JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah dituding tidak memberikan perlindungan kepada tenaga kerja yang bekerja di sektor kelautan diluar negeri. Pasalnya meski memiliki Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) para ABK tak merasa mendapat perlindunga. Bahkan ketika ABK bermasalah kementerian terkait malah saling lembar saat dimintai pertanggujawaban. 

Hal itu diungkapkan salah satu saksi pemohon, dalam sidang gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU PPTKILN) di Mahkamah Konstitusi. Imam Syafii, seorang ABK sebagai saksi pemohon menyampaikan keluhan lantaran tidak mendapatkan jaminan perlindungan ketika bekerja sebagai pelaut. Imam Syafi´i merupakan ABK yang dikirim BNP2TKI ke Trinidad dan Tobago. Sebelum berangkat ia menyatakan telah memiliki KTKLN dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).

"Harusnya dengan diterbitkannya KTKLN ada pembekalan akhir pemberangkatan, asuransi, visa kerja. Tapi kita tidak mendapatkan semua itu. Setelah kita cek online di BNP2TKI ternyata KTKLN kami tidak dicover asuransi," ujar Imam pada Gresnews.com usai persidangan di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (18/3).

Ia mengaku baru mengetahui KTKLN tidak dicover asuransi justru setelah ada masalah dan akhirnya berhasil dipulangkan ke Indonesia. Setelah mengecek ke website secara online tidak tercatat mendapat asuransi. Ia lalu mengkonfirmasi ke pihak asuransi bersangkutan. Ternyata pihak asuransi tersebut menyatakan KTKLN miliknya tidak terdaftar dalam perlindungan asuransi. Padahal ia memiliki KTKLN yang asli dari BNP2TKI langsung.

Imam menceritakan pada tahun 2011 terdapat 203 ABK asal Indonesia yang bekerja pada kapal penangkap ikan ke Trinidad dan Tobago. Saat itu ada 3 orang yang meninggal saat bekerja karena kecelakaan, bunuh diri lantaran tidak diberi izin pulang dan meninggal karena dipaksa bekerja saat sakit. Akhirnya jenazah yang meninggal dibawa oleh kapal lain untuk dibawa ke darat, sekaligus membeli solar bagi kapal yang ditumpangi ABK.

Kapal yang membawa jenazah tersebut ternyata membeli solar ilegal dan ditangkap oleh otoritas Pelabuhan Venezuela. Ketika diperiksa terdapat mayat dan kapal tersebut ditahan. Sementara kapal yang mengangkut ABK Indonesia masih menunggu suplai solar dari kapal yang membawa jenazah. Akibat tidak ada bahan bakar, kapal ABK yang masih berada di tengah laut terpaksa berhenti beroperasi.

Kapten kapal yang ditumpangi asal Cina pulang ke negara asalnya. Sementara ABK asal Indonesia ditinggalkan begitu saja di tengah laut. Kapten asal Cina sebelumnya mengatakan dalam dua minggu perusahaan asal Indonesia yang mengirim ABK akan datang menjemput dan membayar gaji mereka. Tapi empat bulan berselang mereka terlantar dan tidak juga dijemput. Akhirnya mereka terpaksa mendarat di Trinidad lantaran kehabisan makanan dan bekerja seadanya.

Kondisi ABK di Trinidad dalam keadaan benar-benar terlantar. Pemerintah Trinidad akhirnya melihat juga ada ABK yang kelaparan dan memberikan bantuan. Pihak Trinidad akhirnya menyurati Susilo Bambang Yudhoyono yang saat itu masih menjadi Presiden. Akhirnya Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Indonesia pun membentuk tim dan memulangkan ABK yang terlantar di Trinidad. Pihak Kemenlu saat itu menjanjikan akan menjual kapal untuk membayar gaji mereka.

Ia menyatakan saat itu ABK yang dipulangkan menolak pulang sebelum menerima gaji. Tapi pihak pemerintah menjanjikan akan mengadvokasi mereka untuk mendapatkan gaji dari perusahaan yang telah memberangkatkan mereka. Karena janji tersebut, mereka akhirnya pulang. Dalam proses hukum, direktur perusahaan bersangkutan akhirnya dipenjara karena kasus yang menimpa ABK ini. Tapi permasalahannya mereka belum mendapatkan gaji dari perusahaan bersangkutan.

Pihak kementerian yang berjanji akan mengadvokasi mereka untuk mendapatkan gaji malah saling lempar tanggungjawab. Imam menuturkan saat mendatangi Kemenlu untuk meminta janji mereka, Kemenlu malah melemparkannya ke Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker). Lalu Kemenaker melemparkan tanggungjawab tersebut ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Tapi Kemenhub melemparkannya lagi ke BNP2TKI.

Terkait hal ini, kuasa hukum Pemohon Iskandar Zulkarnaen menjelaskan Indonesia sudah meratifikasi konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 185 tentang perubahan dokumen identitas pelaut. Turunan ratifikasi tersebut telah diundangkan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengesahan Konvensi ILO.

Sejak UU ini diundangkan identitas ABK seharusnya sudah menggunakan buku pelaut biometrik berupa finger print. UU ini juga memberikan jaminan kemudahan bagi ABK untuk turun ke darat dan akses perawatan kesehatan. Pejabat yang berwenang tidak memiliki alasan untuk menolak sehingga sama seperti paspor dan diakui secara internasional.

"Sejak adanya UU ini, harusnya yang dipake UU Nomor 1 Tahun 2008 jadi bukan UU PPTKILN. Jadi seharusnya menggunakan buku pelaut berdasarkan konvensi ILO bukan menggunakan KTKLN. Tapi konvensi ILO ini tidak diterapkan. Padahal konvensi ini yang berlaku secara internasional. Bukan KTKLN yang diberikan pada pelaut, tapi buku pelaut," ujar Zulkarnaen pada Gresnews.com pada kesempatan terpisah di MK.

Pada kesempatan lain, Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Reyna Usman menjelaskan masalah perlindungan TKI memang seharusnya menjadi tanggungjawab Kementerian Ketenagakerjaan. Tapi khusus untuk perlindungan TKI ABK, ketika ada perselisihan antara ABK dengan perusahaannya, harus lebih dulu diselesaikan dengan Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan.

"Sebab kontrak ABK dan perusahaan yang memberangkatkannya diatur oleh Kementerian Perhubungan," ujar Reyna di MK (25/2).

Sebelumnya, Sebanyak 29 TKI ABK menggugat Pasal 26 ayat (2) huruf f UU PPTKILN. Pasal ini dianggap merugikan pemohon lantaran dianggap tidak menegaskan kementerian mana yang berwenang memberikan perlindungan dan kepastian hukum pada TKI. Dalam UU PPTKILN disebutkan Kemenaker yang bertanggungjawab atas hal tersebut. Tapi permasalahannya ABK dan aturan yang mengatur di atasnya terikat pada Kemenhub.

BACA JUGA: