JAKARTA, GRESNEWS.COM - Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyasar aparat penegak hukum dari kalangan pengadilan. Kali ini KPK menangkap Ketua Pengadilan Negeri (PN) Kepahiang Bengkulu, yang juga hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bengkulu.

Ketua KPK Agus Rahardjo membenarkan lembaganya telah melakukan OTT terhadap oknum hakim. Aksi penangkapan berlangsung pukul 15.30 WIB, Senin (23/5).  "TKP di rumah dinas Kepala PN Kepahiang atas nama JP, 55 tahun, PNS," kata Agus saat dikonfirmasi wartawan, Senin (23/5).

Berdasarkan hasil penelusuran di laman pn-kepahiang.go.id, inisial JP yang dimaksud adalah Janner Purba. Selain sebagai Ketua PN Kepahiang, Janner adalah hakim di Pengadilan Tipikor Bengkulu.

Menurut informasi yang dihimpun gresnews.com, KPK tidak hanya menangkap satu orang dalam kasus ini. Ada lima orang yang turut digelandang tim penyidik dalam penangkapan tersebut. Mereka diantaranya seorang hakim, panitera dan orang yang diduga pemberi suap.

Mereka salah satunya disebut-sebut bernama Toton, seorang hakim. Lainnya adalah Syafri Syafei, 53 tahun, dan Febi Irawansyah, 29 tahun. Keduanya adalah PNS di Provinsi Bengkulu. Sedang uang yang berhasil disita mencapai Rp150 juta.

Syafri Syafei merupakan Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit Umum Daerah Dr M Yunus (RSMY). Sedangkan Febi belum diketahui jabatannya di Pemprov Bengkulu.

DIDUGA TERKAIT KORUPSI RSMY - Penangkapan itu sendiri diduga berkaitan dengan perkara RSMY yang sedang disidangkan di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Syafri berstatus sebagai terdakwa. Pemberian suap itu diketahui berlangsung sehari sebelum pembacaan vonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu. Rencananya putusan perkara yang melibatkan Syafri itu akan dibacakan hakim pada Selasa (24/5).

Kasus korupsi tersebut sebelumnya sudah menjerat Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah. Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Subdirektorat V Tipikor, Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri pada Mei 2015. Kerugian dari kasus korupsi ini sekitar Rp5,4 miliar.

Perkara itu bermula saat dikeluarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor Z. 17 XXXVIII Tahun 2011 Tentang Tim Pembina Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah Dr M Yunus (RSMY), terkait honor tim pembina RSUD Muhammad Yunus berisikan puluhan pejabat di Pemprov Bengkulu, termasuk gubernur. Akibat SK tersebut, negara diduga dirugi sebesar Rp5,4 miliar.

SK serupa sebelumnya pernah dikeluarkan oleh Gubernur pada masa Agusrin M. Nadjamudin, namun saat itu RSUD Dr M. Yunus belum merupakan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Persoalan muncul saat SK itu dikeluarkan oleh Gubernur Junaidi Hamsyah yang dianggap bertentangan dengan Permendagri No 61 Tahun 2007 mengenai Dewan Pengawas. Berdasarkan Permendagri tersebut, Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tidak mengenal Tim Pembina.

Dalam kasus ini, Polda Bengkulu telah menetapkan beberapa tersangka termasuk beberapa petinggi dan staf RSUD tersebut, termasuk Syafri.

Dalam persidangan gubernur sempat menjadi saksi dan mengaku bahwa ia menandatangani SK itu karena SK tersebut telah ditelaah oleh bagian hukum, asisten, bagian keuangan dan Sekda. Gubernur sendiri berdalih dirinya tak pernah mengambil uang honor tersebut. Namun pernyataan tersebut dibantah mantan staf keuangan RS Darmawi yang berstatus terpidana bahwa ia pernah memberikan uang tersebut ke staf gubernur.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata masih enggan memberikan keterangan secara rinci mengenai perkara ini. "Nanti sore pimpinan atau Humas akan mengadakan press release," kata Alex kepada wartawan, Selasa (24/5).

BACA JUGA: