JAKARTA, GRESNEWS.COM - Puing-puing yang menghitam sisa kebakaran kantor Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) masih mengepulkan asap misteri. Adakah kebakaran --yang kedua kalinya terjadi, pertama di tahun 2009-- ini merupakan bencana yang disengaja? Kedua, kalau iya, siapa pelakunya? dan apa motifnya?

Untuk menguak penyebab kebakaran yang menghanguskan kantor dan juga ribuan berkas dokumen kasus kekerasan pada anak di kantor yang terletak di Jalan TB Simatupang, Pasar Rebo, Jakarta Timur itu, tim Pusat Laboratorium dan Forensik (Puslabfor) Mabes Polri saat ini tengah bekerja keras menyelidikinya. Hari ini, Senin (29/6) tim Puslabfor sudah turun ke lapangan menganalisis puing-puing sisa kebakaran untuk menentukan penyebab pastinya.

Dugaan sementara, resminya, kebakaran dipicu hubungan pendek arus listrik. "Kemungkinan petasan. Bisa juga listrik. Hanya saja pas kejadian, listrik masih menyala, jadi mungkin bukan karena itu (listrik)," kata Office Manager Komnas PA, Indriyarto Endar, Minggu (28/6) kemarin.

Saat kejadian, antara pukul 19.30-20.00 WIB, Sabtu (27/6), Indriyarto dan pekerja mengaku tengah salat tarawih. Mereka datang setelah api menyambar bagian atas kantor. "Kami sempat menyelamatkan tabung gas, jadi bukan tabung penyebabnya," jelasnya.

Indriyarto memastikan api berasal dari rumah belakang kantor Komnas PA. Api menyambar bagian atas, kemudian turun, dan menghanguskan ruang sekjen, penyimpanan data, dan 2 ruang untuk pekerja biasa menginap.

Kerugian materil yang dialami Komnas PA sendiri menurut Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait, ditaksir kurang dari Rp1 miliar. Hanya saja, kata dia, kerugian immateril yang dialami sangat besar, yaitu hilangnya belasan ribu data tentang anak.

"Ada 12 ribu data di situ. 4 tahun itu yang kerugian terbesar," jelas Arist. Dia menjelaskan dalam kebakaran besar tahun 2009 lalu data dari tahun 1998 habis semua. Sedangkan untuk kebakaran tahun ini, data yang terbakar hingga tahun 2010.

"Sungguh amat luar biasa, tahun 2010-2014 ada data-data dari anak-anak Indonesia yang terbakar, maka kami berutang pada anak Indonesia," jelas Arist.

TERKAIT KASUS ENGELINE? - Terbakarnya kantor Komnas Perlindungan Anak memang telah menimbulkan berbagai spekulasi bahwa kebakaran itu disengaja karena terkait kasus yang tengah ditangani Komnas PA. Soal ini, para komisioner Komas PA memang masih belum memberikan kesimpulan pasti. Hanya saja, mereka memang merasa, kasus kebakaran ini memang terkait kasus yang tengah ditangani Komnas PA.

Arist Merdeka Sirait sendiri sempat memberikan sinyalemen kalau kasus ini memang ada hubungannya dengan kasus Engeline, anak berusia 8 tahun yang tewas diduga akibat kekerasan yang dilakukan orang tua angkatnya Margriet Megawe.

"Kalau ada (kebakaran ini) unsur kesengajaan, bahasanya kecele. Copy dan data-data semua masih ada di saya termasuk data-data tentang Engeline," jelas Arist.

Dewan Konsultatif Komnas PA, kata Arist, sempat memastikan data kasus Engeline hangus. Namun, Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait masih menyimpan semuanya.

Komnas PA sendiri mengawal kasus Engeline sejak 16 Mei 2015 saat pertama kali berita soal hilangnya bocah Engeline tersiar. "Fakta kedua sejak 10 Juni, ada masyarakat yang mendorong Komnas PA yang menyatakan Engline di kubur di rumah ibu angkatnya. Dan menanyakan fakta dan motivasi dari kematian Engline," tuturnya.

Arist mengatakan, pihaknya tak akan mundur dari kasus ini meski banyak menerima ancaman. "Kasus Engeline terus kami kawal terus. Ada juga ancaman-ancaman akan dituntutlah. Dan saya bersama Kak Seto tak akan mundur dan akan tetap membela anak-anak yang teraniaya," tegas dia.

Hanya saja, Arist mengaku belum bisa memastikan apakah kebakaran ini ada kaitan dengan kasus Engeline. Yang jelas, Komnas PA tetap akan mengawal kasus Engeline sampai selesai.

"Ini tidak main-main. Saya tidak tahu apakah ada kaitannya (pengungkapan kematian Engline). Kapolda Bali tadi malam saya mendengar sudah mengantongi tersangka baru. Bagi saya bukan itunya namun bagaimana mengungkap tabir ini," tandas dia.

KOMNAS PA DAPAT ANCAMAN - Meski tak mau memastikan penyebab kebakaran ini memang terkait kasus yang ditangani Komnas PA, khususnya kasus Engeline, namun Arist mengakui, komisioner Komnas PA memang beberapa kali sempat menerima ancaman terkait kasus Engeline.

Walau begitu, Komnas PA tetap akan melanjutkan advokasi kasus Angeline dengan skema besar mengungkap motif pembunuhan gadis cantik Bali tersebut.

Ketua Dewan Konsultatif Komnas PA Seto Mulyadi mengatakan pihaknya menyerahkan penyelidikan kasus kebakaran ini kepada polisi. "Kita belum tahu karena polres Jakarta Timur masih terus bekerja untuk mengungkapnya," kata Seto Mulyadi kepada Gresnews.com, Senin (29/6).

Seto pun tak berani berspekulasi tentang dugaan penyebab kebakaran, ia lebih memilih menunggu hasil penyidikan dari kepolisian. "Kami selalu berpikir positif, apapun hasil dari penyidik, kami akan terus berjuang membela anak-anak Indonesia," katanya.

Namun, ia sedikit bercerita saat terjadinya kebakaran pertama di tahun 2008, ketika dirinya menjabat sebagai Ketua Umum. Ketika itu sebelum terjadinya kebakaran, ia memang mendapatkan berbagai macam ancaman dan teror terhadap kasus yang sedang ditangani Komnas PA, teror tersebut dilakukan via telepon.

Dugaan yang sama pun dilontarkan Ketua Umum Komnas PA saat ini, Arist menyatakan dugaan teror telah diterimanya sebelum kebakaran kedua ini terjadi. "Sebelumnya saya mendapat teror ancaman via telepon hingga kendaraan yang diberhentikan di tengah jalan," katanya kepada Gresnews.com, Senin (29/6).

Sebelum kebakaran, ia mengaku tengah mengemudikan mobil, namun tiba-tiba diserempet pengemudi tak dikenal. "Mereka katakan untuk tak mengurusi Engeline, masih berbentuk teror belum sabotase," katanya.

Untuk segala bentuk teror maupun ancaman yang didapatkannya, Arist juga memilih menyerahkan pada penyidik. Teror yang diterima sebelum kebakaran ini diharapkan dapat menjadi petunjuk bagi polisi untuk menyelidiki penyebab kebakaran.

"Yang menilai kebakaran ini dengan kasus Engeline kan masyarakat. Jika tak ada korelasi maka kami bersyukur karena mengurangi trauma kami," katanya.

Arist pribadi benar-benar mengaku trauma lantaran kebakaran telah menimpa hingga dua kali di tempat yang sama. Pada kebakaran kedua ini, data sekitar 12 ribu laporan anak seluruh Indonesia pada tahun 2010 ingga 2014 hilang begitu saja.

PERKEMBANGAN KASUS ANGELINE - Terkait kasus Engeline sendiri, adanya penetapan tersangka baru dalam kasus Engeline, yakni ibu angkatnya, Margriet Megawe, Komnas PA memang sudah menduga keterlibatannya dari awal. "Bukan cuma kami, tapi masyarakat pun menduga. Penetapannya sebagai tersangka bukan sesuatu yang mengejutkan," ujar Seto.

Ia mengharapkan polisi dapat bertindak secara profesional dan mengungkap kebenaran kasus ini hingga tuntas. Intinya, agar kasus ini dapat terang benderang dan para pelakunya diberi hukuman maksimal agar menjadi pembelajaran bagi semua pihak. "Kekerasan pada anak ini bertentangan dengan hukum di Indonnesia," katanya.

Ditambahkan Arist, investigasi Komnas PA atas kasus ini akurat, pada tanggal 24 Mei lalu mereka telah menyimpulkan dugaan kuat ppersekongkolan orang terdekat Engeline. Terbukti pada 10 Juni Engeline ditemukan tidak hilang tapi terbunuh dan dikuburkan.

"Artinya dugaan itu terbukti, kami juga menduga konspirasi dilakukan tersangka Agus dan Margriet. Ternyata difollow up polda Bali dan terbukti," katanya.

Hal ini pun, kata Arist, harus dijadikan pelajaran bagi bangsa dan penyidik saat melakukan penyidikan. Para penyidik harus stay di tempat, dan melokaisir keberadaan korban. "Skenario anak hilang ini kejahatan sempurna, luar biasa, dan mengecohkan kita semua," katanya.

TINDAK LANJUT - Ke depan, Arist menginginkan penetapan Margriet sebagai tersangka dapat menjadi pelajaran untuk masalah legalisasi adopsi anak. "Kami mau motif pembunuhan terungkap. Sebab, mengangkat anak dari awal pasti dikarenakan rasa sayang namun ini berakhir kematian tragis, janggal kan?" ujarnya.

Apalagi, Arist menyatakan, melihat langsung jenazah Engeline yang sangat mengenaskan. Ia menceritakan di tubuh korban tak hanya luka biasa yang terbubuhkan, namun ia mengkategorikan sebagai luka luar biasa kejam. Dimana kepala dan wajah anak kecil ini dinyatakan hancur dengan mulut menganga dan kaki yang bengkok. "Ia pergi dengan kesakitan luar biasa," katanya.

Arist pun melihat adanya bekas sundutan api rokok yang mungkin dapat menjadi bukti ada rasa dendam berkepanjangan pelaku kepada korban. "Apa kekerasan karena balas dendam atau motif lain yamg beredar seperti warisan harus disibak. Saat ini saya belum bisa simpulkan karena harus mencari info mendalam," ujarnya.

Dugaan-dugaan awal Komnas PA yang menjadi kenyataan pun terbukti sebagai bentuk nyata sumbangsih masyarakat dan lembaga kepada penyidikan polisi. Untuk itu, ia pun meminta kepolisian peka terhadap bukti tunjuk yang dilaporkan masyarakat.

Sementara soal disangkutkannya kasus Engeline dengan kebakaran di Komnas PA ini, kuasa hukum pihak tersangka Margriet, Hotma Sitompul, menyatakan tak mau berkomentar banyak. Dia juga tak mau menanggapi soal dugaan teror ke komisioner Komnas PA yang mengatasnamakan kasus Engeline.

Hotma mengaku, baru mengetahui teror yang dialamatkan kepada Komnas PA disinyalir karena kasus yang sedang ditanganinya. "Saya tak mau mengomentari pihak-pihak yang suka menduga dan berkhayal. Mungkin saja ini bikinan orang-orang itu," katanya singkat kepada Gresnews.com, Senin (29/6). (dtc)

BACA JUGA: