JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dalam hitungan hari pelaksanaan eksekusi hukuman mati akan dilakukan Kejaksaan Agung di Nusa Kambangan. Namun di tengah upaya itu, ada sejumlah pihak yang diduga berupaya menggagalkan pelaksanaan eksekusi tersebut.

Kapuspen TNI Mayjen Fuad Basya membenarkan ada pihak-pihak yang ingin menggagalkan eksekusi mati tersebut. Informasi itu, kata Fuad, didapat dari pihak intelijen. Setelah Presiden Joko Widodo menolak grasi terpidana mati, muncul reaksi dari baik dari luar negeri dan dalam negeri.

"Memang ada indikasi untuk gagalkan eksekusi mati, atas dasar itu Panglima TNI menjamin proses eksekusi berjalan aman dan lancar," kata Fuad kepada Gresnews.com, Rabu (4/3).

TNI, kata Fuad, sebagai alat keamanan negara bertanggung jawab atas kedaulatan hukum di Indonesia. "Hukum yang telah inkracht (berkekuatan hukum tetap-red) tidak bisa diintervensi oleh siapapun," tegasnya.

Ketika disoal siapa pihak yang berencana gagalkan pelaksanaan eksekusi, Fuad Basya enggan membeberkan. Namun dia memastikan ada kelompok yang ingin eksekusi mati gagal. "Kita tidak menunjuk pada kelompok tertentu atau negara tertentu tapi indikasi itu ada," jelas Fuad.

Agar tidak kecolongan TNI pun mengaku telah mengantisipasi upaya penggagalan tersebut. Sehingga dia memastikan pelaksanaan eksekusi mati berjalan lancar.

Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Ronny Franky Sompie mengatakan, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dipastikan tak merogoh kocek terkait eksekusi terhadap terpidana mati gelombang dua. Pasalnya, segala biaya yang dikeluarkan terkait eksekusi itu sepenuhnya ditanggung oleh Kejaksaan Agung.

Anggaran untuk kebutuhan regu tembak, kata Ronny, juga ditanggung Kejagung. Polri pun telah menyiapkan regu tembak yang akan melakukan eksekusi berdasarkan perintah eksekutor. Polri, kata Ronny, tak mengeluarkan anggaran terkait eksekusi itu.

"Biaya dari Kejaksaan Agung. Biaya pengamanan, regu tembak, minta bantuan TNI semuanya Kejagung. Anggarannya, anggaran eksekusi. Ngga ada anggaran dari Polri," kata Ronny saat dikonfirmasi.

Soal akan diperbantukannya TNI terkait penjagaan keamanan, kata Ronny, disambut postif oleh pihaknya. Langkah terkait hal itu tentunya dikoordinasikan antara jaksa eksekutor, Polri, dan TNI.

"TNI kan selalu siap membantu Polri dalam melaksanakan pengamanan apa saja termasuk pengamanan eksekusi mati. TNI bisa bantu pengamanan, bisa bantu alat juga, memang bisa diberikan," terang Ronny.

Pihak Kepolisian sendiri mengaku hingga kini persiapan pengamanan eksekusi mati berjalan kondusif. Ronny F Sompie  menepis anggapan adanya ancaman lantaran diperbantukannya TNI terkait ekseuksi tersebut, mengingat, ada beberapa warga negera asing yang akan ditembak mati.

Yang jelas, kata Ronny,  langkah antisipasi terkait keamanan telah dikoordinasikan seluruh elemen, baik Polri maupun TNI. Termasuk pengamanan Lapas jelang eksekusi.

"Nggak sampai ke situ ya. Jadi TNI itu mengamankan, Kejagung menjalankan eksekusi sesuai UU, Polri membantu Kejagung melakukan eksekusi tadi, pengamanan pelaksanannya dan sebagainya," kata Ronny.

Adapun beberapa nama terpidana mati yang masuk daftar tunggu regu tembak di gelombang dua. Mereka di antaranya, dua orang warga negara Australia Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, satu orang warga negara Spanyol Raheem Agbaje Salami, seorang warga negara Filipina Mary Jane Fiesta Veloso, dan seorang warga negara Brasil Rodrigo Gularte.

Sementara itu kuasa hukum Duo Bali Nine Todung Mulya Lubis menyayangkan pemindahan dua kliennya tersebut ke Nusa Kambangan. Pasalnya Andrew Chan dan Myuran tengah mengajukan banding atas putusan PTUN. Karenya Todung berharap eksekusi ditunda hingga proses hukum selesai.

"Eksekusi dan pemindahan tak bisa dilakukan jika upaya hukum masih berlangsung," jelas Todung dalam konferensi pernya kemarin.

BACA JUGA: