JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dunia akademisi kembali digegerkan dengan kasus kekerasan di lingkungan sekolah. Kali ini peristiwa itu menimpa Taruna Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang Brigadir Dua Taruna (Brigdatar) Mohammad Adam.  

Adam diketahui tewas dengan kondisi luka di kedua paru-paru. Kondisi tewasnya korban diketahui setelah Rumah Sakit Bhayangkara Semarang melakukan otopsi terhadap jenazah korban. "Korban tewas dengan luka di kedua paru-paru," ujar Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Djarod Padakova, Kamis (18/5).

Dijelaskan Djarot dari pemeriksaan luka luar, diketahui terdapat luka memar di dada tengah, kiri, dan kanan. Berdasarkan analisa tim medis, korban tewas akibat luka di kedua paru-paru sehingga mengalami gagal napas dan kekurangan oksigen.

"Hasil autopsi sudah keluar. Korban luka di paru-paru kanan dan kiri karena tekanan kuat. Korban pingsan dan kekurangan oksigen," tutur Djarod.

Luka-luka tersebut ditengarai akibat penganiayaan. Korban sendiri dinyatakan tewas sekitar pukul 02.45 WIB, Kamis (18/5).  Sebelumnya korban sempat tewas di gudang, yang diduga juga menjadi tempat kejadian perkara. Sebelumnya korban sempat dibawa ke Rumah Sakit Akpol, namun kondisi korban sangat kritis hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit tersebut.

POlisi pun langsung menggelar penyidikan atas tewasnya taruna tingkat II Brigdatar Muhammad Adam. Sejauh ini menurut Djarod polisi telah menyita sejumlah barang bukti diantaranya sebuah kopel atau sabuk dan plastik  seperti tongkat kecil panjang sekitar 20 cm.

Polisi sendiri menyatakan belum mengetahui pemilik barang tersebut. Namun diakui Djarot kedua benda itu ditemukan di lokasi kejadian yaitu flat A yang merupakan ruangan kosong.

"Di flat A, ruangan kosong yang disebut gudang, berkumpulnya di situ. Kopel milik siapa belum tahu," tandasnya.

Polisi sejauh ini juga belum mengungkap pelaku yang diduga telah melakukan penganiayaan  itu. Namun Kapolri Jenderal Tito Karnavian berjanji akan mengungkap seterang-terangnya kasus tersebut.

"Saya perintahkan Gubernur (Akpol), selain korban dibantu, juga lakukan tindakan tegas kepada taruna yang terlibat. Saya minta untuk dipidanakan. Saya juga minta Kapolda, Pak Condro untuk memproses pidana," kata Tito.

Tito bahkan meminta Propam untuk turun tangan langsung ke Akpol. Untuk mengusut dan mengevaluasi profesionalitas dan kinerja para pengasuh taruna.

"Saya minta Propam turun ke sana untuk melihat sampai sejauh mana lembaga Akpol untuk menghentikan budaya kekerasan pemukulan senior-junior," ujar Tito.

Tito memang  mengaku geram dengan kejadian tersebut. Ia merasa seperti  kecolongan dengan kejadian ini. Sebab sebelumnya dalam kunjungannya ke Akpol Semarang telah mewanti-wanti agar para taruna dan pengasuh Akpol untuk menghentikan  budaya kekerasan dan pemukulan di lingkuan Akademi Polisi.

Ia menilai budaya tersebut lebih banyak mudaratnya dan tidak menguntungkan. Juga diingatkan sesuai Program Promoter, budaya kekerasan untuk dikurangi dan tidak berlebihan.

"Saya menyesalkan peristiwa itu karena beberapa bulan lalu saat saya kunjungan ke Akpol, saya tegaskan ke seluruh taruna dan pengasuh supaya budaya kekerasan pemukulan nggak terjadi lagi," ujar Tito di (PTIK), Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (18/5) kemarin.

Jenazah taruna Mohammad Adam yang akrab dipanggil Nando telah dimakamkan di Jalan Makam, Kelurahan Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Isak tangis mengiringi pemakamannya pada Jumat siang. Namun keluarga tak ribut-ribut mempersoalkan kematian pemuda yang pada 20 Juni nanti genap berusia 21 tahun ini. Hanya berharap pelakunya bisa dihukum setimpal atas perbuatannya.


KEKERASAN DUNIA PENDIDIKAN MEMPRIHATINKAN - Kasus kekerasan dan penganiayaan di lingkungan pendidikan sepertinya terus saja terjadi. Kejadian di Akademi Kepolisian Semarang dan sejumlah lembaga pendidikan lainnya sepertinya tak pernah menjadi pelajaran, untuk memperbaiki diri.

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) pun mengecam keras aksi kekerasan yang menyebabkan meninggalnya Taruna Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang Tingkat II, Brigadir Dua Taruna (Brigdatar) Mohammad Adam. Ia diduga tewas setelah dipukuli para seniornya yang menurut dugaan awal,  karena korban melakukan kesalahan disiplin.

JPPI menilai kekerasan anak di sekolah di berbagai daerah di Indonesia sudah memasuki tahap memprihatinkan. Merujuk hasil penelitian JPPI dalam indeks layanan pendidikan di Indonesia atau Right to Education Index (RTEI), ada 3 Problem Utama Pendidikan Indonesia:  1). Kualitas Guru Rendah, 2). Sekolah Tidak Ramah Anak, dan 3). Diskriminasi Kelompok Marjinal

Menanggapi aksi kekerasan di Akpol Semarang, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) memandang, bahwa kekerasan masih dianggap sebagai bagian dari cara pembelajaran, misalnya untuk pendisiplinan, hal ini dinilai tidak tepat. "Semestinya pendidikan ditanam melalui penyadaran, bukan ancaman," ujar Nailul Faruq, Koordinator Advokasi JPPI dalam keterangannya kepada gresnews.com.

Selain itu pengawasan pemerintah dan dewan pendidikan juga dinilai lengah. Relasi senior dan junior masih menjadi tradisi di sekolah yang diwariskan turun temurun.  Sementara sangsi atas pelaku pelanggaran kekerasan di sekolah masih belum mengenai semua pihak yang terlibat, tapi hanya pelaku lapangan.

Disisi lain lemahnya peran komite sekolah dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan pelaporan atas kasus-kasus pendidikan.  Untuk itu pelaku kekerasan harus diusut tuntas dan dihukum berat sesuai pasal yang berlaku, sehingga ada efek jera.  (dtc)                 

BACA JUGA: