JAKARTA, GRESNEWS.COM - Harapan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengklarifikasi tudingan adanya tekanan dalam pemeriksaan saksi-saksi kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik urung. Pasalnya mantan anggota DPR yang juga Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Miryam S. Haryani yang sedianya menjadi saksi batal hadir dalam persidangan karena alasan sakit. Sidang  lanjutan atas terdakwa mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Sugiharto pun urung digelar.

Rencananya, Yani, panggilan Miryam akan dikonfrontir keterangannya dengan para penyidik KPK atas kesaksiannya pekan lalu. Pada sidang sebelumnya Miryam mengaku mendapat tekanan penyidik saat proses memberikan keterangan melalui Berita Pemeriksaan Acara (BAP) oleh penyidik.

Namun rencana itu tertunda karena Yani tidak bisa hadir karena alasan sakit. "Tadi kita sudah lihat dokternya, nanti kita konfirmasi ke dokter yang mengeluarkan sakitnya apa. Hari ini dia tidak hadir," kata Jaksa KPK Irene Putri seusai persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (27/3).

Jaksa Irene menyatakan akan memanggil kembali Yani pada persidangan berikutnya pada Kamis (30/3) nanti. Mengingat surat izin sakit yang tertera hanya dua hari tertanggal 26 Maret 2016, maka seharusnya tidak ada alasan lagi bagi Yani untuk tidak menghadiri proses persidangan.

"Nanti hari Kamis. Di surat keterangan hanya dua hari. Artinya hari ini sama besok. Mudah-mudahan Kamis dia  bisa hadir, kita panggil kembali," ujar Irene.

Namun jika pada Kamis mendatang,  Yani kembali tidak hadir maka penuntut umum akan melakukan pemanggilan paksa kepada yang bersangkutan. Diketahui, hari ini adalah panggilan yang kedua dan panggilan ketiga akan dilakukan pada Kamis nanti.

"Ada upaya, kita bisa upaya paksa. Nanti kalau tiga kali tidak hadir kita bisa upaya paksa. Hari ini yang kedua, besok yang ketiga," ujar Irene.

SAKSI PENTING - Upaya jaksa menghadirkan Yani memang bukan tanpa alasan. Dalam persidangan sebelumnya, Yani menyebut jika dirinya mendapat tekanan dari penyidik saat memberi kesaksian saat proses pemeriksaan BAP oleh penyidikan.

Alhasil, Yani pun mencabut semua keterangannya dalam BAP. "Saya minta seluruhnya saya cabut keterangan semuanya itu," kata Yani, Kamis lalu.

Masalahnya keterangan Yani ini dianggap sangat penting dalam konstruksi perkara kasus korupsi e-KTP yang disusun jaksa. Selain itu, pengakuannya dalam proses penyidikan juga bisa membuka luas tabir kasus ini.

Salah satu pernyataan yang dianggap penting adalah pernyataan jika proyek e-KTP adalah milik Partai Golkar dan anggaran e-KTP adalah milik Partai Golkar dan Demokrat. Selain itu, Yani diduga juga menjadi penghubung antara Komisi II DPR RI dan pihak ketiga.

"Disini (di BAP) keterangan saudara anda dimintai bantuan Komisi II untuk bantu menerima sesuatu dari pihak ketiga jika dukcapil beri sesuatu?" tanya Hakim Franky membacakan BAP Yani.

Tidak hanya penuntut umum, pihak terdakwa khususnya Sugiharto juga dirugikan jika Yani mencabut keterangannya. Sebab, uang korupsi yang diduga dinikmati Yani yang merugikan keuangan negara secara otomatis menjadi tanggung jawab Sugiharto.

Dalam surat dakwaan Jaksa KPK, Yani disebut menerima US$23 ribu. Susilo Ariewibowo selaku pengacara Sugiharto dan juga Irman mengaku mempunyai bukti mengenai pemberian uang kepada Yani yang diberikan secara bertahap.

"Dikasih itu, saya bisa buktikan itu. Ada yang menerima pembantunya kok, ada jamnya, bohong dia itu," ujar Susilo.

Tak hadirnya Yani dalam persidangan serta pernyataannya yang mencabut seluruh isi BAP memunculkan rumor bahwa ada pihak yang berusaha memutus mata rantai kasus tersebut kepada pihak lain. Dicabutnya BAP Yani diduga bagian dari upaya melindungi pihak-pihak tertentu agar tidak terseret kasus e-KTP.

BACA JUGA: