JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi memastikan akan banding terhadap putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terhadap mantan Ketua MK Akil Mochtar. Wakil Ketua KPK Adnan Pandui Praja mengatakan ada dua alasan KPK mengajukan banding atas putusan itu. Pertama terkait Pilkada Lampung. Kedua, terkait perintah hakim agar KPK mengembalikan aset Akil yang disita.

Adnan menyayangkan Pengadilan Tipikor menolak kasus Lampung. "Yang ditolak. Kasus lampung ditolak, semua yang ditolak kita banding lah," ujar Pandu kepada wartawan, Rabu (2/7).

Selain soal Lampung, Pandu mengatakan, KPK juga akan mengajukan banding terhadap perintah majelis hakim agar KPK mengembalikan aset Akil yang disita. "Makanya kita pelajari dulu (soal harta)," ujarnya.

Berikut daftar aset yang harus dikembalikan jaksa kepada pihak Akil, sebagaimana dinyatakan oleh majelis hakim Alexander Marwata dalam persidangan, Senin (30/6) lalu:

1. Uang Rp4,2 miliar yang tersimpan pada PT BNI Cab Pontianak Atas Nama Akil Mochtar setelah dikurangi Rp1,05 miliar yang diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi.

2. Uang Rp3,79 miliar yang tersimpan PT Bank Mandiri Pontianak atas nama Akil Mochtar setelah dikurangi Rp2,6 miliar yang diduga hasil tipikor.

3. Uang Rp3,349 miliar yang tersimpan pada PT BCA cab Pontianak no rek 1710434006 an Akil Mochtar setelah dikurangani Rp2,09 miliar yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi

4. 1 unit Toyota Kijang Innova Biru Metalik B 1693 SJZ

5. 1 unit mobil Ford Fiesta abu-abu metalik no polisi B 420 DAY dibeli dari pengacara terdakwa yang diterima secara tunai.

6. 1 bidang tanah dan bangunan di gang karya baru No 20 Pontianak (senilai Rp1,95 miliar dalam dakwaan) yang diperoleh terdakwa sebelum menjadi anggota DPR atau hakim konstitusi

7. Deposito BRI 124501001326407 Rp1,5 miliar

8. Deposito BRI 124501000347403 Rp1,5 miliar

9. 1 unit mobil Audi hitam 8243 KIL dari hasil tukar tambah mobil Harrier milik terdakwa yang dijual Rp560 juta ditambah Rp350 juta.

Selain sembilan aset tersebut, hakim juga menyatakan penitipan uang Rp35 miliar oleh Akil ke Mukhtar Ependy tidak terbukti sebagai bentuk pencucian uang. Aset-aset yang berasal dari uang tersebut, juga harus dikembalikan.

Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. "KPK mengapresiasi putusan hakim dan KPK memutuskan akan banding karena ada pertimbangan hukum yg belum sesuai dengan tuntutan KPK," tegas Bambang saat dihubungi Gresnews.com, Rabu (2/7).

Pernyataan kedua pimpinan KPK ini menguatkan indikasi sebelumnya bahwa lembaga antirasuah tersebut belum puas akan keputusan Majelis Hakim Tipikor. Walaupun, sebenarnya Majelis Hakim telah mengabulkan tuntutan Jaksa KPK untuk menghukum Akil dengan pidana seumur hidup.

Tetapi memang ada beberapa tuntutan JPU KPK yang ditolak oleh majelis hakim. Diantaranya tentang pilkada Lampung yang dianggap majelis hakim Tipikor sebagai gratifikasi, bukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). "Kami menganggapnya bukan gratifikasi, setelah dirinci lagi, dalam analisa Majelis di TPPU, di situ jelas nampak hakim menyatakan bahwa itu untuk pilkada. Itu sesuai dengan keterangan Erik Sugiarto," ujar JPU KPK Pulung Rinandoro ketika itu.

Sebelumnya JPU KPK menyatakan Akil terbukti menerima suap dari pasangan calon bupati dan wakil bupati Lampung Selatan Rycko Mendoza dan Eki Setyanto sebesar Rp500 juta. Uang itu diberikan melalui advokat Susi Tur Andyani.

Menurut jaksa, uang itu untuk memengaruhi Akil dalam memutus permohonan keberatan hasil Pilkada Lampung Selatan yang diajukan pasangan lawan Rycko-Eki. Pihak Rycko menginginkan MK menolak permohonan keberatan itu agar pasangan Rycko-Eki tetap dinyatakan sah sebagai pemenang Pilkada Lampung Selatan.

Tetapi, majelis hakim Tipikor membatalkan tuntutan tersebut, dengan menyatakan itu adalah gratifikasi dan tidak terkait pilkada Lampung. "Tidak ada janji. Tidak ada hubungannya dengan pilkada sehingga unsur hakim dalam dakwaan kesatu kelima tidak terbukti," ujar hakim anggota Sofialdi saat membacakan surat putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (30/6) lalu.

Ketua Majelis Hakim Suwidya pun mempertegas pernyataan Sofialdi. Menurut Suwidya, perbuatan Akil menerima Rp500 juta merupakan gratifikasi. "Perbuatan menerima menurut majelis lebih kepada gratifikasi daripada suap," ujar Suwidya.

Majelis Hakim menyatakan perbuatan Akil dalam Pilkada Lampung Selatan tidak memenuhi unsur seorang hakim menerima suap adalah korupsi sebagaimana Pasal 12 huruf c Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain terkait Pilkada Lampung, Majelis Hakim Tipikor juga meminta jaksa mengembalikan sejumlah aset yang dimiliki mantan politisi Partai Golkar tersebut. "Mendalami surat tuntutan, dan pertimbangan dari harta yang diseita oleh engara, Majelis Hakim memutuskan adanya pengembalian barang bukti,” ujar Ketua Majelis Hakim Suwidya, Senin (30/6)

BACA JUGA: