JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) Bandung akhirnya mengabulkan gugatan warga Desa Antajaya, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, terkait penerbitan Surat Keputusan Bupati Bogor tentang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Koperasi Primer Karyawan Perum Perhutani (Primkokar Perhutani) di Gunung Kandaga, Bogor.

Gugatan itu dilayangkan karena dampak dari Keputusan Bupati Bogor itu berpotensi merusak lingkungan karena aktivitas perusahaan tambang. "Padahal kawasan Gunung Kandaga di Kecamatan Tanjungsari merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat sekitar," tulis kuasa hukum warga dari Lembaga Bantuan Hukum keadilan Bogor Raya (LBH-KBR), LBH Bandung, dan Walhi Jawa Barat, dalam rilisnya kepada gresnews.com, kemarin.

Gugatan dengan Nomor Perkara: 155/G/2015/PTUN.BDG itu dilayangkan oleh dua warga Tanjungsari, Erwin Irawan dan Muhammad Amir pada Oktober 2015, atas Surat Keputusan Bupati Bogor Nomor: 541.3/051/Kpts/ESDM/2011 tentang Penyesuaian Surat Izin Usaha Pertambangan Daerah (SIPD) Eksploitasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi atas nama Primkokar Perhutani. Dalam putusan tertanggal 3 Mei 2016 itu Majelis Hakim PTUN Bandung mengabulkan permohonan para penggugat untuk seluruhnya.

Majelis menemukan fakta-fakta sebagai berikut; Pertama, dari keterangan tiga saksi warga yang dihadirkan para penggugat pada pokoknya menyatakan terdapat kerugian yang nyata dialami oleh masyarakat sekitar perusahaan tambang; diantaranya  kesulitan air bersih, bising oleh kendaraan alat berat, terdapat pergeseran tanah di rumah salah satu warga hingga retak dan akses jalan menuju permukiman warga menjadi rusakm terlebih jika musim hujan sangat mengganggu akses sosial-ekonomi masyarakat. Keberadaan aktivitas perusahaan tambang juga mengakibatkan konflik sosial antar sesama warga masyarakat.

Kedua, keterangan ahli mengatakan bahwa kebijakan pemerintah daerah harus dibuat sebagaimana prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam perspektif pemerintahan yang baik. Bahwa keputusan yang dibuat haruslah diketahui oleh publik terutama masyarakat sekitar perusahaan tambang, karena aktivitas perusahaan tambang harus melibatkan partisipasi publik yang luas karena berdampak pada kelestarian lingkungan.

Ketiga, majelis hakim telah melakukan pemeriksaan setempat untuk menguji fakta di lapangan berkenaan dengan aktivitas perusahaan tambang, yang pada pokoknya berpotensi merusak kelestarian dan keasrian serta hilangnya sumber air bagi penghidupan warga.

Dari pertimbangan hal-hal tersebut, majelis hakim memutuskan untuk mengabulkan keseluruhan gugatan warga. Hakim menegaskan bahwa aktivitas perusahaan tambang Primkopkar Perhutani harus dihentikan hingga menunggu adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Majelis hakim menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Bupati Bogor Nomor: 541.3/051/Kpts/ESDM/2011 tentang Penyesuaian Surat Izin Usaha Pertambangan Daerah (SIPD) Eksploitasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Atas Nama Koperasi Primer Karyawan Perum Perhutani (Primkokar Perhutani), tertanggal 21 Januari 2011. Serta mewajibkan tergugat mencabut Surat Keputusan Bupati Bogor Nomor: 541.3/051/Kpts/ESDM/2011. Serta  menghukum tergugat membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara tersebut.

KONFLIK DENGAN WARGA -  Konflik warga Antajaya, Kecamatan Tanjungsari, dengan PT Gunung Salak Rekhanusa (GSR) atau Primkokar telah berlangsung lama. Bahkan telah belasan kali warga melakukan protes dan unjuk rasa menentang pemberian izin kegiatan pertambangan yang dituding merusak lingkungan itu. Buntutnya adalah mereka melayangkan gugatan ke PT TUN.

Warga menentang Keputusan Bupati Bogor, karena melegalkan penambangan. "Ini sama saja mengizinkan perusahaan merusak alam Desa Antajaya, Kecamatan Tanjungsari," kata Anim, salah satu warga kepada wartawan beberapa waktu lalu.

Pertambangan batu andesit yang berlokasi di Gunung Kandaga dinilai mengancam kerusakan lingkungan, karena kawasan tersebut dikenal sebagai sumber mata air bagi masyarakat setempat. Warga mengatakan dampak yang sangat terasa akibat penambangan itu, aliran sungai kini terjadi pendangkalan bahkan tersumbat oleh tanah merah sisa penambangan. Padahal warga mengaku aliran sungai itu airnya dipakai untuk mandi, mencuci, wudhu, dan banyak aktivitas lainnya.

Apalagi aktivitas penambangan itu akan melibas total tujuh gunung di daerah tersebut. Saat ini dari total  izin yang diberikan sekitar 19 hektare di wilayah Gunung Kandaga 6,5 hektare sudah digali. Itu pun dampaknya terhadap lingkungan sudah sangat terasa oleh warga sekitar. Apalagi jika tujuh gunung yang ada turut digali.

BACA JUGA: