPR. Agus menyebut usulan tersebut bisa jadi berubah sesuai dinamika yang terjadi.

Namun menurut Agus, bila anggaran dibekukan, biasanya lembaga atau komisi terkait akan menggunakan anggaran pada tahun sebelumnya. "Biasanya kalau aturan di KPK, kalau (anggaran) tidak dibahas, pakai anggaran sebelumnya," katanya.  (dtc)

BACA JUGA: