JAKARTA, GRESNEWS.COM - Gerak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) cukup sigap dalam menangani  kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) buffer stock untuk kejadian luar biasa pada 2005 lalu. Bahkan mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari pun telah ditetapkan tersangka  pekan lalu. Sementara mantan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan, Ratna Dewi Umar juga sudah divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.

Namun ada hal ganjil pada langkah KPK yang belum juga menetapkan Bambang Rudjianto Tanoesoedibjo selaku Dirut PT Prasasti Mitra sebagai tersangka. Nama kakak kandung Hary Tanoesoedibjo, calon wakil presiden dari Partai Hanura, ini tercantum jelas dalam berkas dakwaan Ratna. Entah apa yang ditunggu KPK, dan ini tak boleh dibiarkan berlarut-larut. Sebab dapat muncul dugaan KPK tebang pilih dalam kasus ini.

Pengamat hukum dan antikorupsi Roby Arya Brata menyatakan bukan kali ini saja KPK diduga melakukan tebang pilih dalam menetapkan tersangka. Padahal seharusnya KPK memproses semua pihak yang terlibat dalam kasus ini. Apalagi jika telah ditemukan bukti-bukti yang cukup untuk menetapkan sebagai tersangka.

Roby mengatakan kasus ini tak lepas dari banyak kepentingan. Apalagi selama ini kasus ini mandeg di Kepolisian. Karena itu KPK jangan terjebak dari kepentingan politik tertentu. "Jika dua alat bukti cukup, tetapkan saja tersangka," kata Roby kepada Gresnews.com di Jakarta, Senin (7/4).

Hal senada disampaikan Febri Hendri dari Indonesia Corruption Wacth (ICW). Menurut Hendr, kasus ini awalnya di tangan polisi tapi tak mampu ungkap lebih jauh. Kemudian ICW mendesak untuk dilimpahkan ke KPK. Namun KPK baru menetapkan Siti sebagai tersangka. KPK tidak boleh berhenti sampai Siti sebab ada orang lain yang diduga terlibat. "Kami harap KPK serius tangani kasus ini, semua pihak yang terkait harus dihukum," kata Febri kepada Gresnews.com.

Sementara itu Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan bahwa KPK masih akan terus mengembangkan kasus ini. Sebab kasus Alkes yang melibatkan Siti merupakan limpahan kasus dari Mabes Polri. "Tentu akan dikembangkan lebih lanjut," kata Johan kepada Gresnews.com.

Sejatinya keterlibatan Bambang sangat jelas karena tertuang dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK terhadap terdakwa Ratna Dewi Umar yang dibacakan Jaksa I Kadek Wiradana di Pengadilan Tipikor Jakarta beberapa waktu lalu. Disebutkan bahwa terdakwa Ratna selaku Kuasa Pengguna Aggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) telah mengatur proses empat pengadaan barang dan jasa. Bahkan, menggunakan metode penunjukkan langsung.

Dua di antara empat pengadaan itu, Ratna diduga bersama Siti Fadillah dan Bambang, telah melakukan perbuatan hukum yang merugikan keuangan negara mencapai milyaran rupiah. Di antaranya pengadaan alat kesehatan dan perbekalan dalam rangka wabah flu burung tahun anggaran 2006 pada Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan sebesar Rp42 miliar dan  penggunaan sisa dana Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun 2006 pada direktorat yang sama sebesar Rp8 miliar.

Dalam kasus pertama, Ratna diduga melakukan kesepakatan dengan Bambang selaku Dirut PT Prasasti Mitra bahwa pelaksanaan pekerjaan dikerjakan oleh Prasasti dengan menggunakan PT Rajawali Nusindo yang dipimpin oleh Sutikno. Tetapi, dalam pelaksanaannya ternyata, pengadaan alat kesehatan tersebut mengambil dari beberapa agen tunggal, yakni PT Fondaco Mitratama, PT Prasasti Mitra, PT Meditec Iasa Tronica dan PT Airindo Sentra Medika, PT Kartika Sentamas dengan harga lebih murah. Sehingga, dianggap menguntungkan PT Rajawali Nusindo Rp 1,5 miliar, PT Prasasti Mitra Rp 4,932 miliar, PT Airindo Sentra Medika Rp 999 juta, PT Fondaco Mitratama Rp 102 juta, PT Kartika Sentamas Rp 55 juta dan PT heltindo Internationl Rp 1,7 miliar.

Sedangkan, untuk pengadaan kedua, Ratna diduga menyalahgunakan kewenangan dalam menggunakan sisa anggaran pengadaan pertama sebesar Rp 8 miliar untuk pembelian tambahan alat kesehatan, yaitu 13 ventilator. Seperti pengadaan pertama, pada pengadaan kedua PT Rajawali Nusindo yang ditunjuk sebagai pelaksana kembali menyerahkan pengadaan ke PT Prasasti Mitra yang juga menyerahkan ke agen-agen tunggal yang sama. Sehingga, menguntungkan Rajawali sebesar Rp 1,8 miliar dan Prasasti sebesar Rp 5,4 miliar. Kemudian, PT Airindo Sentra Medika sebesar Rp 999 juta, PT Fondaco Rp 102 juta, PT Kartika Rp 55 juta dan PT Heltindo Rp 1,7 miliar.

BACA JUGA: