JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus dugaan korupsi Dana Pensiun PT Pertamina (Persero) akan dikembangkan oleh tim penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung ke dugaan pidana pencucian uang (TPPU). Tim penyidik menemukan dugaan aliran dana yang mengalir ke kantong tersangka yakni mantan Presiden Direktur Yayasan Dana Pensiun PT Pertamina (persero) M Helmi Kamal Lubis (MHKL).

"Ada aliran dana ke dia (tersangka) khususnya Saham SUGI, tapi itu (TPPU) nanti kita masih fokus penyelewengan dana pensiun," ‎ kata Arminsyah, Senin (27/2).

Dalam kasus penyelewengan dana pensiun, tim penyidik memiliki bukti kuat dugaan korupsi dalam pembelian saham dengan menggunakan dana pensiun PT Pertamina. Penempatan dana pensiun tersebut di sejumlah saham dilakukan tanpa prosedur yang benar. Dana pensiun tersebut juga dibelikan saham yang tidak likuid.

"Saham itu melorot, ada beberapa saham satu saham nilainya sangat turun sehingga merugikan negara. Jadi dia (Helmi) kelirulah beli sahamnya," terang Armin.

Tim penyidik Kejaksaan Agung sendiri mempercepat penyidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan dana pensiun PT Pertamina (persero) tahun 2014-2015. Dalam hitungan hari, penyidik langsung menahan Presiden Direktur Dana Pensiun PT Pertamina (persero) tahun 2013-2015, M Helmi Kamal Lubis.

Total dana kelolaan Yayasan Pensiun Pertamina mencapai Rp 9,3 triliun lebih. Dari angka tersebut, dana pensiun Pertamina mengalokasikan 30% pada saham. Saham tersebut, antara lain, tersebar pada saham-saham LQ45. Diantaranya PT Unilever Tbk, PT Kalbe Farma Tbk, PT Telkom Tbk dan PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA). Adapula saham konstruksi seperti PT Waskita Karya Tbk dan saham konstruksi lainnya untuk trading.

Dari 30% alokasi saham dana pensiun Pertamina, sebanyak 4%-5% dibenamkan pada saham PT Kresna Graha Investama Tbk (KREN). Lalu saham SUGI sebesar 8%.

Diketahui, pada Oktober 2015, Sugih Energy sepakat untuk melepas kepemilikan saham sebesar 8,1% kepada Yayasan Dana Pensiun Pertamina dengan nilai pembelian hampir Rp700 miliar. Helmi Kamal Lubis ketika masih menjabat sebagai Presiden Direktur Dapen Pertamina pernah mengatakan, harga pembelian 8,1 % saham Sugih Energy lebih murah dibandingkan harga pasar.

Bahkan, Helmi juga pernah mengungkapkan bahwa ke depan ia berharap dapat mengontrol Sugih Energy lebih besar lagi di level akuisisi saham 20 %. Alasan Dapen Pertamina mengakuisisi Sugih adalah sejalan dengan usaha perusahaan induk Dapen, PT Pertamina (Persero).

Saat ini komposisi saham Sugih Energy terdiri atas, Goldenhill Energy Fund 11,52 %, Dana Pensiun Pertamina 8,1 %, Credit Suisse AG SG 6,43 %, Investures Capital Pte Ltd 6,06 %, PT Asabri (Persero) 5,77 %, dan saham publik 62,12%.

Namun pembelian saham Sugih Energy dipersoalkan. Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman pernah mengungkapkan pembelian 8,1 % saham Sugih, Dapen Pertamina merogoh koceknya hampir Rp700 miliar. "Apa benar saham Sugih nilainya sebesar itu? Kalau benar sebesar itu, berarti nilai aset Sugih lebih dari Rp8,6 triliun dong saat itu," kata Yusri beberapa waktu lalu.

Yusri mengatakan audit keuangan perlu dilakukan karena pembelian saham tersebut berpotensi merugikan keuangan Dapen Pertamina. Dia menambahkan, laporan keuangan Sugih Energy menunjukkan, pada 2014 total nilai aset perseroan hanya sebesar USD 543,73 juta atau setara Rp 7,4 triliun (kurs Rp 13.605).

TUNGGU BPK - Arminsyah menyampaikan saat ini tim penyidik menunggu hasil audit resmi BPK kerugian negaranya. Beberapa kali tim penyidik telah melakukan ekposes kasus ini bersama BPK. Jika audit resmi telah ditangan, kasus ini akan segera dibawa ke pengadilan.

BPK sendiri menumukan dugaan penyelewengan penempatan dana pensiun Pertamina. Audit BPK pada 2011, 2012, dan semester I di 2013 menemukan sebanyak 422 transaksi pembelian dan penjualan saham listed dengan nilai transaksi bersih Rp324.497.548.473 tidak mengacu pada rencana investasi mingguan.

Temuan BPK lainnya adalah pengguna rekening pihak ketiga dalam pembayaran pertama penjualan kepemilikan saham PT Bank Kesejahteraan Ekonomi (BKE) mengakibatkan DP Pertamina berpotensi kehilangan pendapatan jasa giro senilai Rp 84.119.262,23. Kemudian pembelian right issue saham PT Berlian Laju Tanker, Tbk (BLTA) tidak menerapkan kajian yang memadai dan kebijakan mempertahankan kepemilikan saham BLTA tidak sesuai dengan pedoman tata kelola DP Pertamina mengakibatkan kerugian Rp21.605.552.644.

BPK juga menemukan adanya pemberian insentif tahun 2011 bagi pengurus DP Pertamina tidak sesuai ketentuan pendiri dan membebani biaya operasional DP Pertamina sebesar Rp433.144.199. BPK juga menemukan adanya tunjangan kemahalan yang dibayarkan kepada pengurus DP Pertamina melebihi besaran tunjangan daerah yang ditetapkan oleh pendiri membebani biaya operasional DP Pertamina sebesar Rp345.879.533. BPK memberikan rekomendasi atas temuan tersebut.

"Perkiraan kerugian negaranya Rp1,4 miliar, tapi kita tunggu audit resminya," kata mantan Kajati Jawa Timur ini.

BACA JUGA: