JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menelisik keterlibatan sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta dalam kasus suap pembahasan dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) terkait Reklamasi di Teluk Jakarta. Kemarin KPK telah memeriksa sejumlah pihak terkait kasus tersebut. Diantaranya Ketua Badan Legislasi Daerah (Balegda) M. Taufik, Wakil Ketua Balegda Merry Hotma, juga Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi.

Merry dan Prasetio diperiksa sebagai saksi untuk Ketua Komisi D DKI Jakarta, Muhammad Sanusi yang telah ditetapkan tersangka dalam kasus ini. Sedangkan Taufik, namanya tidak tercantum di dalam jadwal pemeriksaan. Namun belakangan ia muncul di KPK.  Bukan kali ini saja nama Taufik tidak tercantum daftar saksi yang dimintai keterangan, tercatat sudah tiga kali hal seperti ini terjadi.

Muncul dugaan bahwa ada penyelidikan baru dalam kasus ini dan KPK bersiap untuk menetapkan tersangka baru. Namun hal itu dibantah oleh Pelaksana harian Kepala Bagian Humas KPK, Yuyuk Andriati Iskak.

"Enggak ada, dia (Taufik) jadwal pemeriksaan tambahan untuk tersangka MSN (Muhammad Sanusi)," kata Yuyuk kepada gresnews.com, Selasa (3/5).

Namun saat ditanya mengapa nama Taufik sering kali tidak tercantum di dalam jadwal pemeriksaan, Yuyuk belum menanggapinya. Ini memang berbeda dengan Prasetio Edi dan Merry Hotma yang sudah beberapa kali dipanggil dan namanya selalu tercantum dalam jadwal.

DITUMPUKAN KE SANUSI - Usai menjalani pemeriksaan, M.Taufik bersikukuh, dirinya tidak pernah melakukan pertemuan dengan para pengusaha khususnya terkait kasus reklamasi termasuk dengan Sugiyanto Kusuma alias Aguan. Ini memang bukan kali pertama Taufik membantah hal tersebut.

"Saya enggak pernah bertemu pengusaha, (Aguan) Enggak saya enggak pernah ketemu," ujar Taufik di Gedung KPK.

Begitu juga saat ditanya,  bahwa dalam pertemuan tersebut hadir pula Sanusi. Sanusi merupakan adik kandung dari Taufik dan keduanya berasal dari kendaraan politik yang sama yaitu Partai Gerindra.

Taufik justru meminta para awak media menanyakan hal itu kepada Sanusi. Termasuk saat ditanya apakah ia menghubungi Sanusi melalui sambungan telepon untuk menanyakan masalah pertemuan dengan Aguan.

"Waduh, tanya sama Sanusi aja. Tanya sama Sanusi aja, makanya tanya itu, saya gak pernah ikut, saya ngurusin Raperda, gak ada, gak ada," kilahnya.

Dari informasi yang diterima gresnews.com di lingkungan penyidik KPK, memang ada komunikasi antara pihak DPRD DKI Jakarta dengan sejumlah pengusaha untuk memuluskan proses Raperda Reklamasi. Bahkan tidak hanya pertemuan,  juga disebut-sebut ada sejumlah "hadiah" yang mampir ke para  legislator itu.

Beberapa waktu lalu beredar rumor sejumlah anggota dewan menerima mobil mewah  jenis Toyota Alphard dan paket plesiran ke luar negeri hingga ibadah umroh. Pemberian itu juga diduga berkaitan erat untuk memuluskan Raperda reklamasi.

Informasi itu juga menyebut mobil-mobil tersebut diatasnamakan satu orang, yaitu M. Taufik. Beberapa dari para anggota dewan, yang dikonfirmasi soal kepemilikan mobil tersebut,  berdalih bahwa mobil tersebut sudah dibeli namun memang kepemilikannya belum dibalik nama.


SUAP KORPORASI - Seperti diketahui pada 31 Maret lalu KPK meringkus 6 orang dalam sebuah operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus penyuapan pembahasan rancangan peraturan daerah tentang Reklamasi Teluk Jakarta. Satu di antaranya adalah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta Muhammad Sanusi. KPK langsung menetapkan tiga orang tersangka dalam penangkapan tersebut.

Selain Sanusi, KPK juga menetapkan tersangka karyawan PT Agung Podomoro Land (APL) Trinanda Prihantoro, dan Presiden Direktur APL Ariesman Widjaja. Dalam tangkap tangan itu KPK menyita uang senilai Rp1,14 miliar.

Ariesman diduga menyerahkan uang tersebut kepada Sanusi melalui Trinanda. KPK juga melakukan penggeledahan terhadap sejumlah ruang DPRD DKI Jakarta, termasuk ruangan pimpinan Komisi D Sanusi, ruangan Wakil Ketua DPRD DKI Muhammad Taufik, dan ruangan kontrol CCTV.

Uang suap itu diduga terkait dengan dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang sedang dibahas DPRD. Yakni Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta 2015-2035. Kedua, Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Perihal reklamasi, diketahui bukan hanya APLN yang mempunyai "kepentingan" mengenai pembahasan Raperda itu. Beberapa perusahaan diketahui juga menggarap pulau-pulau di utara Jakarta untuk direklamasi. Diantaranya PT Manggala Krida Yudha, PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk, PT Jakarta Propertindo, PT Jaladri Kartika Ekapaksi dan PT Kapuk Naga Indah.

Komisioner KPK Laode M Syarief mengakui, pihaknya sedang fokus menangani kasus korupsi yang melibatkan korporasi. "Kami bisa mengatakan ini adalah bisa dikategorikan grand corruption karena dari awal kami berlima ingin menyasar korupsi-korupsi besar yang melibatkan swasta, dan yang paling penting lagi, ini contoh paripurna dimana korporasi mempengaruhi kebijakan publik," kata Syarief.

Selain itu, menurut Syarief, kasus ini merupakan cermin cara licik korporasi untuk mempengaruhi kebijakan publik. "Bisa dibayangkan bagaimana kalau semua kebijakan publik dibuat bukan berdasarkan kepentingan rakyat banyak tapi hanya untuk mengakomodasi kepentingan orang tertentu atau korporasi tertentu, kami berharap hal ini tidak terjadi lagi di Indonesia," ujarnya.

BACA JUGA: