JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tertangkapnya hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi memicu diskusi tentang pentingnya pengawasan bagi lembaga semacam Mahkamah Konstitusi. MK selama ini dinilai nyaris tanpa pengawasan, sehingga berulang kali hakimnya terjerumus dalam korupsi dan dagang perkara. Padahal dugaan tindak pidana penyuapan seperti yang terjadi pada mantan politisi Partai Amanat Nasional (PAN) baru-baru ini telah mencoreng institusi penegakan  hukum.

Wakil Ketua Komisi III Desmond J Mahesa, Selasa, (31/1) menilai kasus yang menjerat Patrialis Akbar seharusnya tidak terjadi kalau integritas hakim yang dihasilkan seleksi MK memang melalui proses seleksi yang ketat. Harusnya kandidat yang menjadi hakim MK memiliki integritas yang teruji dan tidak memiliki kepentingan politik.

Karena itu, Desmond mengusulkan agar pemilihan hakim MK juga dibentuk tim seleksi independen.  Tim independen ini yang akan melakukan seleksi soal tingkat kenegarawanannya calon hakim MK.

"Tapi masalahnya, timnya juga siapa yang membentuknya.  Harusnya  tim seleksi ini dibentuk sama sama antara MA dan DPR ," kata Desmond J Mahesa di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta.

Desmond mengungkapkan sulitnya mencari orang yang memiliki integritas  mengisi kursi hakim MK. Menurutnya persoalan yang menjerat hakim Patrialis Akbar merupakan persoalan integritas personal yang memang perlu pengujian tingkat kenegarawanannya.

"Itu kan bicara selesai, gak orang itu soal integritas kapasitasnya negarawan atau tidak. Karena persoalan inilah yang membuat MK dirugikan," ujar politisi Gerindra itu.

Patrialis Akbar ditangkap KPK terkait kasus suap uji materiil Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pada tanggal 26 Januari sekitar pukul 21.30 di kawasan pusat perbelanjaan Grand Indonesia di Jakarta Pusat. Ia ditangkap bersama seorang perantara dan pengusaha impor daging sapi. Diduga suap itu agar Patrialis mempengaruhi putusan atas uji materi yang diajukan sekelompok orang atas keberadaan UU tersebut. Agar putusan yang dihasilkan tetap menguntungkan pengusaha.

BADAN PENGAWAS INDEPENDEN -  Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Junimart Girsang III  juga berpendapat hal yang sama dengan Desmond. Menurutnya kasus suap yang menyeret salah satu hakim MK, Patrialis Akbar, bukti pengawasan MK memang sangat lemah.

Selama ini, sambung Junimart, tidak ada badan apa pun yang mengawasi Mahkamah Konstitusi. hal itu  pula yang menyebab terulangnya peristiwa yang sempat menimpa hakim konstitusi Akil Mochtar. Dengan alasan itu, Junimart mengusulkan agar dibentuk badan independen yang bekerja mengawasi MK.

"Makanya MK harus diawasi kalau tidak diawasi bablas aja MK itu," kata Junimart Girsang kepada wartawan di Senayan, Jakarta.

Alternatif lainnya, bisa saja pengawasan dikembalikan kepada Komisi Yudisial (KY). Namun dengan catatan ada evaluasi terlebih dulu terhadap KY. Pasalnya, Junimart melihat ada pergeseran fungsi KY sehingga perlu dievaluasi agar bisa berperan efektif mengawasi kinerja MK.

"MK juga harus dikawal. Harus ada badan yang mengawasi ini. Kalau pun tidak badan, KY cukup tetapi KY sendiri harus dievaluasi karena KY menurut saya sudah berubah fungsi. Mereka punya naluri untuk menghukum hakim tidak boleh begitu. Mereka hanya mengawasi kinerja dan perilaku," tukasnya.

Lebih jauh Junimart melihat ada kelemahan dalam rekrutmen hakim MK. Faktor seperti integritas dan independensi tidak menjadi unsur penting dalam penilaian rekrutmen hakim MK. Terkait itu pun, Junimart juga mengusulkan seleksi hakim MK cukup dengan membentuk tim Panitia Seleksi (Pansel) yang independen seperti dalam rekrutmen komisioner KPK. "Padahal yang penting itu hakim harus memiliki integritas dan independensi ini sudah mencakup moralitas dan mentalitas. Akan sulit mendapatkan ini," pungkasnya.

Untuk itu ia meminta pemerintah untuk membentuk Pansel. Nantinya Pansel yang akan menyortir secara selektif calon hakim MK. Menurutnya, dengan Pansel ini akan terjaring hakim yang memiliki kualitas yang diharapkan. "Sama seperti KPK, kenapa kita tidak lakukan seperti KPK," katanya.

BACA JUGA: