JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi disarankan pada tahun 2014 fokus pada kasus-kasus besar. Hal itu mengingat  keterbatasan jumlah penyidik yang hanya ada 75 orang. Dengan fokus pada kasus-kasus besar diharapkan nilai kerugian yang dikembalikan ke kas negara lebih besar dari tahun 2013. "75 orang penyidik yang dimiliki oleh KPK sudah cukup bahkan terlalu banyak, tinggal bagaimana strategi KPK dalam menangani kasus-kasus korupsi," ujar pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir kepada Gresnews.com, Kamis (2/1).

Menurut Mudzakir, KPK harus fokus menangani kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara yang menjadi pejabat tinggi di tingkat pusat. Mudzakir mengapresiasi penangkapan terhadap Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar. "Operasi tangkap tangan seperti itu yang seharusnya dilakukan oleh KPK, selain itu kasus pembangunan Hambalang juga harus diusut tuntas," ujarnya.

Menurut Mudzakir, KPK tidak perlu lagi menangani kasus-kasus dugaan korupsi yang melibatkan kepala daerah di tingkatan bupati atau wali kota. Penanganan oleh KPK cukup hingga level gubernur yang menjadi kepala daerah tingkat I. Fungsi koordinasi dan supervisi terhadap aparat penegak hukum lainnya seperti kejaksaan dan kepolisian menurut Mudzakir perlu ditingkatkan. Upaya meningkatkan fungsi tersebut menurutnya dapat dilakukan dengan menyerahkan penanganan kasus korupsi kepada jaksa dan polisi,  setelah KPK menemukan bukti-bukti awal atau melakukan operasi tangkap tangan.

Namun menurut Mudzakir Jaksa dan polisi yang ditugaskan untuk menangani perkara tersebut juga harus diajak berkoordinasi dan disupervisi secara intensif. Jika dalam penyidikan yang dilakukan jaksa dan polisi tidak menunjukkan kemajuan maka jaksa dan polisi tersebut harus diperiksa dan disidik oleh KPK. Hanya dengan cara seperti itu maka rivalitas dan kompetisi antar aparat penegak hukum dalam memberantas korupsi dapat dihilangkan dan profesionalitas KPK, Kejaksaan dan Kepolisian dapat terus ditingkatkan.

Jika mekanisme seperti di atas dapat berjalan maka nilai kerugian negara yang berhasil dikembalikan ke negara akan jauh lebih besar dari Rp 1,19 triliun sepeti yang dilaporkan tahun lalu. "Coba saja dihitung jika yang diusut  KPK kasus century dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tentu jumlahnya akan jauh lebih besar," katanya.

Selama tahun 2013, KPK menggunakan anggaran negara sebesar Rp 357, 6 miliar. Kondisi  itu diakui Ketua KPK Abraham Samad dalam konferensi pers akhir tahun di kantornya, Senin (30/12). "Dengan anggaran tersebut pengembalian Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari penanganan Tindak Pidana Korupsi dan gratifikasi sebesar Rp 1,196 triliun," ujarnya.

Menurut Abraham seluruh kegiatan KPK pada tahun ini dilakukan dengan menggunakan anggaran yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pagu yang diperoleh KPK sebesar Rp 703, 8 miliar. Abraham mengatakan untuk sumber daya manusia (SDM) pada awal tahun 2013, KPK telah melakukan pengangkatan terhadap 26 penyidik yang direkrut dari internal KPK. Saat ini menurut Abraham jumlah penyidik KPK berjumlah 75 orang.

Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bambang Widjojanto mengatakan di tengah keterbatasan jumlah penyidik terdapat peningkatan jumlah rasio peningkatan kasus. Menurut Bambang, KPK tahun ini menangani 70 perkara meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 49 perkara.

Sedang penanganan kasus 76 dalam proses penyelidikan, 102 penyidikan dan 66 penuntutan yang terdiri dari kasus baru maupun sisa penanganan pada tahun sebelumnya. Selain itu KPK menurut Bambang juga telah melakukan eksekusi terhadap 40 putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. "Sebanyak Rp 1,178 triliun telah dimasukkan ke kas negara dalam bentuk PNBP dari penanganan perkara," ujarnya.

Bambang mengatakan di Bidang Penindakan KPK berusaha melakukan sejumlah terobosan yang bertujuan agar ada terapi kejut dan menimbulkan efek jera serta membuka peluang lebih besar pengembalian keuangan negara. "Di antaranya dengan penerapan Undang-Undang (UU) Pencucian Uang di hampir semua kasus yang ditangani," katanya.

Selain pencucian uang, KPK juga menggunakan pasal-pasal hukuman tambahan lainnya. Pasal-pasal tersebut antara lain pembayaran uang pengganti yang besarnya sama dengan harta benda yang dikorupsi dan pencabutan hak politik.
"Dalam setiap kasus yang ditangani kami selalu berupaya keras menuntut para tersangka dengan tuntutan pidana yang tinggi," katanya.

BACA JUGA: