JAKARTA, GRESNEWS.COM -  Kejaksaan Agung akhirnya menjebloskan dua tersangka kasus korupsi pengadaan program siap-siar di Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI pada paket kartun animasi anak dan paket FTV anak-anak tahun anggaran 2012. Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Selasa (14/2) menahan Hendrik Handoko, rekanan atau kuasa Direktur PT A Man Internasional dan Ludi Erisetiawan Kusuma. Padahal sebelumnya, Hendrik Handoko sempat dimenangkan dalam gugatan praperadilan di Pengadilan Jakarta Selatan, namun Kejaksaan buru-buru kembali menetapkan Hendrik sebagai tersangka.

"Dua tersangka ditahan di Rutan Kejagung Cabang Salemba selama 20 hari ke depan terhitung dari 14 Februari 2017 sampai 5 Maret 2017," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, M Rum di Jakarta, Selasa (14/2) malam.

Kapuspenkum menyebutkan Kejagung menahan kedua tersangka itu dengan pertimbangan dikhawatirkan akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. Kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana korupsi itu mencapai Rp2 miliar.

Hingga saat ini dalam kasus korupsi program siap siar TVRI itu  penyidik telah memeriksa 21 orang sebagai saksi. Menurut M Rum  dalam pengembangan selanjutnya tidak tertutup kemungkinan akan ada tersangka lain.

Sementara itu, baik Ludi maupun Hendrik enggan menanggapi atas penetapan tersangkanya. Secara terpisah dua tersangka dibawa ke Rutan Cipinang cabang Kejaksaan Agung.

BUKTI BARU - Penyidik mengaku  telah menemukan bukti baru dalam pengusutan kasus yang telah memidanakan lima orang itu. Para pidana itu antara lain Mandra Naih selaku Direktur Utama PT. Viandra Production divonis satu tahun, Iwan Chermawan (Dirut PT. Media Arts Image), Yulkasmir (Pejabat Pembuat Komitmen, dan Irwan Hendarmin selaku Direktur Program dan Bidang LPP TVRI Tahun 2012. Mereka divonis berkisar empat sampai delapan tahun. Terakhir, mantan Direktur Keuangan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Televisi Republik Indonesia (TVRI), Eddy Machmudi Efendi.

Salah satu bukti baru itu adalah  pemalsuan lisensi film. Saksi Sugiyanto selaku pemegang lisensi film dipalsukan PT A Man Intenational.  Sebelumnya penyidik memeriksa Ir. Yul Andryono selaku tim penilai kartun animasi anak dan paket FTV anak-anak. Dalam pemeriksaan saksi menerangkan tentang kegiatan panitia penilai yang menilai 10-20 FTV yang ‎kemudian membuat berita acara. Namun ternyata oleh pihak TVRI disodorkan lagi Berita Acara terpisah yang ditandatangani oleh saksi seolah-olah dibuat dua kali penilaian.

Kasus ini berawal pada 2013, saat TVRI membeli 15 paket program siap siar senilai Rp47,8 miliar dengan menggunakan dana dari APBN 2012. Menurut jaksa, PT Media Arts Image‎ memenangkan 3 paket proyek film, sedangkan PT Viandra Production milik Mandra memenangkan 4 paket film.

Sisa paket film lainnya dimenangkan oleh 6 perusahaan dengan rincian, PT Arum Citra Mandiri sebanyak 1 paket film, PT Kharisma Starvision Plus sebanyak 1 paket film, ‎PT Kreasi Imaji Nusantara sebanyak 2 paket film, PT A Man International sebanyak 2 paket film, PT Cipta Mutu Entertainment sebanyak 1 paket film, dan PT Kreasindo Pusaka Nusa sebanyak 1 paket film.

Temuan dari audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ada sejumlah penyimpangan di setiap paket program. Panitia lelang hanya dihadapkan pada satu peserta sehingga berujung pada penunjukan langsung.

Satuan Pengawas Internal TVRI juga mencium ada aroma tidak sedap, dalam bentuk program yang dibeli tidak diproduksi di dalam negeri dan sifat kepublikannya minim. Terakhir, proyek tersebut telah digelembungkan (mark up) biayanya, akibatnya negara diduga dirugikan puluhan miliar rupiah.

PRAPERADILAN - Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan seluruhnya gugatan praperadilan yang diajukan Hendrik Handoko, tersangka dalam pengembangan kasus pengadaan siap siar TVRI 2012. Pada Akhir November Pengadilan Negeri Jaksel memutuskan mengabulkan seluruh gugatan yang diajukan Hendrik dengan nomor putusan 136/Pid.Prap//2016/PN.jkt.Sel.

Hakim tunggal Sapawi menyatakan mengabulkan pemohonan praperadilan Hendrik untuk seluruhnya. Hakim menyatakan Sprindik No 104/Fd.1/08/2016 tanggal 30 Agustus 2016 tidak sah dan tidak berdasar atas hukum sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Hakim Sapawi juga menyatakan penetapan tersangka terhadap Hendrik tidak sah dan tidak berdasar hukum serta Surat Panggilan tersangka No SPT-4915/F.2/Fd.1/11/2016 tanggal 8 November tidak sah.

"Artinya status tersangka saya gugur, saya tidak menjadi tersangka lagi," begitu ungkapan Hendrik kepada gresnews.com beberapa waktu lalu.

Hendrik yang saat ini tak lagi tersangka berharap Kejaksaan Agung profesional menyidik kasus ini. Sebab dirinya melihat banyak kejanggalan dalam penetapan tersangkanya. Lainnya, kata Hendrik, dalam kasus ini penyidik dinilai salah sasaran. Sebab dirinya hanya sebagai GM bukan Direktur di perusahaan tempat dirinya bekerja.Tetapi belakangan kejaksaan kembali menetapkannya sebagai tersangka dan langsung menahannya.

BACA JUGA: