JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penyitaan atas aset Bupati Subang, Ojang Sohandi. Namun kali ini penyitaan yang dilakukan bukan merupakan barang tak bergerak seperti biasanya melainkan barang bergerak yaitu 30 ekor sapi.

Saat ditanya mengenai hal "tidak biasa" itu, Wakil Ketua Saut Situmorang menganggap wajar hal tersebut. Menurutnya, penyitaan aset seseorang yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi memang diperbolehkan hingga adanya putusan hakim.

Namun yang menarik adalah bagaimana cara KPK untuk merawat 30 ekor sapi hasil sitaan tersebut. Apalagi yang berkaitan dengan makhluk hidup tentunya sangat rentan sakit, bahkan mati. Dengan begitu, nilai ekonomis sapi tersebut tentunya bisa berkurang.

"Harus disiasati, harus ada inovasi barang sitaan, kalau tidak malah menimbulkan masalah baru," kata Saut saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (24/6).

Inovasi tersebut, menurut mantan staf ahli Badan Intelijen Negara (BIN) tersebut yaitu menjual barang sitaan yang dimaksud sesuai dengan harga pasar. Dan nantinya, hasil uang itu baru akan disita tim penyidik dengan disetorkan ke rekening penampungan milik lembaga antirasuah tersebut.

"Kalau pengadilan putusan harus dikembalikan ya kembalikan uangnya atau beli sapi masukin lagi ke kandang semula. Harus diperhatikan juga apa ada sapi yang lagi hamil beda lagi ngitungnya," tutur Saut.

Dalam perkara suap, KPK menetapkan lima orang tersangka yaitu Ojang Sohandi, dua orang jaksa yaitu Devyanti Rochaeni dan Fahri Nurmallo, serta Jajang Abdul Holik yang (saat itu) berstatus terdakwa di Kejati Jabar dan istrinya, Lenih Marliani.

Dalam kasus ini, Ojang disangka menyuap dua jaksa Kejati Jabar Devyanti Rochaeni dan Fahri Nurmallo soal perkara korupsi BPJS Kabupaten Subang tahun 2014. KPK pun mengamankan uang berjumlah Rp528 juta dari ruang kerja Devyanti.

Namun, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jabar Feri Wibisono menyebut bahwa uang yang dibawa KPK senilai Rp528 juta dari meja Devyanti adalah uang pengganti cicilan yang dibayarkan terdakwa. Feri menjelaskan total kerugian negara dalam kasus ini sekitar Rp4,7 miliar yang dibayar secara bertahap atau dicicil terdakwa, tapi hal itu telah dibantah KPK bahwa peruntukan duit itu masih didalami.

KPK sendiri menduga duit Rp528 juta adalah hasil kesepakatan antara Lenih Marliani yang merupakan istri dari terdakwa kasus korupsi, Jajang Abdul Holik, dengan Devyanti serta Fahri. Namun Fahri telah dipindahtugaskan ke Semarang, Jawa Tengah. Uang tersebut bersumber dari Ojang agar namanya tidak terjerat perkara itu.

Ojang selaku pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b dan atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. KPK juga menyangkakan Ojang melanggar Pasal 12B (tentang Gratifikasi) UU Tindak Pidana Korupsi.

PERPANJANG DAFTAR SITAAN - Sementara itu, Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan bahwa pihaknya kembali melakukan penyitaan atas aset milik Ojang berupa 30 ekor sapi. Hal itu dilakukan karena aset tersebut diduga berasal dari tindak pidana korupsi.

"Pekan lalu penyidik menyita 30 ekor sapi tapi sapinya masih di peternakan di Subang milik OJS (Ojang Sohandi)," kata Yuyuk di kantornya.

Dan mengenai pemeliharaannya sendiri, Yuyuk mengaku hal tersebut menjadi salah satu pemikiran KPK. "Mungkin tetap di sana tapi harus ada biaya pemeliharaan, belum pasti, sedang didiskusikan," tuturnya.

Selain itu, KPK juga menyita aset Ojang lainnya berupa dua unit eskavator yang saat ini dititipkan di Rumah Barang Sitaan (Rubasan) di wilayah Indramayu. Penyitaan ini menambah daftar panjang aset Ojang yang disita KPK.

Sebelumnya, KPK telah menyita beberapa unit kendaraan mewah seperti satu motor Harley Davidson, mobil Toyota Vellfire dan satu unit mobil Jeep serta satu unit motor trail KTM 500 pada 28 April 2016. Kemudian pada 10 Mei 2016, satu unit Mazda CX5 milik Ojang pun disita KPK.

Pengacara Ojang, Rohman Hidayat, ketika itu mengakui bahwa aset-aset tersebut belum dimasukkan ke dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Ia berdalih, aset tersebut baru didapat pada 2014 dan berencana dilaporkan ke KPK untuk LHKPN 2016 nantinya.

"Yang belum terdaftar di antaranya mobil Vellfire, Rubicon, motor KTM, dan Harley Davidson. Ada juga tanah di Bandung dan di Bali yang baru dibeli Pak Ojang pada 2014. Rencananya aset-aset ini mau dimasukkan ke LHKPN pada Oktober 2016," kata Rohman kala itu.

Pada LHKPN Ojang 14 Juni 2013 kekayaannya yaitu sekitar Rp3,136 miliar, kemudian pada 9 Oktober 2014, dia kembali menyetor laporan hartanya dengan total Rp3,706 miliar. Untuk harta tidak bergerak sekitar Rp1,463 miliar terdiri dari 25 tanah yang tersebar di berbagai lokasi di Subang. Sementara untuk harta bergerak berupa alat transportasi senilai Rp1,992 miliar.

Harta bergerak itu berupa 7 buah mobil dan 2 motor. Di antara 7 mobil yang dimiliki tertulis yaitu Camry keluaran tahun 2014 dan Vellfire tahun 2012. Selain itu, Ojang juga memiliki simpanan berupa logam mulia dengan nilai total Rp30,49 juta.

Sebelumnya Ojang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap untuk menghilangkan namanya dalam surat tuntutan atas terdakwa Jajang Abdul Kholik yang terjerat dalam kasus korupsi BPJS Kabupaten Subang.

Kemudian dalam perjalanannya ternyata Ojang juga diduga terlibat dalam tindak pidana lain yaitu pencucian uang. Beberapa aset yang dimiliki Ojang diduga berasal dari tindak pidana korupsi. Aset itu diduga berubah bentuk untuk disamarkan asal-muasalnya.

BACA JUGA: