JAKARTA, GRESNEWS.COM - Terbongkarnya produksi dan peredaran  vaksin palsu oleh jajaran Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri ibarat membuka kotak pandora. Sebab kegiatan pembuatan dan distribusi vaksin palsu ini telah berlangsung selama 13 tahun dan telah didistribusikan ke beberapa kota.

Tak heran jika Kementerian Kesehatan dan BPOM dinilai kecolongan. Sebagai respon pemerintah kemudian menggelar rapat koordinasi lintas instansi antara lain Polri, BPOM, IDI, Asosiasi Apotek Indonesia dan lainnya, untuk membahas masalah vaksin palsu tersebut. Hasilnya pemerintah menyepakati pembentukan Satuan tugas (Satgas) Penanganan Vaksin Palsu.

"Di rapat kami simpulkan bentuk Satgas penanganan vaksin palsu,  terdiri dari Bareskrim, Kemenkes, Balai POM dan lainnya," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus  Bareskrim Brigadir Jenderal Polisi Agung Setya, Selasa (26/7).

Pembentukan Satgas diharapkan dapat merespon cepat penanganan kasus vaksin palsu. Satgas akan melihat dampak vaksin dan mengidentifikasi sebarannya. "Kita harap kasus vaksin palsu bisa ditangani cepat dan dituntaskan segera," kata Setya.

Dirjen Kefarmasian Kementerian Kesehatan Maura Linda Sitanggang juga melihat pentingnya pembentukan Satgas Vaksin Palsu. Satgas ini akan menangani secara menyeluruh. Mulai menemukan titik sebaran vaksin palsu di berbagai daerah. Juga akan melihat dampak vaksin palsu di masyarakat.

"Kita lihat aspek dampak kesehatan yang banyak diributkan. Kalau nggak timbulkan kekebalan akan vaksin ulang, kami siap berikan vaksin gratis," terang Linda di Bareskrim Polri.

BPOM sendiri sejak kasus ini mencuat mengaku telah memerintahkan Balai BPOM di seluruh Indonesia untuk melakukan pemeriksaan seluruh apotek, rumah sakit dan  pedagang farmasi. BPOM mengumpulkan data dan bukti serta melakukan uji terhadap vaksin palsu.

TERSANGKA BARU - Polisi sendiri terus mengungkap para pelaku pembuat dan pengedar vaksin palsu. Agung mengatakan, polisi kembali melakukan penangkapan terhadap satu tersangka baru yang bertindak sebagai distibutor. Total telah ada 16 tersangka dalam kasus peredaran vaksin palsu.

"Kami buru para pelaku, khususnya pembuat vaksin dimana pun berada, kami bersama penyidik Polda, Polres se Indonesia untuk tangani secara cepat. Kita harap nggak ada lagi vaksin palsu di lapangan," kata Agung.

Penyidik juga menyatakan tak akan main-main untuk membongkar kasus ini. Penyidik akan mengenakan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk menelusuri aliran hasil kejahatannya.

"Kita kenakan ke seluruh pelaku khususnya pembuat karena kita tahu mereka mendapatkan harta hasil kejahatan cukup besar, dan saat ini proses pengejaran asetnya," kata Agung Setya di Bareskrim Mabes Polri, Senin (27/6).

Seperti diketahui, dua tersangka pembuat vaksin palsu yakni Rita Agustina dan Hidayat Taufiqurahman memiliki rumah mewah di Kemang Pratama Regency, Bekasi Timur. Keduanya juga mengoleksi sejumlah kendaraan yang tergolong mewah.

Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah teledor dalam pengawasan industri farmasi, sehingga muncul kasus vaksin palsu.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulis Abadi mengatakan, situasi ini menunjukkan  pengawasan Kemenkes dan POM terhadap industri farmasi secara keseluruhan lemah, bahkan teledor. Tulus bahkan menyebut kejadian ini merupakan peristiwa yang tragis,  karena pemalsuan vaksin bayi ini telah berlangsung sangat lama.

"Mengingat praktik pemalsuan itu sudah sangat lama, 13 tahun!" kata Tulus dalam pernyataan resminya.

Kemenkes dan BPOM diminta lebih sensitif terhadap maraknya pemalsuan produk-produk farmasi di Indonesia, khususnya pada jenis vaksin. Sebab produk vaksin yang juga merupakan produk farmasi selama ini tidak terdeteksi.

Beredarnya vaksin palsu di institusi kesehatan dianggap oleh Tulus sebagai sesuatu  yang berbahaya. Kemenkes diminta memberikan jaminan bahwa vaksin dipergunakan di rumah sakit  adalah asli, termasuk melakukan audit ulang.

Kemenkes dan Badan POM seharusnya melakukan investigasi terhadap kemungkinan oknum rumah sakit atau institusi kesehatan lain yang sengaja membiarkan atau bahkan bekerja sama dengan produsen vaksin palsu tersebut.

DAERAH EDAR VAKSIN PALSU - Sementara itu Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F. Moeloek dalam pernyataannya menegaskan, sejauh ini vaksin untuk pelaksanaan imunisasi dasar seperti hepatitis, campak, dan polio yang diberikan secara gratis kepada masyarakat adalah asli.

"Jadi kita memang memberikan vaksin gratis kepada masyarakat itu namanya program. PT Biofarma yang mengeluarkan vaksin itu, dicek oleh Badan POM, kemudian didistribusikan secara reguler dan legal kepada Dinas Kesehatan atau pun Rumah Sakit, kemudian sampaikan ke Puskesmas," jelas Menkes di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (28/6) siang seperti dikutip setkab.go.id.

Diungkapkan Menkes untuk imunisasi dasar rakyat, tidak menunggu data dari rumah sakit. Namun pihaknya mengcover langsung ke daerah. Bahkan pihaknya telah menginstruksikan langsung ke Dinas kesehatan untuk melihat vaksin-vaksin yang ada. Sebab selama ini vaksin-vaksin itu didistribusikan kepada Kepala Dinas secara reguler dan legal.

Terkait peredaran vaksin palsu Menkes mengaku hal itu masih dalam penyelidikan Bareskrim. Badan POM menurutnya, sudah mengambil sampel ke daerah-daerah yang diperkirakan menjadi daerah peredaran. Soal jangka waktu lamanya peredaran vaksin palsu itu, Nila justru mengatakan hal itu masih perlu dilakukan kajian ke belakang dan menurutnya hal itu bukan hal yang mudah.

Ia sendiri mengaku belum bisa memastikan daerah mana saja yang menjadi suspect peredaran vaksin palsu. Namun menurutnya sejauh ini berdasarkan data kepolisian daerah peredaran dicurigai sekitar Banten, Tangerang, Jakarta dan Bekasi. Di DKI Jakarta menurutnya seluruh Dinas Kesehatan akan melakukan pengecekan.

BACA JUGA: