JAKARTA, GRESNEWS.COM - Rancangan Peraturan Pemerintah mengenai Limbah Beracun dan Berbahaya (RPP B3) dinilai sebagai pelanggaran. Anggota Komisi VII dari Fraksi Hanura Ali Kastella mengatakan, melegalkan salah satu jenis limbah yang masuk dalam daftar limbah berbahaya adalah pelanggaran besar. "Kalau limbah B3 kan jelas-jelas limbah berbahaya dan beracun. Itu sudah tidak bisa ditolerir lagi," kata Ali kepada Gresnews.com, Kamis (5/12).

Ali menambahkan tidak ada toleransi bagi limbah B3 yang boleh dilegalkan, termasuk tailing. Menurutnya, pelarangan pembuangan limbah seperti tailing itu harus dilakukan karena dampaknya yang sangat berbahaya bagi manusia dan lingkungan termasuk makhluk-makhluk hidup air di wilayah yang terkena. Ali juga membantah pernyataan beberapa anggota Komisi VII sebelumnya yang menyatakan sistem pemberian kapur pada limbah mampu mengikat limbah tersebut.

Di sisi lain, Ali juga menyayangkan sikap pemerintah yang tidak satu suara dan lemah kepada pengusaha-pengusaha tambang besar. Politisi Hanura asal Papua itu menambahkan media dan masyarakat perlu melakukan pengawasan pada perusahaan-perusahaan besar dan pemerintah dalam melaksanakan komitmen menjaga lingkungan. Ali juga menolak bila ada argumen yang menyatakan limbah di Indonesia masih dibawah ambang batas. Justru beberapa limbah tambang sudah melebihi standar ambang batas yang ditentukan. "Tidak benar itu. Saya sudah melihat sendiri di Timika, limbah tailing itu berupa pasir yang mirip tepung, sehingga sangat mudah menyebar ke sungai atau laut yang menjadi tempat pembuangan," ujarnya.

Lebih lanjut Politisi Hanura itu katakan meski ada aturan yang membolehkan limbah tailing dibuang ke laut dengan kedalaman 4000 meter tetap akan merusak lingkungan. Kerusakan lingkungan itu, imbuh Ali, disebabkan limbah yang terbawa arus sungai atau arus air laut. Karena bentuknya yang ringan itulah yang mengakibatkan limbah tailing itu mudah menyebar di air ataupun tanah. Ali menegaskan, akan segera menanyakan kepada pihak Kementerian lingkungan Hidup mengenai draf RPP itu.

Pendapat senada juga disampaikan Manager Kampanye Tambang Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Pius Ginting. Ia menyatakan, rencana pemerintah melegalkan pembuangan tailing di laut, adalah rencana yang berbahaya dan akan mempermudah kerja perusahaan-perusahaan tambang itu. "Tailing kan selama ini dilarang, karena merusak lingkungan. Kalau ini benar sampai terjadi (dilegalkan-red) maka akan semakin melindungi para pengusaha tambang besar," kata Pius kepada Gresnews.com.

Dalam RPP B3 pasal 83 ayat (2) disebutkan limbah B3 yang dapat dilakukan dumpling meliputi, tailing dari kegiatan pertambangan, serbuk bor dari kegiatan tambang di laut, lumpur bor dari kegiatan pertambangan di laut. Tailing adalah salah satu limbah yang selama ini dilarang dan masuk dalam kategori limbah berbahaya dan banyak mengandung bahan berbaha seperti arsenik. Akan tetapi dalam RPP B3 larangan itu melunak dengan membolehkan dumping tailing di laut dengan izin menteri (dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup-red).

Terkait hal itu, Pius mengatakan, seharusnya pemerintah bukan memberikan kelonggaran tapi mendorong perusahaan tambang untuk bangun kolam khusus pembuangan limbah seperti halnya di negara lain. Sehingga limbah dari penambang itu sudah ramah lingkungan setelah dikelola di dalam kolam tersebut. Pius menambahkan, selama ini izin pembuangan limbah tailing tergolong sangat mudah di Indonesia. Menurutnya, aturan di Indonesia belumlah ketat dibandingkan negara lain. "Di sini izin pembuangan tailing sangat gampang. Hanya perlu melakukan kajian ilmiah. Kajian ilmiah itu pun tidak harus menyeluruh. Hanya penelitian satu minggu saja," imbuhnya.

Pius menambahkan, melunaknya izin pembuangan limbah dimulai sejak era pemerintahan Megawati Soekarnoputri hingga sekarang. Akan tetapi yang paling lunak izinnya, menurut Pius pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Pada saat ini, sebenarnya BAPPENAS sudah memiliki blue print sebagai pedoman pembuatan kebijakan lingkungan. Akan tetapi, hal itu tampaknya tidak terlalu dipatuhi oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Lebih lanjut, blue print yang dibuat sejak Menteri KLH era Gus Dur, Sony Keraff pada tahun 2002, sudah melarang untuk membuang tailing ke laut. "Akan tetapi aturan itu dilanggar oleh pemerintah," kata Pius.

(Mungky Sahid/GN-03)

BACA JUGA: