JAKARTA, GRESNEWS.COM - Meski grasi yang diajukan telah ditolak Presiden Joko Widodo, dua anggota Bali Nine, terpidana mati kasus narkoba masih berupaya melepaskan diri dari jerat pidana mati dengan mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Meski begitu, pihak Kejaksaan Agung menegaskan, akan tetap melaksanakan eksekusi mati terhadap kedua warga negara Australia tersebut.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Tony Spontana mengatakan, PK yang diajukan dua WNA asal Australia tidak akan menghambat pelaksanaan eksekusi mati. Tony menegaskan, norma yang berlaku adalah PK tidak menghalangi eksekusi, apalagi kemudian yang bersangkutan sudah menerima keppres yang menolak permohonan grasinya.

"Jadi kita memakai acuan keputusan bersama antara Jaksa Agung, Menkumham, Menkopolhukam, dan MA yang diputuskan pada pada tanggal 9 Januari lalu," kata Tony di Jakarta, Sabtu (31/1).

Namun demikian, Kejaksaan Agung tetap menghormati langkah hukum yang dilakukan kedua terpidana mati tersebut. Upaya hukum tersebut merupakan hak mereka.

"Apabila kita mengacu dan PK tidak menghalangi eksekusi, saya meyakini hakim seharusnya menolak. Kita serahkan kembali bagaimana kita tunggu, Jaksa selaku pelaksana keputusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap, mau tidak mau, kita tetap akan dilaksanakan," kata Tony.

Kejaksaan Agung sendiri telah menyiapkan proses eksekusi mati untuk tahap kedua. Setidaknya eksekusi mati gelombang kedua dilakukan terhadap 11 terpidana mati. Tujuh diantaranya merupakan warga negara Asing (WNA).

Eksekusi mati gelombang kedua itu berdasarkan keputusan presiden yang telah menolak grasi 11 terpidana mati. Untuk gelombang kedua ini, terdiri dari 8 kasus narkotika dan 3 kejahatan pembunuhan.

Tony menjelaskan dari delapan kasus narkotika terdiri atas tujuh terpidana mati berasal dari warga negara asing dan satu warga negara Indonesia.‎ "Ketujuh WNA itu1 dari Brasil, 1 dari Perancis, 1 Filipina, 1 Ghana, 1 Nigeria, dan 2  Australia‎," jelasnya.

Disinggung soal kapan waktu eksekusi mati gelombang kedua, Tony mengaku hingga saat ini belum ditentukan waktu dan tempatnya, namun yang jelas eksekusi mati akan dijalankan usai tahapan evaluasi ekskusi mati gelombang pertama.

Dua terpidana mati Sukumaran dan Andrew Chan telah mengajukan PK ke MA melalui Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, Jumat (30/1) kemarin. Humas Pengadilan Negeri Denpasar Hasoloan Siantuiri membenarkan adanya pengajuan PK tersebut.

Sementara itu pemerintah Australia berulang kali mendesak Indonesia mempertimbangkan keputusan hukuman mati dua warganya. Perdana Menteri Australia menegaskan negaranya menentang hukuman mati.

"Australian menghormati kedaulatan Indonesia, kami meminta agar Indonesia mempertimbangkan kembali keputusannya mengeksekusi dua warga Australia," kata Abbott seperti dilansir Reuters beberapa waktu lalu.

Berikut ‎nama sebelas terpidana mati yang masuk daftar gelombang kedua.

1. Keppres 28/G 2014
Syofial alias Iyen bin Azwar (WNI) kasus pembunuhan berencana

2. Keppres 31/G 2014
Mary Jane Fiesta Veloso (WN Filipina) kasus narkotika

3. Keppres 32/G 2014
Myuran Sukumaran alias Mark (WN Australia) kasus narkotika

4. Harun bin Ajis (WNI) kasus pembunuhan berencana

5. Sargawi alias Ali bin Sanusi (WNI) kasus pembunuhan berencana

6. Keppres 35/G 2014
Serge Areski Atlaoui (WN Prancis) kasus narkotika

7. Keppres 1/G 2015
Martin Anderson alias Belo (WN Ghana) kasus narkotika

8. Keppres 2/G 2015
Zainal Abidin (WNI) kasus narkotika

9. Keppres 4/G 2015
Raheem Agbaje Salami ‎(WN Cordova) kasus narkotika

10. Keppres 5/G 2015
Rodrigo Gularte (WN Brazil) kasus narkotika

11. Keppres 9/G 2015
Andrew Chan (WN Australia) kasus narkotika.

BACA JUGA: