JAKARTA, GRESNEWS.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya secara resmi menginformasikan kelanjutan vonis Raoul Adhitya Wiranatakusuma dan anak buahnya yaitu Ahmad Yani dalam kasus pemberian suap kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Santoso. Raoul diketahui merupakan advokat yang membela PT Kapuas Tunggal Persada (KTP) dalam sengketa perdata dengan PT Mitra Maju Sukses (MMS)

Lembaga antirasuah ini mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta atas putusan pengadilan tingkat pertama atas dua terdakwa tersebut. Seperti diketahui Raoul divonis 5 tahun denda Rp150 juta subsider 3 bulan sedangkan Yani divonis selama 3 tahun denda Rp100 juta subside 2 bulan kurungan.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan alasan pihaknya melawan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta ini. Bukan karena jumlah hukuman yang diberikan, Febri menitikberatkan pada pertimbangan hakim mengenai pasal yang dikenakan kepada keduanya yang seharusnya menyentuh keterlibatan pihak lain.

"Benar, kami akan ajukan banding untuk putusan tersebut. Salah satu argumentasi yang penting adalah terkait dinyatakan tidak terbuktinya penerimaan suap bersama-sama antara panitera dan hakim," kata Febri saat dikonfirmasi wartawan, Senin (16/1).

Hakim yang dimaksud bersama-sama menerima uang adalah Casmaya dan Partahi Tulus Hutapea. Keduanya merupakan pengadil dalam sengketa perdata antara PT KTP dan PT MMS di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam surat dakwaan baik kepada Raoul, Yani maupun Santoso, dari total Sin$28 ribu, yang akan diberikan kepada hakim adalah Sin$25 ribu untuk memenangkan PT KTP.

KPK memang sangat yakin uang yang diberikan oleh Raoul melalui Yani dan Santoso ditujukan kepada hakim. Sebelum mengajukan banding, keyakinan tersebut disampaikan dalam surat tuntutan kepada Santoso. "Sebagaimana disampaikan pada Tuntutan KPK terhadap M. Santoso, penuntut umum yakin ada indikasi perbuatan bersama-sama tersebut," terang Febri.

Dikonfirmasi terpisah, salah satu tim Jaksa Penuntut Umum KPK yang menangani kasus ini, Tri Anggoro Mukti mengatakan banding yang dilakukan kepada Raoul dan Yani diajukan dalam waktu berdekatan. "Kalau Yani Kamis kemarin (12/1), kalau Raoul Jumatnya (13/1)," terang Tri saat dikonfirmasi gresnews.com.
BANDING TAK BERDASAR - Sementara itu, Raoul sendiri melalui pengacaranya Maqdir Ismail menganggap banding yang diajukan KPK sama sekali tidak berasalan. Sebab dalam proses persidangan ia menganggap tidak ada satu orang pun yang mengakui ada pembicaraan mengenai uang antara Raoul dengan Casmaya serta Partahi.

"Raoul secara tegas menyatakan tidak ada pembicaraan dengan kedua hakim itu mengenai uang. Pembicaraan tentang uang hanya antara Raoul dan M. Santoso," kata Maqdir kepada gresnews.com

Maqdir menyalahkan Santoso atas terjadinya kasus ini. Ia menyebut sang panitera adalah sumber malapetaka. "Sumber malapetaka ini adalah janji dari M. Santoso akan membantu Raoul untuk memenangkan perkara. Nyatanya janji gugatan ditolak tidak ada realisasinya," terang Maqdir.

Advokat yang seringkali disebut spesialis praperadilan ini menganggap kliennya bertubi-tubi mengalami kesialan. Pertama kalah dalam perkara perdata, kemudian membayar sejumlah uang kepada Santoso yang hanya memberikan janji kosong. Ketiga kliennya harus keluar uang yang jumlahnya ratusan juta tanpa ada hasil.

"Keempat ditangkap KPK karena didakwa menyuap hakim dan kelima dihukum dengan hukuman maksimal dalam perkara suap," kata Maqdir menyebut berbagai penderitaan yang dialami kliennya.

"Tidak ada alasan hukum yang cukup bagi KPK untuk banding, karena Raoul sudah dihukum dengan hukuman maksimal karena memberi suap," tuturnya. Hukuman 5 tahun memang ganjaran maksimal jika dilihat dari pasal yang diberikan hakim yaitu Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU Tipikor. Ini adalah pasal subsider, sedangkan alasan Jaksa mengajukan banding karena dakwaan primer Pasal 6 UU Tipikor, tentang suap kepada hakim dianggap tidak terbukti.

BACA JUGA: