JAKARTA, GRESNEWS.COM - Direktur PT Dutasari Citra Laras Machfud Suroso dianggap sah dan meyakinkan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan Mekanikal Elektrikan Proyek Pembangunan Pusat Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menghukum Machfud dengan pidana enam tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan.

Tak hanya itu,  Machfud juga dimiskinkan dengan hukuman pidana tambahan berupa uang pengganti lebih dari Rp44 miliar. Uang tersebut merupakan kompensasi atas kerugian negara dalam proyek Hambalang yang hingga saat ini terbengkalai.

Namun, karena Machfud pernah mencicil kerugian negara itu lebih dari Rp7 miliar, maka Majelis Hakim mengurangi nilai yang harus dibayar. "Dari jumlah yang dinikmati sendiri, terdapat pengembalian Rp7 miliar sehingga yang harus dipertanggungjawabkan Rp36,818 miliar, dihitung sebagai uang pengganti," kata Hakim Anggota Anwar saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (1/4).

Jika uang tersebut tidak dikembalikan dalam jangka waktu satu bulan setelah keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht), maka harta benda Machfud akan dirampas. Bila harta bendanya tidak mencukupi untuk membayar ganti rugi, maka Hakim Anwar menegaskan Machfud akan dipenjara selama dua tahun.

Dalam nota pembelaan terdakwa (pledoi) mengenai uang pengganti, Ia menyebut Jaksa KPK dianggap tidak memperhitungkan pengeluaran Machfud lain yang bisa dikurangi untuk membayar uang pengganti. Biaya itu antara lain pemberian kepada Lisa Lukitawati Isa sebesar Rp21 miliar, kemudian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen sebesar Rp16 miliar, biaya yang dikeluarkan PT DCL untuk operational kantor selama proyek berjalan Rp4 miliar. Kemudian ada juga pemberian kepada Rony Wijaya sebesar Rp2 miliar dan biaya lainnya dengan nilai total Rp44 miliar.

Menurut Hakim Anwar, pembelaan penasehat hukum Machfud itu tidak beralasan sehingga Majelis Hakim tidak dapat mengabulkannya. Sebab, beberapa pengeluaran tersebut dilakukan secara sistematis untuk memberikan suap dalam rangka mendapatkan proyek yang berada dibawa naungan Kementerian Olahraga tersebut.

"Majelis hakim tidak sependapat dengan pembelaan penasehat hukum. Pengeluaran pajak tidak diperhitungkan karena tidak ada perincian yang jelas. Dianggap tidak terserap, dan tidak mengurangi denda," tutur Hakim Anwar.

Hakim Anwar juga menyebut dari proyek tersebut, Machfud mendapat nilai kontrak yang cukup fantastis dengan total Rp324,5 miliar. Nilai tersebut sudah termasuk kontrak awal sebesar Rp245,5 miliar dan komisi yang dibebankan kepada Machfud sebesar 18 persen dengan nilai Rp50 miliar.

Saat pengerjaan, ia baru mendapat Rp185,58 miliar. Padahal, untuk pengerjaan dan pengadaan Mekanikal Elektrikal itu hanya membutuhkan biaya sekitar Rp89 miliar. Dan ia meraup untung sebesar Rp95,953 miliar.

Namun Machfud tidak sendiri menikmati uang itu. Hakim anggota lainnya Muchamad Muchlis menyebut ia menyebarkan uang hasil mark up proyek kepada mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin sebesar Rp10 miliar, Lisa Lukitawai Isa Rp5 miliar, PT Adhi Karya Rp21 miliar, Arif Gundul Rp2,5 miliar, dan Muhammad Arifin Rp3,2 miliar. Anas Urbaningrum juga kecipratan baju batik yang diberikan Machfud seharga RP10 juta.

"Terdakwa juga menggunakan uang untuk mengganti kas bon Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya Rp400 juta, pelesiran ke Eropa Rp760 juga, dan membeli sejumlah aset dan mentransfer kepada pihak lain sebesar Rp16,38 miliar. Dan sisanya Rp36 miliar dinikmati terdakwa," imbuh Hakim Ibnu.

Hukuman tambahan ini sesuai dengan Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi yang isinya, tentang pembayaran uang pengganti uang jumlah sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh terdakwa dari tindak pidana korupsi.

BACA JUGA: