JAKARTA GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertekad tak akan menyerah begitu saja terhadap perlawanan mantan Direktur Jendral Pajak Hadi Poernomo. Hadi yang telah ditetapkan tersangka dalam  kasus penyalahgunakan wewenang pengurusan pajak Bank BCA  senilai Rp 375 miliar  itu, berulangkali mempecundangi KPK.  

Setelah dikalahkan oleh gugatan pra-peradilan yang diajukan Hadi atas penetapan statusnya sebagai tersangka di PN Jakarta Selatan. Pengajuan banding KPK  juga ditolak. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan banding yang diajukan KPK. Seperti tercantum dalam surat panitera PN JKT.SEL tanggal 3 Juni 2015,  pengajuan itu ditolak karena tak memiliki dasar hukum pengajuan banding atas putusan praperadilan.  

"Jadi telah melalui ketetapan Ketua Pengadilan bahwa berkas itu tidak dapat diterima," ujar  Humas PN Jaksel Made Sutrisna saat itu.

Alasan KPK mengajukan banding karena menilai hakim tunggal Haswandi dalam  memutus gugatan Praperadilan Hadi  telah melampaui kewenangannya. Sebab, dalam UU KPK telah diatur secara jelas bahwa lembaga anti korupsi itu tak bisa menghentikan penyidikan dengan alasan apapun. Haswandi dipandang telah dengan sengaja menyerobot peraturan perundangan.

"Selain itu, hakim telah memutus ketidakabsahan penyelidik KPK yang non Polri, padahal seharusnya keabsahan pengangkatan penyelidik tersebut menjadi kompetensi hakim TUN untuk menilai, bukan hakim praperadilan," tegas Plt Pimpinan KPK Indriyanto, Awal Juni lalu.

Kini setelah upaya banding juga kandas, KPK bertekad, menempuh jalur Peninjauan Kembali (PK). KPK memang sengaja tak buru-buru memilih opsi menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru. Padahal terhadap tersangka bekas Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin yang tersangkut kasus korupsi pengelolaan PDAM di Makasar, KPK menempuh jalur menerbitan sprindik baru dan menetapkan kembali yang bersangkutan sebagai tersangka.  

Menurut Plt Pimpinan KPK Johan Budi langkah tersebut sebagai upaya untuk menchallenge bahwa putusan hakim itu tidak benar. "Itu alasan kenapa KPK memutuskan untuk PK,"  katanya dalam acara buka puasa bersama awak media di Auditorium KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (29/6).

Menurutnya, KPK menganggap bahwa apa yang diputuskan hakim praperadilan Hadi Poernomo itu ada semacam penyelundupan hukum. Kenapa begitu, karena dia memutuskan melampaui apa yang diminta pemohon. "Kita challange itu dengan mengajukan PK agar putusan hakim praperadilan Hadi Poernomo bisa dilihat hakim yang lebih tinggi di MA," sambung Johan.

Mantan juru bicara KPK ini juga mengatakan memori PK untuk Hadi Poernomo ini telah disusun biro hukum KPK.  "Memori PK akan segera dikirimkan, saat ini tengah finalisasi di biro hukum," katanya kemudian.

SIAPKAN SPRINDIK BARU - Jika PK tersebut ditolak, lanjut Johan, baru pihaknya akan mengambil langkah. Langkah utama yang disiapkan adalah dengan menerbitkan sprindik baru bagi Hadi Poernomo. Namun KPK meyakini ada penyelundupan hukum pada putusan praperadilan Hadi Poernomo yang dimenangkan Hakim Haswandi. Memori PK yang telah disusun akan dikirimkan untuk mematahkan pertimbangan hakim Haswandi. Hakim Haswandi dianggap sudah melampaui kapasitasnya sebagai hakim yang menyidangkan perkara praperadilan.

Sedang menurut anggota tim Satgas penyidik kasus Hadi Poernomo, Yudi Kristiana, menyebutkan penyelundupan hukum dalam putusan praperadilan yang diputus Hakim Haswandi sangat kentara. Hakim Haswandi sengaja mencari-cari celah dalam penyidikan kasus pajak Bank BCA yang sudah hampir selesai.

Menurut Yudi dalam kasus Hadi, KPK sudah mengantisipasi semua unsur yang disangkakan, termasuk  delik yang disangkakan hingga alat bukti surat, alat bukti keterangan saksi sampai ahli hukum pidana, administrasi negara, hukum keuangan sampai orang yang bahas UU KPK menurutnya telah dihadirkan. Sebab berkas penanganan kasus Hadi tersebut telah hampir selesai. "Namun hakimnya ternyata mencari celah lain tentang keabsahan penyidik dan penyelidikan karena penyidik tidak sah," katanya.   

Sehingga pengajuan PK ini hanya untuk meluruskan putusan hakim praperadilan. Jika pengajuan PK ini juga ditolak. Lembaga anti rasuh ini masih memilik alternatif upaya, yakni dengan menerbitkan surat perintah penyidikan baru. "Opsi masih terbuka terutama penerbitan sprindik baru karena dimungkinkan seperti putusan MK perluasan objek praperadilan di halaman 106 untuk mengulangi proses yang sama, jadi bisa dilakukan kalau upaya perlawanan hukum ditolak MA,"  kata Johan.

HORMATI ATURAN - Dikonfirmasi secara terpisah, pengacara Hadi Poernomo, Maqdir Ismail terlihat geram akan langkah yang diambil KPK. Menurutnya opsi Peninjauan Kembali (PK) yang akan dilakukan lembaga antirasuah itu sangat tidak tepat dan bertentangan dengan Undang-Undang.

Maqdir menjelaskan, dalam Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berhak mengajukan PK adalah terpidana atau keluarganya. "KPK itu bukan terpidana, bukan pula keluarga terpidana. Artinya secara hukum KPK tidak bisa PK," kata Maqdir saat dikonfirmasi gresnews.com, Selasa (30/6).

Maqdir meminta KPK sebagai penegak hukum juga menghormati hukum dan peraturan yang berlaku. Salah satunya dengan segera mengeksekusi putusan praperadilan yang diketok Hakim Haswandi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait perkara keberatan pajak PT BCA yang menjerat kliennya.

Maqdir juga meminta KPK menghentikan seluruh proses penyidikan dan tidak mengambil upaya lanjutan terkait mantan Direktur Jenderal Pajak ini. Terlebih lagi dengan kembali menjadikan kliennya sebagai tersangka di perkara yang sama. Menurut Maqdir, hal tersebut jelas mengada-ada.

"Hentikan penyidikan dan semua upaya hukum. Sepatutnya mereka menyadari untuk menegakkan hukum bukan merusak proses penegakan hukum. Mereka harus taati putusan praperadilan. Bukan mencari-cari alasan untuk memperkarakan orang meskipun tidak ada dasar hukum," pungkas Maqdir.

Hadi Poernomo sebelumnya pada 21 April 2014 resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus pajak PT BCA yang diduga merugikan negara hingga Rp 375 miliar. Hadi ditetapkan saat mantan Dirjen Pajak ini masih mengakhiri masa
kepemimpinannya di BPK.

Kasus pajak itu terkait posisi Hadi Poernomo saat menjabat Dirjen Pajak periode 2002-2004. Hadi Poernomo diduga bermain dalam urusan pajak BCA dan diduga salahgunakan wewenang. (dtc)

BACA JUGA: