JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejutan besar diberikan Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI Komisaris Jenderal Budi Waseso menjelang proses akhir pemilihan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Buwas--demikian dia biasa disapa--telah menetapkan satu orang calon pimpinan KPK sebagai tersangka.

Tetapi soal siapa calon pimpinan KPK yang menjadi tersangka itu dan dalam kasus apa dia ditersangkakan, Buwas masih belum mau mengungkapkannya. Buwas beralasan, hal itu karena pansel belum mengumumkan siapa saja nama yang lolos dalam seleksi dalam tahap selanjutnya.  "Nanti kalau saya bocorkan saya dianggap kriminalisasi, kalau nanti saya bocorkan dianggap ada kepentingan," kata Buwas, Jumat (28/8).

Buwas menyerahkan seluruhnya ke pihak Panitia Seleksi Capim KPK untuk menindaklanjuti. "Nanti pihak Pansel yang akan menindaklanjuti temuan kami," kata mantan Kapolda Gorontalo itu.

Adapun kasus yang melilit capim KPK tersebut adalah kasus pidana korupsi. "Yang bersangkutan sudah menjadi tersangka, tiga hari lalu," ujar Buwas. Buwas juga mengunci kasus yang membelit capim KPK. Dia hanya menyebut bahwa kasus yang ditanganinya itu sudah masuk sejak tiga bulan lalu.

Mendengar kabar itu, panitia seleksi capim KPK langsung mendatangi gedung Bareskrim Mabes Polri untuk meminta kejelasan Buwas. Anggota pansel capim KPK Yenti Garnasih mengaku, dia sudah diberitahu identitas capim KPK yang menjadi tersangka itu.

"Ya, kami kan baru mengetahui dari media saja. Belum ada pemberitahuan resminya karena Bareskrim tidak menyampaikan lewat pansel. Makanya saya datang," kata Yenti Jumat (28/8) malam.

Meskipun begitu, Yenti tak mau membuka identitas sang capim tersebut. "Ya, sudah (tahu) tapi saya tidak bisa menyampaikan (identitasnya). Karena sudah kesepakatan nanti yang akan mengumumkan dari Bareskrim," tutur Yenti.

Saat ini Pansel sudah menentukan 19 besar capim dan sebentar lagi akan dikerucutkan lagi menjadi delapan besar lalu dibawa ke Presiden Joko Widodo. Yenti dengan tegas mengatakan, Pansel KPK tidak akan meloloskan pihak yang menjadi tersangka. "Berdasarkan UU KPK enggak bisa. Komisioner saja kalau tersangka harus menyingkir sementara apalagi baru mau jadi capim. Enggak boleh lah," tukasnya.

Pansel KPK pun, menurut Yenti, baru akan mengumumkan siapa Capim KPK yang akan lolos kedelapan besar setelah tanggal 31 Agustus. Ada beberapa pertimbangan mengapa Pansel tidak sesegera mungkin mengumumkannya.

"Kita tadinya ingin tanggal 31 Desember membawa ke Presiden (Joko Widodo) tapi beliau ada kegiatan. Makanya kita menunggu Pak Presiden sekaligus kita juga sambil memastikan, agar tersangka itu secara resmi diumumkan. Kan harus clear," imbuh Yenti.

SPEKULASI BERMUNCULAN - Lantaran pihak Pansel Capim KPK maupun Buwas tak mau membuka jati diri capim KPK yang ditetapkan sebagai tersangka, spekulasi pun bermunculan terkait siapa sang capim yang jadi tersangka. Ada tiga nama yang dispekulasikan sebagai sang capim tersangka.

Pertama adalah Chesna Fizetty Anwar yang pernah duduk sebagai Direktur Pengawasan Internal KPK. Nama Chesna muncul lantaran dalam seleksi wawancara Senin (24/8), dia sempat dicecar terkait keterkaitannya dengan kasus korupsi mantan Gubernur Sumatera Utara Syamsul Arifin tahun 2010.

Hal itu ditanyakan oleh Ketua Pansel Capim KPK Destry Damayanti. Destry menanyakan hal itu untuk mengklarifikasi aduan masyarakat yang diterima Pansel KPK. "Bagaimana hubungan ibu dengan kasus korupsi mantan Gubernur Sumatera Utara?" tanya Destry kepada Chesna.

"Maaf bu, saya tidak ingat," jawab Chesna. Tidak puas dengan jawaban Chesna, Destry kembali menegaskan pertanyaannya. "Kasus korupsi Syamsul Arifin mantan Gubernur Sumatera Utara tahun 2010?" tanya Destry kembali. "Tidak tahu bu, saya sudah mengundurkan diri (dari KPK)," kata Chesna.

Sayangnya, tidak terungkap detail bagaimana keterkaitan Chesna dengan kasus itu, dan apakah kasus ini juga dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri. Destry hanya menegaskan, dia mengklarifikasi laporan masyarakat. "Itu laporan dari masyarakat, kami tanyakan (kepada Chesna) tapi tidak terjawab. Kita akan coba konfirmasi dengan lembaga lain seperti PPATK," kata Destry.

Syamsul Arifin ditahan KPK karena kasus korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Langkat. Syamsul diminta didakwa melakukan korupsi APBD Kabupaten Langkat Tahun Anggaran 2000-2007 saat dirinya menjabat sebagai Bupati Langkat Sumatera Utara.

Selain itu, Chesna juga ditanya mengenai dugaan tidak melaporkan pajak tahunan oleh pansel capim KPK. Namun soal ini langsung dibantah Chesna dengan tegas. "Saya tiap tahun melaporkan pajak saya, saya ada copy-nya," katanya.

Di luar nama Chesna, ada juga soal spekulasi nama Johan Budi Sapto Pribowo dan Jimly Asshiddiqie yang juga dispekulasikan sebagai calon pimpinan KPK yang ditersangkakan oleh KPK. Johan Budi saat ini menjadi salah satu pelaksana tugas pimpinan KPK. Sementara Jimly adalah mantan ketua Mahkamah Konstitusi yang kini menjabat sebagai Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.

JOHAN BUDI PERNAH DILAPORKAN KE BARESKRIM - Johan Budi pernah dilaporkan ke Bareskrim pada 10 Februari 2015 lalu oleh Direktur Government Againts Corruption and Discrimination Andar Situmorang. Johan dilaporkan bersama mantan pimpinan KPK Chandra Hamzah karena bertemu pihak yang berperkara yaitu Nazaruddin pada 2011 lalu.

"Saya datang ke sini sebagai warga negara dan direktur LSM untuk melaporkan pimpinan KPK yang dulu, Chandra M. Hamzah, dan Johan Budi," kata Andar di kantor Bareskrim ketika itu.

Andar menganggap Chandra dan Johan menyalahgunakan wewenang dan melakukan hubungan langsung ataupun tidak langsung dengan orang yang sedang berperkara di KPK. Keduanya dianggap melanggar Pasal 421 KUHP juncto Pasal 36, Pasal 37, yang ancaman hukumannya terdapat dalam Pasal 65, 66, dan 67 UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Andar menjelaskan, Chandra dan Johan lima kali bertemu dengan bekas Bendahara Umum Demokrat M. Nazaruddin pada 2011. Dua kali di kediaman Nazaruddin, dua kali di restoran, dan satu kali di KPK. Padahal saat itu Nazaruddin akan berperkara karena diduga tersangkut kasus korupsi.

Selanjutnya, Johan juga pernah bertemu dengan pihak yang diduga berperkara lainnya yaitu dari mantan Bupati Bogor, Rachmat Yasin, di rumah dinasnya. Rachmat Yasin saat itu diduga punya kaitan dengan kasus Hambalang.

Menurut laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Proyek Hambalang versi Agustus 2013, Bupati Rachmat Yasin diduga ikut melakukan pelanggaran undang-undang. Ia menandatangani site plan, walau pihak Kementerian Pemuda dan Olahraga belum atau tidak melakukan studi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) Proyek Hambalang.

Dengan begitu, Rachmat Yasin diduga melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Peraturan Bupati Bogor Nomor 30 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengesahan Master Plan, Site Plan, dan Peta Situasi.

Selain itu, Kepala Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB), meskipun pihak Kementerian Pemuda dan Olahraga melakukan studi amdal terhadap Proyek Hambalang. Dengan begitu, penerbitan IMB tersebut diduga melanggar Perda Kabupaten Bogor Nomor 12 Tahun 2009 tentang Bangunan Gedung.

Pertemuan Johan Budi dengan Rachmat Yasin disampaikan Lembaga Informasi Masyarakat Anti Korupsi (Limak) pada 20 Februari 2013. Limak menduga, di dalam pertemuan itu ada tertentu antara Johan Budi dan Rachmat Yasin. Menurut Limak, pertemuan 7 Februari itu diawali dengan dialog interaktif di Gedung Serbaguna II Sekda Kabupaten Bogor. Acara itu dihadiri pula para kepala dinas Kabupaten Bogor.

Johan sendiri ketika dikonfirmasi gresnews.com, mengaku yakin bahwa yang menjadi tersangka di Bareskrim bukanlah dirinya. "Belum tahu siapa yang dimaksud. Dan saya merasa bukan saya," terang Johan, Jumat (28/8) malam.

JIMLY TERSANGKUT NEWMONT - Sementara itu, spekulasi soal Jimly muncul lantaran mantan Ketua MK itu sempat dicecar soal hartanya. Saat diwawancara pansel capim KPK, Jimly dicecar soal kontrak rumah seharga Rp120 juta per tahun di kawasan elit Pondok Indah, Jakarta Selatan dan dibiayai negara. Padahal, selama menjabat sebagai Ketua MK, Jimly sudah diberikan rumah dinas.

Jimly juga diduga mendapat gratifikasi dari PT Newmont melalui sekolah yang didirikannya, Jimly School of Law and Government. Ia mengaku mendapat dana tersebut sejak dua tahun lalu. Padahal ketika itu ia menjabat sebagai penyelenggara negara yaitu Ketua DKPP. "Oh ada, proyek-proyek saja, training-training saja, training daerah, training difabel," kata Jimly ketika itu.

MK memang pernah menolak permohonan pemerintah mengenai pembelian 7 persen saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara, 31 Juli 2012. Putusan ini resmi mengakhiri polemik pembelian saham yang berlangsung sejak pertengahan 2011 dan berujung pada Sengketa Kewenangan Lembaga Negara antara pemerintah, Badan Pemeriksa Keuangan, dan DPR.

PT Newmont Nusa Tenggara (NTT) adalah perusahaan tambang yang merupakan afialiasi dari Newmont USA dan Sumitomo, PT Pakuafu Indah, serta PT Multi Daerah Bersaing (MDB). PT MDB sendiri 75 persen sahamnya dikuasi oleh Bumi Resources Tbk milik grup Bakrie.

Tak hanya itu, ia juga dianggap menyalahi izin awal berdirinya Global TV. Jimly dan rekannya, Profesor Zuhal, pada 1999 lalu adalah orang yang mengajukan izin Global TV. Ketika itu, stasiun tv tersebut ingin dijadikan siaran pendidikan. Namun ternyata isi siaran berubah seiring masuknya MNC sebagai pemegang saham terbesar.

Gresnews.com telah berusaha mengkonfirmasikan perihal dugaan penetapan tersangka kepada Jimly. Namun, ia hanya menjawab singkat. "Belum tahu," tutur Jimly, Sabtu (29/8).

LANGSUNG DICORET - Untuk meredam spekulasi itu, Juru Bicara Pansel Capim KPK Betty Alisjahbana memang meminta para awak media untuk menanyakan langsung kepada Bareskrim. Betty hanya mengatakan bahwa capim yang menjadi tersangka merupakan satu dari 19 yang menjalani tes wawancara pada Senin hingga Rabu kemarin.

Ia pun membantah kebobolan karena meloloskan nama itu dari seleksi sebelumnya. "Kita udah umumkan 19 nama, hasil trackingnya kemudian menunjukan nama ini ada informasi yang bersangkutan diduga terlibat (perkara)," ujar Betty.

Meskipun telah mengikuti tes wawancara, Betty menjamin pihaknya tidak memilih nama itu sebagai salah satu yang lolos untuk diserahkan kepada Presiden. Menurut Betty, pansel telah menggugurkan nama itu setelah tes kemarin. "Yang bersangkutan sudah otomatis gugur setelah wawancara," ujar Betty.

Dikonfirmasi terpisah, Ketua Pansel Destry Damayanti mengaku saat ini pihaknya sedang memproses nama yang akan diberikan kepada Presiden Jokowi. Destry menjamin nama yang menjadi tersangka di Bareskrim tidak akan lolos ke tahap selanjutnya.

"Pasti bersih dong. Kita sudah keluarin. Itu juga penilaiannya banyak. Nama itu kita pastikan enggak masuk dalam nama yang kita loloskan," terang Destry.

Destry juga enggan mengungkap kapan waktu pengumuman nama itu. "Saya nggak bisa informasikan karena itu bukan kewenangan kami, itu kewenangan presiden untuk umumkan. Kita hanya serahkan yang umumkan presiden," pungkasnya.

Menariknya, Destry mengaku ternyata tidak hanya satu orang yang mempunyai catatan merah di Bareskrim. Namun lagi-lagi ia kembali enggan menyebutkan nama itu. "Di bawah lima (orang) ucap Destry.

Pihak Bareskrim sendiri berjanji akan membuka nama tersebut pada Senin (31/8). "Senin sore saya rilis. Saya janji hari Senin saya rilis. Hari Senin, pokoknya hari Senin, hari Senin," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Brigjen Viktor E Simanjuntak di Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (28/8).

Viktor mengatakan, capim yang telah ditetapkan sebagai tersangka itu merupakan kasus yang dia tangani. Perkara tersebut merupakan kasus korupsi. Viktor sendiri belum mau mengungkap nama dan kasusnya saat ini. "Ada laporannya. Laporan ke saya," ujarnya. (dtc)

BACA JUGA: