JAKARTA, GRESNEWS.COM - Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto yang telah ditangkap aparat Bareskrim Mabes Polri pada Jumat (23/1) pagi, akhirnya telah dilepaskan dan diberikan penangguhan penahanan. Pembebasan Bambang ini dinilai sebagai bentuk kemengan publik.

Ketua Pengurus LBH Keadilan Abdul Hamim Jauzie mengatakan, publik yang sejak Jumat siang memberikan dukungan kepada KPK, berhak merayakan kemenangan ini. "Publik sejak Jumat siang juga meminta Mabes Polri membebaskan Bambang Widjojanto," kata Jauzie dalam siaran pers yang diterima Gresnews.com, Sabtu (24/1).
 
Jauzie mengatakan, LBH Keadilan sejak awal menilai, penangkapan Wakil Ketua KPK tersebut janggal. "Penahanan Bambang Widjojanto juga tidak memiliki alasan yang kuat. Sehingga keputusan Bareskrim Mabes Polri membebaskan Bambang Widjojanto sudah tepat," sudah tepat.
 
Pendapat serupa juga disampaikan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR). Direktur Eksekutif ICJR Supriyadi W. Eddyono menilai ada ketidakwajaran dari prosedur penangkapan Bambang. "Kewenangan tanpa kontrol, bisa menjadikan Polisi alat kekuasaan yang efektif dan korup," ujarnya kepada Gresnews.com.

Dia mengatakan, yang menjadi pertanyaan besar adalah apa dasar dilakukannya penangkapan Bambang Wijayanto? "Polisi harusnya disadarkan bahwa dasar melakukan penangkapan adalah KUHAP," kata Supriyadi menegaskan.

Pasal 16 dan Pasal 17 KUHAP jelas menyebutkan bahwa penangkapan dilakukan hanya kepada tersangka tindak pidana, didasarkan pada bukti permulaan yang cukup. "Dengan kata lain, proses penangkapan tidak dilakukan semudah membalikkan telapak tangan, ada syarat dan ketentuan perundang-undangan yang harus dipenuhi polisi," tegasnya.

Polisi, kata Supriyadi, harus membuktikan adanya proses yang dijalani terlebih dahulu, setidaknya penetapan Bambang sebagai tersangka yang menjadi dasar utama penangkapan. "Bila tidak, itu artinya Polisi telah menggunakan kekuasaannya secara sewenang-wenang," ujarnya.

Lebih jauh ICJR memandang bahwa minimnya mekanisme kontrol dan pengawasan terhadap kewenangan penyidik dalam KUHAP dengan diskresi tanpa kontrol dalam melakukan upaya paksa atau bahkan menetapkan seseorang menjadi tersangka, dapat membuat institusi sekelas polisi cenderung menjadi korup dan alat politik penguasa yang efektif apabila tidak diawasi dengan baik.

Lebih jauh ICJR meminta segera dilakukan reformasi pada KUHAP. "Terutama dalam hal mekanisme kontrol dan pengawasan terhadap kewenangan penyidik," kata Supriyadi.

BACA JUGA: