JAKARTA, GRESNEWS.COM - Gugatan uji materi yang dilayangkan empat pihak, salah satunya Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), terhadap UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty, resmi ditolak Mahkamah Konstitusi untuk keseluruhannya. Meski begitu, pihak SBSI menilai masih ada peluang untuk menggugat ulang UU Tax Amnesty ke MK.

Kuasa hukum SBSI Agus Supriadi mengatakan, masih ada salah satu pasal yang bisa digugat kembali, yakni Pasal 20. Dalam putusannya, MK memposisikan pasal tersebut sebagai konstitusional bersyarat.

Pasal 20 berbunyi, data dan informasi yang bersumber dari surat pernyataan dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan UU ini tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyidikan dan atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak. "Bisa saja, Pasal 20, karena ada pertimbangannya bahwa Pasal 20 itu konstitusionalnya bersyarat. Jadi masih bisa diajukan gugatan kembali," kata Agus di Jakarta, Rabu (14/12).

Selain itu, masih ada masalah terkait Pasal 21 UU Tax Amnesty yang dinilai bertentangan dengan UU Keterbukaan Informasi. Pasal 21 dalam UU Pengampunan Pajak berbunyi Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pengampunan pajak, dilarang membocorkan, menyebarluaskan, dan atau memberitahukan data dan informasi yang diketahui atau diberitahukan oleh wajib pajak kepada pihak lain.

"Sebenarnya kita berharap itu adalah persoalan, ada salah satu pasal, terutama di Pasal 21 itu menurut kami bertentangan dengan UU keterbukaan informasi," kata Agus menambahkan.

Sementara itu, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu Arief Poyuono mengatakan, ditolaknya gugatan UU Tax Amnesty pertanda memang majelis hakim konstitusi kurang peka terhadap rasa keadilan pada masyarakat yang selama ini bertindak sebagai wajib pajak yang taat seperti kaum buruh dan pekerja. Mereka, kata Arief, setiap tahun secara patuh membayar pajak penghasilan.

Selain itu, kata dia, majelis hakim konstitusi juga tak peka terhadap rasa keadilan kepada pengusaha yang bersih yang taat pajak dan tidak kabur membawa dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ke luar negeri. Kemudian juga para pejabat negara yang bersih yang tidak korupsi.

"Saya tidak yakin kalau MK memutuskan untuk menolak gugatan judicial review UU Tax Amnesty tidak dapat intervensi dari pihak yang diuntungkan dengan diberlakukannya UU Tax Amnesty," kata Arief kepada gresnews.com, Kamis (15/12).

Arief menilai, dengan ditolaknya gugatan UU Tax Amnesty, menunjukkan MK berpihak pada para pengemplang pajak. "Kita takut memidanakan para koruptor dan pengusaha hitam yang notabene adalah bandit ekonomi yang telah merampok harta rakyat Indonesia, terus mencuci dengan bersih harta mereka lewat UU Tax Amnesty cukup bayar 2 persen dari total harta hasil ngerampok," jelasnya.

Dia menegaskan, seharusnya dibuktikan dulu UU Tax Amnesty membawa dampak yang positif atau tidak bagi bangsa dan negara. "Jadi kita lihat saja strategi Joko Widodo kasih pengampunan pajak kepada para koruptor dan pengusaha hitam bisa berhasil narik dana-dana yang selama ini disimpan di luar negeri apa tidak?" ujarnya.

Dengan ditolaknya gugatan UU Tax Amnesty, MK dinilai telah mengecewakan hati nurani masyarakat, karena di negara ini untuk mendapatkan rasa keadilan sekalipun dari Mahkamah Konstitusi yang sangat terhormat ternyata sulit. Terlebih, kata dia, UU Tax Amnesty juga sulit untuk bisa berhasil

"Karena negara-negara yang dijadikan tempat untuk menyimpan uang haram itu juga tidak bodoh untuk dengan gampang saja dana dari negara mereka mengalir ke Indonesia," tegasnya .

Negara-negara tersebut, kata Arief, pasti akan menggunakan UU Anti Pencucian Uang dan orang Indonesia yang akan menarik uang untuk dibawa pulang ke Indonesia pasti akan ditangkap. "Karena mereka pasti tidak bisa membuktikan asal dana mereka yang disimpan di negara negara tersebut," pungkasnya.

HARUS PUNYA STRATEGI - Sementara itu, Direktur Center For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menyatakan, dengan ditolaknya gugatan atas UU Tax Amnesty maka program pengampunan pajak akan terus berjalan hingga Maret mendatang. Dia menilai, sejak pemberlakuan tax amnesty hingga Maret 2017 bisa jadi merupakan masa "bulan madu" antara wajib pajak dengan Ditjen Pajak agar rela mengikuti tax amnesty.

Hanya saja, kata dia, ke depan, aparat pajak harus punya strategi tepat menjaring pajak pasca penerapan tax amnesty. Uchok menilai, ke depan akan banyak batu sandungan yang harus diatasi. Sebab wajib pajak yang harus dihadapi di satu sisi adalah wajib pajak kakap yang kerap "disegani" aparat pajak.

"Pada sisi lain, wajib pajak ini, kadang pura-pura atau tidak mau bayar pajak karena dia seorang pengusaha besar yang punya jabatan di pemerintahan atau punya koneksi dengan pejabat pemerintahan. Pengusaha, tapi dekat dengan kekuasaan. Artinya, aparat pajak harus fokus pada orang orang seperti ini," kata Uchok kepada gresnews.com, Kamis (15/12).

Menanggapi penolakan gugatan UU Tax Amnesty, Wakil Ketua Komisi XI DPR Ahmad Hafisz Tohir mengatakan, penolakan MK itu bermakna, gugatan tax amnesty kurang kuat landasannya dan di sisi lain tax amnesty saat ini sedang dibutuhkan rakyat sehingga lebih banyak manfaat daripada mudarat. "Karena jika dibiarkan uang Rp12 ribu triliun tersebut tidak jelas statusnya, maka tidak akan ada manfaat bagi bangsa dan negara. Jadi TA ini ingin menyampaikan pesan kepada wajib pajak," kata Hafisz kepada gresnews.com, di Jakarta, Kamis (15/12).

Dia mengaku dengan melaporkan harta kekayaan maka wajib pajak yang lalai membayar pajaknya akan diampuni dan dikenakan denda pajak yang ringan. "Tapi selepas tanggal 31 Maret 2017, jika tidak melaporkan hartamu maka tidak akan ada ampun bagimu akan dikenakan pajak 2 persen, demikian analoginya," jelasnya.

Sementara itu, terkait kekhawatiran UU Tax Amnesty digunakan untuk perlindungan aksi kriminal lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani membantahnya. "Dalam Pasal 20 mereka diampuni dari sanksi administrasi dan sanksi kriminal perpajakan, jadi UU pengampunan pajak hanya memberi ampunan ke dua hal itu, yakni sanksi administrasi dan kriminal perpajakan. ini tidak diaplikasikan untuk hal yang lain atau pelanggaran hukum yang lain," jelasnya.

Bila terbukti digunakan untuk perlindungan kejahatan lainnya, maka UU tersebut berhak untuk digugat kembali. "Majelis hakim mengatakan, kalau terbukti UU ini dipakai untuk melindungi kejahatan lain, katakanlah money laundering, terorism, maka dimungkinkan bagi masyarakat untuk bisa melakukan pengajuan judicial review terhadap Pasal 20," ungkap Sri Mulyani.

Keputusan MK, menurut Sri Mulyani, memberikan kepastian secara hukum dan menghilangkan keraguan bagi masyarakat yang ingin mendapatkan fasilitas tax amnesty. "MK justru menguntungkan, memberikan jaminan tax amnesty hanya berhubungan dengan kriminal dan administrasi perpajakan, tidak didesain melindungi kejahatan pencucian uang atau kriminal, perdagangan manusia, terorisme dan lainnya," tandasnya. (dtc)

BACA JUGA: