JAKARTA, GRESNEWS.COM – Sejumlah guru non-Pegawai Negeri Sipil (PNS), menyatakan hak-hak konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Mereka merasa diperlakuan diskriminatif, tidak mendapatkan kepastian hukum yang adil untuk dapat bekerja, serta tidak memperoleh gaji dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) layaknya PNS.
 
Pemohon yang terdiri dari Sumilatun, Aripin, Hadi Suwoto, dan Sholehudin ini berpendapat, telah terjadi penafsiran yang diskriminatif mengenai gaji guru, karena gaji yang dialokasikan dari APBN hanya untuk guru yang sudah diangkat sebagai PNS dan bukan untuk guru non-PNS. Ketidakpastian hukum itu terjadi sejak 2005, guru non-PNS tidak memperoleh gaji dari APBN. Pasalnya, menurut para pemohon, mayoritas guru non-PNS sudah ditetapkan sebagai calon PNS, sedangkan para pemohon belum ditetapkan sebagai CPNS.
 
"Adanya perlakuan terhadap guru non-PNS yang mengajar pada sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah diperlakukan diskriminatif dan tidak adil,"  tutur kuasa hukum pemohon, Fathul Hadie Utsman saat membacakan pokok-pokok permohonannya di sidang perdana pengujian UU Sisdiknas di Gedung MK, Rabu (28/1).
 
Karena itu, Fathul meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Pasal 49 ayat (2) dalam frasa, "yang diangkat oleh pemerintah" bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai "termasuk Guru Bantu/Guru Kontrak". Alasannya, para guru non-PNS diperlakukan secara diskriminatif dan tidak adil karena bekerja tanpa gaji dan jaminan sosial yang pantas dan memadai, berbeda dengan guru yang berstatus PNS.
 
Pasal 49 ayat (2) UU Sisdiknas itu berbunyi: "Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)".
 
Menurut Fathul, ketentuan pasal itu berentangan dengan norma Pasal 28D  dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 yang intinya menyatkan setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum serta berhak bekerja, mendapat imbalan serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
 
Dalam berkas permohonan berbeda, Fathul juga mengajukan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dala pengujian ini , Sanusi Afandi, Saji, Ahmad Aziz Fanani, Muiz Maghfur, dan Ratih Rose Mery,  meminta MK menyatakan Pasal 1 butir 11, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14 ayat (1) huruf a, Pasal 15 ayat (2), dan Pasal 39 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), bertentangan dengan Pasal 28I ayat (2) dan Pasal 28D UUD 1945.
 
Alasan mereka diantaranya, telah terjadi penafsiran yang diskriminatif dalam mengikuti program sertifikasi guru dan memperoleh sertifikat pendidik, Sebab hanya diperbolehkan untuk guru yang sudah berstatus sebagai PNS, sedangkan guru Non PNS yang mengajar di sekolah yang didirikan oleh pemerintah dianggap tidak berhak untuk mengikuti sertifikasi guru dan memperoleh sertifikat pendidik.
 
Selama ini, kata Fathul, guru non-PNS yang mengajar pada sekolah yang didirikan oleh pemerintah walaupun sudah mempunyai sertifikat pendidik, tetap saja tidak memperoleh tunjangan profesi karena dianggap belum berstatus sebagai guru tetap. Adanya perlakuan terhadap guru non-PNS yang mengajar pada sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah diperlakukan diskriminatif dan tidak adil serta digaji dengan gaji yang sangat rendah sekali.
 
 

BACA JUGA: