JAKARTA, GRESNEWS.COM - Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memenangkan gugatan Yayasan Taman Flora dan Satwa terkait sengketa pengelolaan Kebun Binatang Surabaya (KBS). Ketua majelis hakim M. Arif Pratomo saat membacakan putusannya menyatakan, mengabulkan sebagian gugatan Yayasan Taman Flora dan Satwa.

"Mengadili dalam penundaan menolak permohonan penundaan penggugat. Dalam eksepsi menyatakan eksepsi tergugat dan tergugat intervensi tidak diterima," kata Arif Pratomo, dalam sidang yang berlangsung Kamis (20/10).

Dalam putusannya, majelis hakim pada pokok perkara mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian:

1. Menyatakan membatalkan SK Menkum LHK nomor Surat Keputusan Menteri Kehutan RI 677/Menhut-II/2014.
2. Mewajibkan kepada tergugat untuk mencabut SK nomor 677/Menhut-II/2014.
3. Menghukum tergugat dan tergugat intervensi secara bersama-sama membayar biaya perkara sebesar Rp338.000.

Majelis hakim dalam pertimbangannya menyatakan pencabutan izin yang dimiliki Yayasan Taman Flora dan Satwa yang dilakukan pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) cacat prosedur. Pencabutan itu tidak sesuai dengan prosedur yang terdapat dalam Permenhut karena pihak KLHK tidak memberikan peringatan terlebih dahulu kepada Yayasan Taman Flora dan Satwa.

"Pencabutan yang dilakukan oleh menteri tidak prosedural karena bertentangan dengan Permenhut P 53 tahun 2006," kata hakim anggota Adhi Budhi Sulistyo.

Lebih lanjut majelis hakim menjelaskan, pemberian izin kepada Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS) oleh pihak KLHK juga tidak melalui ketentuan yang sah. Dalam prosedurnya, penerbitan izin kepada pihak PDTS seharusnya dilakukan setelah pihak PDTS melengkapi beberapa persyaratan, diantaranya surat izin tempat usaha (SITU) namun persyaratan demikian tak dipenuhi oleh PDTS.

Meski tanpa melampirkan SITU, pihak KLHK kemudian malah mengeluarkan izin kepada PDTS sehingga izin tersebut dalam pertimbangan hakim menjadi tidak prosedural. "Syarat pengajuan izin PDTS itu tidak melengkapi persyaratan sesuai dengan Permenhut P 31tahun 2007 karena tidak memiliki izin tempat usaha (SITU)," kata Budhi.

Seperti diketahui, Yayasan Taman Flora dan Satwa menggugat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) karena menerbitkan izin pengelolaan Kebun Binatang Surabaya kepada Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS). KLHK melalui Surat Keputusan Menteri Kehutan RI 677/Menhut-II/2014 tentang pemberian izin sebagai lembaga konservasi dalam bentuk kebun binatang kepada PD Taman Satwa Kebun Binatang Surabaya Provinsi Jawa Timur.

Yayasan Taman Flora dan Satwa menilai langkah Menteri LHK memberikan izin ke PDTS menyalahi ketentuan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P 31 tahun 2012. Sesuai dengan peraturan menteri tersebut, seharusnya ada peringatan terlebih dahulu yang diberikan KLHK kepada Yayasan Flora dan Satwa terkait pengelolaan KBS jika terdapat kesalahan dalam pengelolaan satwa.

KEPENGURUSAN VAKUM - Kuasa hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Afrodian menyayangkan putusan hakim PTUN yang menolak eksepsi pihak KLHK yang diajukannya pada persidangan sebelumnya. Pemberian izin oleh KLHK, kata Afrodian, merupakan langkah diskresi pemerintah untuk menyelamatkan satwa yang ada di Kebun Binatang Surabaya karena konflik antara pengelola yang tak kunjung selesai.

Namun begitu, dia mengaku tak patah arang. Afrodian menegaskan, akan melakukan upaya hukum banding atas putusan hakim PTUN yang menurutnya tak menguntungkan KLHK untuk menyelematkan Satwa. "Itu kan dikabulkan sebagian, tapi kita tetap akan melakukan upaya hukum banding lagi," kata Afrodian kepada gresnews.com, Jumat (21/10).

Afrodian berharap, majelis hakim bisa mengabulkan semua eksepsinya. "Kita mau-nya kan seluruhnya jangan sebagian-sebagian. Tapi belum bisa komentar ya, nanti setelah kita dapatkan salinan putusannya," kata Afrodian diplomatis.

Pihak Yayasan Taman Flora dan Satwa sendiri memiliki izin pengelolaan Taman Satwa yang diterbitkan oleh KLHK pada 2002 dengan jangka waktu 32 tahun. Namun pada 2009 terjadi konflik antarpengurus yayasan yang telah difasilitasi oleh pemerintah penyelesaiannya namun tak kunjung selesai. Lalu pada 2014 Kementerian LHK menerbitkan izin baru pengelolaan Kebun Binatang Surabaya kepada PD Taman Satwa sebagai pengelola yang baru.

Meski dikabulkan, pihak Yayasan Taman Flora dan Satwa juga mengaku tak puas dengan putusan tersebut. Kuasa hukum pihak yayasan Yuyun Pramesti menilai keputusan majelis hakim yang mengabulkan sebagian tuntutannya tidak komprehensif. Pasalnya, dengan dicabutkannya izin pengelolaan konservasi satwa yang dimiliki PDTS akan berakibat pada vakum alias kosongnya pengelolaan Kebun Binatang Surabaya.

"Keputusan ini kurang komprehensif gitu karena kalau hanya mencabut izin yang diberikan KLHK itu maka akan terjadi kevakuman pengurus," kata Yuyun kepada gresnews.com.

Yuyun berharap, dalam sidang agenda putusan perkara 57/G/LH/2016/PTUN- JKT ini, selain membatalkan SK PDTS juga mengembalikan izin Yayasan Taman Satwa dan Flora. Kalau tanpa pengembalian izin yang masih berlaku sampai 2034 yang dimiliki Yayasan Taman Flora dan Satwa itu akan maka akan terjadi kekosongan hukum terkait siapa pengelola dan lembaga yang bertanggungjawab untuk keberlangsungan KBS tersebut.

Padahal pihak yayasan sendiri dalam petitum gugatannya meminta izin tersebut dikembalikan. "Izin kita tidak dikembalikan padahal dalam petitum gugatan kita mengajukan agar izin kita dilembalikan," kata Yuyun.

Yuyun juga akan berkoordinasi dengan kliennya untuk melalukan upaya hukum banding ke PT TUN agar putusan selanjutnya bisa lebih menyeluruh. Dia menyangsikan ketika terjadi sesuatu di KBS, dengan kondisi saat ini tak ada yang bertanggungjawab untuk menyelesaikannya.

"Kita akan koordinasi dulu untuk membahas kalau perlu kita akan banding supaya mengembalikan izin kita yang sudah dicabut itu," ujar Yuyun.

BACA JUGA: