JAKARTA, GRESNEWS.COM - Puluhan pejabat MA melakukan rapat kerja di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara dari tanggal 2-5 Mei. Rapat itu diduga hanya kamuflase saja dari kegiatan utama yaitu pelesiran alias jalan-jalan, mengingat Wakatobi terkenal sebagai kawasan wisata laut yang sangat indah. Ada yang bilang para hakim agung itu menyewa pesawat jet pribadi dan berangkat dari pada Jumat (2/5) dari Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur.

Tetapi ada juga sumber yang menyebut, mereka berangkat dari Kabupaten Batulicin, Kalsel. Perjalanan itu, termasuk sewa pesawat di biayai oleh seorang pengusaha tambang terkenal di sana. (baca: Naik Jet Pribadi Mewah, Ketua MA Rapat di Wakatobi)

Perjalanan yang tentunya menguras kas negara ini dikritik keras Forum Transparasi Anggaran untuk Indonesia (FITRA). "Memalukan sekali, rombongan itu terlalu banyak. Rombongan mau pembinaan atau sekedar jalan-jalan menghambur-hamburkan uang negara agar cepat habis, dan pada akhirnya dinilai mempunyai kinerja baik," kata Direktur Investigasi dan Advokasi FITRA Uchok Sky Khadafi kepada Gresnews.com, Senin (5/5).

Menurut Uchok, pembinaan teknis dan administrasi yustisial bagi pimpinan pengadilan, hakim, dan panitera/sekretaris pengadilan tingkat banding dan tingkat pertama model seperti itu seharusnya dihentikan saja. Kalaupun harus dilakukan ke daerah, silakan saja berangkat ke Wakatobi, tapi dengan jumlah yang ideal. "Pembinaan teknis kok seperti mau berangkat undangan perkawinan saja, tapi menggunakan uang negara, lebih baik program seperti itu dihentikan,” tegasnya.

Ketika dikonfirmasi, Kepala Humas MA Ridwan Mansyur tidak mengangkat sambungan telepon dari Gresnews.com. Begitu juga pesan singkat yang dikirimkan, belum dibalas. Namun MA dalam keterangannya di situs MA menyebut kepergian rombongan yang terdiri dari 65 orang pejabat dari MA ini, adalah dalam rangka melakukan serangkaian acara pembinaan teknis dan administrasi yustisial.

Pembinaan oleh para pimpinan MA merupakan sesi terakhir dari serangkaian acara pembinaan teknis dan administrasi yustisial. Dua sesi sebelumnya adalah pembinaan oleh para eselon I dan sosialisasi SEMA 1 Tahun 2014 pada Sabtu (3/5) dan Minggu (4/5).

Dalam pembinaan yang berlangsung Sabtu (3/5) kemarin, Hatta Ali memaparkan upaya percepatan penanganan perkara baik di MA maupun di pengadilan. Untuk penanganan perkara secara efektif, MA telah menerbitkan SK KMA Nomor 119/SK/KMA/VII/2013 di MA. Sedangkan untuk pengadilan tingkat pertama dan banding telah diatur dalam SEMA Nomor 2 Tahun 2014.

Menurut peraturan tersebut, MA harus memutus paling lama 3 bulan setelah perkara tersebut diterima oleh Ketua majelis kasasi/Peninjauan Kembali (PK). Sedangkan untuk penyelesaian perkara tingkat banding dan tingkat pertama harus dilakukan paling lambat masing-masing  3 bulan dan 5 bulan.

"Untuk dapat merealisasikan jangka waktu memutus perkara di bawah tiga bulan, MA telah melakukan perubahan besar dalam dalam sistem pemeriksaan berkas perkara kasasi dan peninjauan kembali," kata Hatta seperti dikutip situs www.kepaniteraan.mahkamahagung.go.id, Senin (5/5).

Ia menambahkan, sejak 1 Agustus 2013, sistem pemeriksaan berkas dilakukan secara serentak atau bersamaan menggantikan sistem membaca bergiliran yang telah berlangsung lama. Untuk mendukung efektifitas sistem baru ini, MA juga menerbitkan SEMA No. 1 Tahun 2014. Melalui SEMA ini, MA mewajibkan pengadilan untuk menyertakan e-dokumen dari sebagian berkas Bundel B dalam setiap permohonan kasasi dan peninjauan kembali. E-Dokumen yang dikirim ke MA ini, akan menjadi bahan bagi para hakim agung dalam membaca berkas.

Diakui MA, pembinaan pimpinan MA ke daerah merupakan tradisi baru yang digagas oleh Ketua MA. Tradisi ini menggantikan agenda tahunan rakernas yang dinilai kurang efektif. Menurut Ketua MA, rakernas hanya diikuti oleh kalangan terbatas yaitu pimpinan ketua pengadilan tinggi dan tingkat pertama kelas IA.

Proses desiminasi informasi hasil rakernas pun oleh para peserta tidak berjalan dengan baik. Sejak digulirkannya kebijakan pembinaan langsung ke daerah, pembinaan di Wakatobi ini merupakan kali ke 17.

Ketua MA berharap daerah yang belum dilakukan pembinaan langsung, dapat diselesaikan hingga akhir tahun ini, termasuk daerah-daerah yang selama ini belum tersentuh pembinaan, terutama yang banyak pembentukan pengadilan baru. "Dengan model pembinaan langsung seperti ini,  peserta lebih menyeluruh dan  kami pun bisa menyerap aspirasi langsung. Kesempatan tanya jawab pun lebih luas," kata Hatta.

Sebelum mengikuti pembinaan yang disampaikan oleh Pimpinan MA, para peserta yang  diikuti 127 orang ini juga mengikuti sosialisasi dengan narasumber Panitera MA, Panmud Perdata, Sekretaris Kepaniteraan, dan Koordinator Data dan Informasi Kepaniteraan, Sabtu (3/5).

Sebelumnya para peserta juga mengikuti pembinaan yang disampaikan oleh para eselon I Mahkamah Agung. Kegiatan pembinaan oleh Ka BUA, Dirjen Badilum, Dirjen Badilmiltun dan Panitera ini dilaksanakan pada Jum’at malam (2/5). Terkait anggaran kegiatan, untuk perjalanan dan akomodasi peserta dibebankan kepada DIPA masing-masing satker. Sedangkan untuk Tim MA dibebankan kepada DIPA Badan Urusan Administrasi dan Kepaniteraan MA.

Khusus untuk transportasi pimpinan, karena keterbatasan jadwal pesawat reguler menuju tempat penyelenggaraan pembinaan, maka perjalanan menuju Wakatobi menggunakan pesawat di luar jadwal reguler. Pembiayaan extra flight ini dibebankan kepada biaya operasional yang dialokasikan untuk masing-masing pimpinan Mahkamah Agung.

BACA JUGA: