JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penyesalan selalu datang terlambat, begitu pula yang terjadi pada Andi Zulkarnain Mallarangeng alias Choel Mallarangeng. Ia mengaku menyesal menerima uang suap proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor.

Namun Choel terkejut dengan tuntutan 5 tahun penjara karena dirinya hanya pihak swasta. Padahal kakaknya sendiri kala itu, Menpora Andi Mallarangeng hanya dikenai kurungan penjara 4 tahun.

"Sejak awal persidangan, saya yakin dan percaya Jaksa Penuntut Umum KPK akan melaksanakan kewenangannya berdasarkan kompetensi, pengalaman, kebijaksanaan, dan nurani mereka. Tapi betapa saya terkejut dan sedih manakala Jaksa Penuntut Umum KPK menuntut 5 tahun pidana penjara kepada saya," kata Choel saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jl Bungur Besar, Jakarta Pusat, Kamis (15/6).

Choel juga bicara soal permohonannya menjadi justice collaborator dan mengembalikan uang suap kasus tersebut kepada KPK. Namun pengajuan justice collaborator ditolak jaksa.

"Bahkan niat baik saya yang tulus untuk menjadi justice collaborator dengan mengakui perbuatan saya sebelum ditanya kemudian mengembalikan seluruh uang yang saya terima sebelum diminta dan bahkan mengungkap pelaku utama dalam perkara ini yaitu Wafid Muharram, seolah-olah tidak ada gunanya sama sekali," kata Choel.

Choel menyebut jaksa salah jika menilai Andi Mallarangeng saat menjabat Menpora menerima uang, maka dirinya juga akan menerima uang kasus tersebut. Menurutnya, Sesmenpora saat itu Wafid Muharam menyerahkan uang kepada dirinya karena khawatir jabatannya akan dicopot oleh Andi Mallarangeng.

"Pertanyaannya, apakah dasar peradilan kita adalah prejudice dan guilty by association? Karena saya adik menteri maka otomatis apapun yang saya lakukan pastilah sepengetahuan kakak saya atau sebaliknya? Bagaimana mungkin saya mengaku tahu untuk sesuatu yang saya sungguh-sungguh tidak pernah tahu mengenai latar belakang maupun proses penganggaran dan pelelangan apabila para saksi sendiri yang mengatakan bahwa penganggaran dan pemenang lelang sudah ditentukan bahkan sebelum kakak saya menjadi menteri?" ujar dia.

Dia juga menilai jaksa merangkai fakta persidangan tanpa alat bukti, menyudutkan dirinya dalam kasus itu. Dia berharap KPK bisa menjunjung keadilan dalam kasus korupsi.

"Dengan pengalaman saya di persidangan ini, setelah mengalami sendiri begitu mudahnya Jaksa Penuntut Umum KPK merangkai-rangkai cerita yang memojokkan tanpa dasar faktual yang jelas, serta begitu gampangnya mereka menarik interpretasi yang tak berimbang, maka saya kemudian jadi bertanya sendiri. Mungkin sudah tiba saatnya bagi kita untuk mengingatkan KPK agar mawas diri serta terus berada di koridor hukum yang menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kebenaran," ujar dia.

Padahal, kata dia pelaku utama kasus itu yakni Sesmenpora saat itu Wafid Muharam. Sebab, Wafid sebagai pejabat negara telah mengumpulkan uang dari pihak manapun dan telah melawan hukum.

"Sebuah kenyataan yang ironis dari KPK adalah membuat seseorang swasta penerima seperti saya sebagai tersangka padahal pelaku utama, Wafid Muharram selaku pejabat negara yang melakukan perbuatan melawan hukum tindak pidana korupsi dengan mengumpulkan uang dari berbagai pihak malah berkeliaran bebas dan tidak dijadikan tersangka? Patut kita bertanya ada apa dengan KPK? Apa kabar keadilan di negeri tercinta ini?," tutur dia.

Dari sederet nama yang merasakan uang proyek Hambalang, enam di antaranya telah masuk bui. Pada urutan pertama ada nama bekas Menteri Pemuda dan Olah Raga Andi Mallarangeng. Berselang tiga tahun setelah Andi ditetapkan sebagai tersangka, Choel resmi menjadi salah satu tersangka proyek pembangunan gedung olah raga senilai Rp2,5 triliun itu.

POSISI WAFID MUHARRAM - Wafid Muharram merupakan terpidana korupsi pembangunan sarana dan prasarana Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang. Ia pernah bersaksi untuk tersangka baru, Andi Zulkarnain Anwar atau yang akrab disapa Choel Mallarangeng.

Wafid pernah duduk sebagai Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga mendampingi kakak Choel, Andi Mallarangeng, yang merupakan mantan Menteri Pemuda dan Olaharaga. Andi dan Choel disebut pernah membahas dan menyusun strategi pemenangan perusahaan tertentu untuk menggarap proyek Hambalang.
Choel diduga mengenalkan perusahaan PT Global Daya Manunggal kepada sang kakak agar diikutsertakan dalam proyek. Komisaris PT Global Daya Manunggal Herman Prananto pun menitipkan duit Rp4 milliar. Dari total uang yang diterima, sebanyak Rp1,5 miliar diserahkan oleh Wafid Muharam. Setelah ada uang pelicin, perusahaan ini menggarap proyek sebagai perusahaan subkontraktor.

Selain itu, Choel juga menerima US$550 ribu untuk kakaknya dari Manajer Pemasaran Permai Grup Mindo Rosalina Manulang melalui Wafid. Permai Group yang semula dijanjikan mendapat jatah Hambalang, saat itu gagal lantaran perintah dari mantan Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

Sebelumnya, KPK telah meminta kesaksian Manajer Pemasaran Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya, M Arief Taufiequrahman. Perusahaan tempat Arief bekerja memberikan fee proyek sebanyak 18 persen yakni sekitar Rp12 miliar untuk beberapa pihak termasuk Kementerian Pemuda dan Olahraga. Adhi Karya bekerja sama dengan Wika menjadi kontraktor proyek tersebut.

Choel diduga menyalahgunakan wewenang dengan cara melawan hukum sehingga memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi. Dia dijerat dengan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam kasus yang sama, majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta, subsider dua bulan penjara untuk Andi Mallarangeng. Untuk Wafid, majelis menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider tiga bulan.

Namun Mahkamah Agung memperberat hukuman Wafid dari tiga tahun menjadi lima tahun penjara. Wafid terbukti secara sah dan meyakinkan menerima hadiah berupa cek Rp 3,289 miliar dari Mohammad El Idris dan Mindo Rosalina Manulang.

Putusan itu dijatuhkan majelis kasasi yang dipimpin Hakim Agung Artidjo Alkostar serta hakim anggota Krisna Harahap dan Leopold Hutagalung pada 2012 lalu. Selain menjatuhkan pidana penjara, MA juga menjatuhkan pidana tambahan berupa denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan. Putusan dijatuhkan dengan suara bulat pada siang ini.

Menurut majelis kasasi, Wafid terbukti melanggar Pasal 12 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Wafid sebagai pejabat negara, selaku kuasa pengguna anggaran, dan sebagai pegawai negeri sipil telah menerim hadiah dalam rangka mengupayakan PT Duta Graha Indah sebagai pemenang dan mendapatkan proyek pembangunan wisma atlet dan gedung serbaguna Provinsi Sumatera Selatan.

Majelis kasasi menilai putusan judexfactie (Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan Pengadilan Tinggi Tipikor) kurang menekankan unsur-unsur pemberatan dalam tindak pidana yang dilakukan terdakwa. Oleh karenanya, majelis kasasi beranggapan bahwa terdakwa sudah sepantasnya mendapatkan hukuman lebih berat. (dtc)

BACA JUGA: