JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kepolisian dan Kejaksaan Agung belakangan memang gencar mengungkap kasus-kasus yang melibatkan korporasi besar. Hanya saja langkah dua institusi penegak hukum itu justru menghadapi tembok keras yang bisa membuatnya terpental. Hukum sebagai panglima dalam rangka penegakan hukum, sepertinya harus kalah pada politik sebagai panglima.

Itu bisa terbaca dari dua kasus yang ditangani Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri dan Kejaksaan Agung. Kejaksaan Agung awalnya gencar menyidik kasus hak tagih utang (cessie) Bank Tabungan Negara (BTN) melalui Badan Penyehatan Perbankan (BPPN) milik PT Adyasta Ciptatama yang dibeli PT Victoria Securities International Corporation (VSIC).

Langkah penggeledahan penyidik Kejaksaan Agung atas kantor PT Victoria Securities Indonesia (VSI) mengundang kegaduhan dan polemik. VSI bersurat ke DPR mengadukan tindakan Kejaksaan tersebut. VSIC bahkan menyurati Presiden Joko Widodo untuk meminta perlindungan.

Kasus ini langsung mendapat atensi pimpinan DPR dengan memanggil Jaksa Agung HM Prasetyo. Rupanya pemanggilan itu ampuh, usai pemanggilan penyidikan kasus cessie mulai mengendur. Jaksa mulai hati-hati ketika media mempertanyakan kasus cessie ini.

Jelas saja nyali Kejaksaan ciut. Jika ditelisik kasus cessie VSIC ini akan menyeret sejumlah nama konglomerat besar. Bahkan, nama Ketua DPR Setya Novanto ikut terseret.

Bagaimana dengan Kepolisian? Langkah penggeledahan penyidik dari jajaran Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri terhadap kantor PT Pelindo Indonesia II khususnya ruang kerja Direktur Utaman RJ Lino tak kalah gaduhnya. Lino tak terima dan langsung mengadukan penggeledahan itu  kepada Menteri Bappenas Sofyan Djalil dan Menteri BUMN Rini Soemarno. Lino mengancam akan mundur atas tindakan Bareskrim Polri tersebut.

Bahkan langkah hukum Bareskrim tersebut juga berdampak pada kabar pencopotan Kabareskrim Komjen Budi Waseso belakangan ini. Sebab langkah Bareskrim tersebut tak terlepas dari persetujuan Budi Waseso. Penggeledahan itu menjadi persoalan diduga akibat pertalian RJ Lino dengan lingkaran politik.  Apalagi diketahui, Lino merupakan orang yang dekat dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

GADUH PENEGAKAN HUKUM - Sejumlah pejabat di lingkaran kekuasaan menuding langkah hukum yang dilakukan polisi itu telah menimbulkan kegaduhan. Hingga muncul rumor tentang rencana pencopotan Kabareskrim.

Namun menanggapi tekanan tersebut Kapolri Jenderal Badrodin Haiti seperti ingin membela anak buahnya. Ia mengaku tak setuju penegakan hukum yang dilakukan Budi Waseso menciptakan kegaduhan, khususnya mengganggu stabilitas ekonomi.

"Itu kan masyarakat yang menilai, itu biar masyarakat yang menilai, yang membuat gaduh itu siapa, itu kan masyarakat bisa menilai, selama ini kan bisa dilakukan seperti itu," jelas Badrodin di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis (3/9).

Menurut Badrodin, pihaknya membantah bila penindakan hukum yang dilakukan Bareskrim seperti penggeledahan di Direktur Utama PT Pelindo II, RJ Lino membuat suasana ekonomi dan perpolitikan gaduh. Badrodin menegaskan penggeledahan yang dilakukan pihak Bareskrim tak pernah membuat masalah.

"Kan juga pernah ada penggeledahan di PT. TPPI, lalu penggeledahan di tempat-tempat lain. Kan nggak ada masalah," tegas Badrodin.

Sementara Jaksa Agung HM Prasetyo menanggapi berbeda tudingan penegakan hukum telah membuat gaduh ekonomi dan politik. Menurutnya tudingan itu sah-sah saja disampaikan sebagai koreksi. Bagi Prasetyo proses penegakan menang jangan sampai menimbulkan kegaduhan.

"Tidak harus mengundang kegaduhan, kita bekerja dalam senyap yang penting goal-nya tercapai," kata Prasetyo.

ATENSI KOMPOLNAS - Rumor rencana pencopotan itu juga mengundang reaksi Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Mereka sempat  menemui Kabareskrim Budi Waseso untuk mempertanyakan sejumlah kasus, khususnya kasus mobile crane PT Pelindo II. Sebab sejumlah kasus yang ditangani Bareskrim memunculkan polemik di masyarakat.

"Kita datang ke Bareskrim Polri dalam rangka melakukan pemantauan. Kami ke sini untuk melihat penanganan perkembangannya bagaimana sehingga tidak menjadi polemik," jelas Komisioner Kompolnas Edi Hasibuan.

Edi mengatakan, Kompolnas berkepentingan untuk melihat sejauh mana proses penegakan hukum yang dilakukan penyidik Bareskrim Polri. Apakah prosesnya telah sesuai ketentuan atau tidak. Diharapkan semua penanganan kasus dilakukan dengan baik, profesional dan transparan.

"Sehingga tidak ada komplen dan kegaduhan di masyarakat, tidak ada masyarakat yang merasa terganggu itu yang paling penting adalah memang mengharapkan penanganan kasus itu bisa berjalan  tertib tentunya, saya kira itulah," kata Edi.

Nanti dari pemantauan yang dilakukan Kompolnas akan menjadi bahan untuk disampaikan kepada Presiden. Perkembangan penanganan kasus di Bareskrim juga dibawa dengan Menko Polhukan yang juga sebagai Ketua Kompolnas.

Sementara Budi Waseso menegaskan, jika proses penanganan kasus yang oleh Bareskrim sudah sesuai dengan aturan dan perintah Kapolri. Bahkan kasus-kasus terus dilakukan penyidikan meskipun sejumlah kasus belum sampai disidangkan.

"Tidak ada kasus yang terhenti. Semua proses berjalan. Memang belum (ke pengadilan) tapi sudah ada yang di kejaksaan dan ada beberapa perbaikan," kata Budi Waseso.

HUKUM HARUS DITEGAKKAN - Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Muzakkir berpandangan tudingan penegakan hukum telah membuat gaduh dan mengganggu stabilitas ekonomi tidak pada tempatnya. Kegaduhan timbul jika proses penegakan hukum dilakukannya tidak benar. Jika dilakukan dengan benar sesuai ketentuan, tentu mereka tidak akan gaduh.

"Diperiksa gaduh, itu menunjukkan benar apa tidak pengelolaan BUMN selama ini. Jika benar mereka pasti tidak akan gaduh," kata Muzakkir kepada gresnews.com.

Muzakkir tak sejalan dengan pandangan penegakan hukum ganggu ekonomi. Menurutnya, dengan penegakan hukum justru untuk memperbaiki ekonomi sehingga penanganan BUMN lebih baik. "Yang bikin gaduh diperiksa saja," kata Muzakkir.

BACA JUGA: