JAKARTA, GRESNEWS.COM - Perlawanan La Nyalla Mattalitti terhadap Kejaksaan Tinggi Jawa Timur belum berakhir. Setelah memenangi gugatan praperadilan pertamanya, yang menghapuskan status tersangka korupsi dana hibah Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, La Nyalla ternyata masih belum bisa lepas dari jerat hukum.

Pasca putusan itu, Kejati Jatim kembali mengenakan status tersangka kepada Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) itu. Selain itu, pihak Direktorat Jenderal Imigrasi juga mencabut paspor milik La Nyalla yang saat ini diperkirakan berada di Singapura.

Toh kondisi itu, tak membuat La Nyalla menyerah. Dia malah melakukan perlawanan berikut dengan kembali mengajukan praperadilan atas penetapan status tersangka yang kedua kali. Selain itu, La Nyalla juga menggugat penetapan dirinya sebagai tersangka atas kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Berbeda dengan gugatan pertama, gugatan praperadilan kedua itu diajukan atas nama anaknya Mohammad Ali Afandi. Sidang perdana praperadilan La Nyalla digelar di Pengadilan Negeri Surabaya pada Rabu, (4/5). Mangapul Girsang adalah Hakim tunggal yang akan memeriksa perkara ini. Sayangnya tim hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur tidak hadir.

Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Maruli Hutagalung mengatakan praperadilan yang diajukan La Nyalla tidak jelas dan tidak punya legal standing. "Ini (Praperadilan) diajukan melalui anaknya. Anaknya enggak punya legal standing," kata Maruli dalam keterangannya kepada media, Rabu (4/5).

Mantan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) ini mengaku jengah dengan sikap La Nyalla. Apalagi saat ini La Nyalla berstatus buronan. Maruli juga mengkritik Pengadilan yang masih menerima gugatan tersangka sementara dirinya berstatus buronan.

Maruli mengaku telah memerintahkan tim jaksanya untuk tidak hadir dalam persidangan. "Tapi tim kami tidak datang, percuma datang juga, habisin energi. Kan hakimnya juga sudah diatur semua," tandas Maruli.

Terkait persidangan ini, Komisi Yudisial yang pada sidang praperadilan pertama ikut memantau jalannya sidang menemukan sejumlah kejanggalan. Juru bicara Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi mengakui bahwa proses persidangan tidak sepenuhnya bebas intervensi.

"Tak tertutup kemungkinan dalam sidang La Nyalla juga ada tekanan terhadap pihak tertentu," ujarnya ketika itu.

Namun terkait proses sidang gugatan praperadilan kedua kali ini, Farid belum bisa memberikan keterangan. Beberapa kali Gresnews.com menghubungi telpon genggamnya, dia tak menjawab.

Sikap Kejati Jatim itu justru disayangkan oleh kuasa hukum La Nyalla, Togar Manahan Nero. Dia menilai jaksa tidak hadir karena takut kalah. "Makanya, jaksanya tidak datang," kata Togar dihubungi gresnews.com, Rabu (4/5).

Togar mengaku optimis gugatan kliennya itu akan kembali diterima hakim pemeriksa. Alasannya, secara prosedur penetapan kembali status La Nyalla sebagai tersangka tidak sah.

DIMINTA MENYERAH - Sementara itu, tim intelijen Kejaksaan Agung mengaku sempat mendeteksi keinginan La Nyalla untuk menyerahkan diri setelah paspornya dicabut. Namun dalam prosesnya La Nyalla ternyata batal menyerahkan diri. La Nyalla ditetapkan sebagai buron sejak Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menetapkannya sebagai tersangka pada 16 Maret 2016.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah mengatakan, tim intelijen bekerja sama dengan interpol terus mendeteksi keberadaan La Nyalla. "Itu informasi dari intelijen kita, tentu kita enggak bisa kasih tahu sumbernya, kita terus cari informasi dari sumber (intelijen)," kata Arminsyah.

Penetapan tersangka terhadap La Nyalla karena penyidik memiliki bukti kuat berupa pemalsuan kuitansi. La Nyalla dinilai terbukti melakukan korupsi menggunakan dana hibah Kadin Jawa Timur untuk membeli saham perdana Bank Jatim sebesar Rp5,3 miliar pada 2012.

Keuntungan yang didapat dari penjualan saham itu ialah Rp1,1 miliar. Saat itu Kadin Jawa Timur mendapatkan dana hibah dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada 2011-2014 senilai Rp48 miliar.

Namun penetapan tersangka kemudian dinyatakan tidak sah dalam putusan praperadilan Nomor 19/Pra.Per/2016/PN.SBY, yang dibacakan Hakim Tunggal Ferdinandus di Pengadilan Negeri Surabaya, 12 April 2016. Belum sampai 12 jam lolos dari jeratan tersangka, Kejaksaan kembali mengeluarkan surat penetapan tersangka dengan kasus yang sama atas nama La Nyalla.

Beberapa hari kemudian, Kejaksaan menetapkan La Nyalla sebagai tersangka dalam tindak pidana pencucian uang hibah Kadin Jawa Timur 2011-2014. Tim kuasa hukum La Nyalla kembali mengajukan praperadilan. Kali ini atas nama anak kandungnya.

SKENARIO PENANGKAPAN - Kesal dengan tingkah La Nyalla yang dinilai mengangkangi hukum, jaksa pun telah menetapkan skenario penangkapan terhadap La Nyalla. Saat ini, masa tinggal La Nyalla Mattalitti di Singapura telah habis, sehingga harus diperpanjang jika ingin tinggal lebih lama lagi.

Kelemahan posisi La Nyalla inilah yang akan dimanfaatkan penegak hukum untuk menangkap La Nyalla. "Kami melalui duta besar di sana meminta bantuan untuk penarikan paspor. Baru ada surat perintah penarikan, artinya mereka belum bertemu (La Nyalla)," kata Kabag Humas Ditjen Imigrasi Heru Santoso saat dikonfirmasi, Selasa malam (3/5).

Meski pihak KBRI belum bertemu dengan La Nyalla, tetapi bukan berarti tak ada kesempatan untuk menangkap orang tersebut. Bersamaan dengan surat perintah penarikan, Red Notice untuk La Nyalla pun dikeluarkan.

"Ini akan mempersempit ruang gerak yang bersangkutan, karena sudah ada Red Notice melalui Interpol," ungkap Heru.

Dia yakin Interpol akan membantu untuk mencari La Nyalla. Selanjutnya pihak Imigrasi yang bertugas di Singapura akan mendapatkan informasi di mana La Nyalla tinggal atau berada.

Ketika izin tinggal La Nyalla sudah habis, maka semestinya dia mengurus untuk perpanjangan. Saat melakukan perpanjangan izin tinggal, La Nyalla akan membawa paspornya yang sudah diperintahkan untuk ditarik.

"Karena sudah terima Red Notice, artinya negara setempat akan infokan ke kedutaan, ´ini loh orang yang anda Red Notice izinnya habis´. Kalau kita tergantung peraturan negara setempat saja nantinya. Apakah kita harus menjemput atau akan diantarkan ke kedutaan," jelas Heru. (dtc)

BACA JUGA: